BAB 7

3.4K 135 0
                                    

Intan POV

Siang yang melanda Bandung hari ini sangat terik, membuat setiap sikapku labil. halah bahasa gue tua banget, tapi emang bener sih Bandung panas banget hari ini mungkin kebanyakan orang Jakarta yang membawa suhu dari tempat mereka. Devin melajukan mobil Pajero Sport milik bapaknya itu menuju Bandara, yang gue sendiri gatau dia mau menjemput siapa. Jujur, sebenernya gue kasian karena sudah hampir sebulan ini gue jarang nanggepin dia meskipun disitu ada Rio , ada sesuatu dihati gue yang sedih dan bersalah kalau melihat Devin apalagi dia selalu menceritakan perkembangan tante Ifah kalau lagi makan malam dirumah yang kebetulan Caca sengaja di urus oleh Mama dan dia sendiri selalu tinggal di kostan yang memang disewanya setau gue.
"Dev" sapaan untuk pertama kali selama seminggu ini, dia pun melirik sekilas dengan mata yang seakan menjawab panggilan gue. "Kita mau jemput siapa? om Dika? atau Ate Nada?" .
"Jemput Reyna" jawabnya tanpa menengok sama sekali. Reyna? pacar Devin yang cantik itu? kenapa perasaan gue jadi sedih gajelas gini kalau tau Devin mau jemput pacarnya.
"setelah jemput Reyna di Soekarno kita langsung ke rumah sakit, lo ga ada acarakan?" tanyanya yang masih fokus dengan tol Cipularang yang saat ini sepi lancar.
"enggak ada sih,tapi gue nanti jadi obat nyamuk dong" tapi Devin hanya menanggapi dengan mengacak rambut gue dan tersenyum.
Perjalanan kami pun diisi dengan musik MP3 yang sengaja di bawa Devin dengan flashdisknya, berbagai alunan dan irama terdengar mengisi kesunyian didalan mobil dan lebih baik gue tidur dibanding kaya musuhan.
*
'liatkan apa yang udah gue lakuin ke orang yang paling dia sayang? dan lo juga mau mengalami hal itu? gue harap lo jangan pernah macem-macem sama gue'
"Shit!!" gue terbangun dengan keadaan basah dari keringat, padahal AC dalam mobil ini sangat dingin.
"baddream?" ujar seseorang yang terdengar dari belakang tubuh gue, sejenak gue mengatur nafas senin kamis yang belum stabil itu dan tak butuh waktu lama gue pun berbalik dan terdapat seorang bidadari dengan rambut berwarna emas dengan mata berwarna biru dan sangat baby face dipadu jeans hitam dan kemeja yang sengaja ataupun tidak dua kancing atas dibuka itu tengah tersenyum ramah kearah gue.
"I'm Reyna. are you Intan, his causin?" ujarnya dengan halus wajah ramah memberikan tangannya yang putih itu, wait? Reyna? ini pacarnya Devin? how lucky you are,Jerk!!.
"Lo enggak congekan? atau ada helikopter yang mendarat dan menulikan telinga lo?" gue hanya memandang Devin dengan sinis atas ucapannya itu, enak banget kalau ngatain orang.
"Yeah I'm Intan. nice to meet you Reyna" jawab gue gugup dan gadis itu tersenyum dan mengangguk, pantes aja sih Jerry bin jerk itu sayang nan cinta sama Reyna orang dia seratus persen perempuan.
"sejak kapan kita udah sampe dan udah berangkat ke Jakarta?" gue penasaran kenapa Devin cepet banget bawa gue dan sekarang mau ke Jakarta lagi, kayanya tadi masih di Bandung deh.
"Maybe two hours ago. you like Aurora, not sleeping beauty but sleeping ugly" ujarnya dengan wajah tetap datar, ya sudah sebulan wajah ramah ngeselin tamahnya itu semakin pudar mungkin akibat mommynya yang tak ada perkembangan atau dia yang banyak fikiran dan satu hal lagi, dia jadi dingin like ice at Antartika brrrrrrrrre.
"oh my Jerry, how smart you are!" dengan tatapan sinis dan kesal akhirnya gue lebih memilih membuang muka dan menatap keluar jendela.
"Yeah alright. you're like Tom and Jerry" ujar Reyna yang ssedang terkekeh di bangku belakang, gue lihat Devin hanya mengangkat kedua bahunya sedangkan gue tetap diam males menanggapi fakta yang baru di ucap Reyna.
"why you there? i can move if you want here" ujar gue tanpa menunggu jawaban Reyna langsung pindah ke belakang dengan seenaknya.
"Intan lo kira ini angkot main pindah-pindah aja!" ujar Devin lagi lagi dengan sinis.
"bawel,Jerk!"
gue pun duduk bersampingan dengan Reyna, tubuh gadis itu ga jauh beda dari gue sama-sama kecil malah enggak kaya anak kuliahan kaya anak seumuran gue. selera fashionnya juga enggak terlalu terbuka tetep sopan meskipun jeans yang dipakenya sama kaya gue robek gajelas, make-up juga ga make dan satu lagi itu mata asli atau softlens ya?
"by the way, real eyes or softlens?" tunjuk gue dengan dua jari matanya seperti mau nyolok kalo dia Rio.
"real. why?" what the hell? baru kali ini gue liat mata bule asli depan mata gue lagi ya walaupun si Willy punya mata lebih bagus tapi gue lebih tertarik sama warna matanya Reyna.
"aku bisa bahasa Indonesia kok, jadi kalau mau ngobrol tdak perlu sungkan ya" ujar Reyna, ini si Reyna IQnya berapa sih? pinter banget deh cantik lagi satu lagi, tajir pula.
"don't speaking with her if you want still normal,Rey"
"Yeh, si Monyet nimbrung-nimbrung aja!" gue pun menendang joknya.
"Oh ya, kamu tinggal berapa lama di Indo?" tanya gue membuka obrolan biar ga ngantuk gitu.
"maybe dua bulan kalau tidak diusir Devin hehe" ujarnya seraya terkekeh dan melirik ke arah Jerk itu.
"jika itu terjadi, kau bisa tingga denganku" apa-apan ini mulut, nyuruh Reyna tinggal dirumah kalau Devin ngusir dia
"Ok ladies! we arrive " ujar Devin yang ternyata sudah memarkirkan mobilnya, ini si Devin cepet banget bawa mobil tau-tau udah sampe aja.
Kami pun memasuki rumah sakit yang merawat Tante Ifah, Devin yang menggandeng erat tangan Reyna dan gue yang jomblo ngenes banget kayanya berjalan menuju kamar inap Tante Ifah.

Devin Pov.
Gadis yang ku genggaam tangannya ini sepupuku, kami sedarah tapi aku tak bisa menerima kenyataan kalau Reyna adalah sepupuku, karena apa? karena aku sudah mengikat dan terjerat padanya. aku langsung membawanya kerumah sakit, karena dia sngat khawatir dengan ke adaan Mommy yang ia anggp pula Mommynya karena ia anak piatu sejak bayi dan kebetulan juga ia sangat dekat dan langsung akrab dengan Mommy dari awal kita berpacaran. terlihat wajah khawatir dari muka putih kemerahannya itu sejak kami tiba di rumah sakit, aku menggenggam tangannya mencoba menenangkanya agar dan itu selalu berhasil. Intan, uh gadis itu sepertinya cemburu melihatku menggengam tangan Reyna atau dia merasa seperti obat nyamuk diantara aku dan Reyna? sepertinya pertanyaan terakhir yang membuatnya seperti itu.
"Lo bukan bodyguardkan?" tanyaku dengan sinis, ya akhir-akhir ini aku merasa aneh dengan tingkahnya dan Rio asal aku bertemu mereka selalu Rio menyetak senyum kemenangan dan Intan dengan tatapan bersalah menatapku.
"sembarang banget sih bibir sexy lo itu!" jawabnya yang takkalah jutek, tak peduli dengan ucapan gadi setengah jadi itu dia berlalu melewatiku dan Reyna menuju kamar Inap mommy.
Ruang Divergent 4 tertera di pintu kamar Mommy, namanya seperti film itu memang unik tapi ini memang yang membedakan setiap ruangan biasa dengan yang bisa dibilang exclusive. jujur aku lelah menempuh perjalanan Bandung-Jakarta tapi apaboleh buat aku tak boleh ngeluh, dan mungkin selama dua bulan kedepan rasa lelah akan hilang karena Reyna menemani selama itu, aku merangkul pinggangnya saat kami memasuki kamar Mommy sebelumnya Reyna sudah membeli buah untuk Mommy padahal sudah dilarang membawa apapun karena aku tau Mommy mengalami koma yang pasti lama, buktinyasudah sebulan lebih mommy enggak ada perkembangan.
"Dev, Mommy sejak kapan?" terdengar sedih suara Reyna yang sudah duduk di samping Mommy dengan tangan memegang lengan Mommy.
"one month ago"jawabku lalu berdiri disampingnya menatap wanita yang terlelap dengan berbagai selang yang membantunya.
"kenapa kamu tidak beritahuku?" terdengar lagi suara pedih Reyna. "aku enggak mau mengganggumu".
Bruukkk!!

Intan Pov.
Muak gue lama-lama!! lebih baik gue keluar dari ruangan tante Ifah dibanding liat kepura-puraan Devin.
lo bukan muak kali, lo cemburu liat mereka.

akan indah pada waktunya kok

Persetanlah dengan bisikan lo berdua! mana mungkin gue cemburu liat mereka dan apalah itu indah pada waktunya? jjangan mimpi kalau cuma nunggu waktu doang, yang ada lo kemakan waktu kalau nunggu indah!.
lebih baik gue menunggu diluar dibanding musti dan harus di dalem, maapin Intan ya Tante Fah bikin kaget arwah tante.
"bisa sopan dikit ga sih lo!" tegur seseorang yang barus keluar dari kamar Tante Ifah, dan siapa lagi kalau bukan Devin.
"sorry, gue enggak sengaja"
Devin pun duduk disamping gue dengan kedua tangan diletakkan dibelakang kepalanya, dia memejamkan matanya.
"Reyna lo tinggal?"tanya gue yang ikut menyandarkan tubuh di kursi empuk, maklum fasilitas di lantai ini memang beda selain kamar-kamarnya juga.
"iya, dia lagi bersihin Mommy" jawabnya tanpa membuka matanya.
"sedeket itu ya Reyna sama Tante Fah?" aduh ini mulut kepoan banget deh.
"like you see. dia udah nganggep Mommy like her Mom."
oh gitu, pantesan aja dia berani bersihin Tante Fah padahal gue yakin Devin sendiri belum tentu mau karena kesibukkannya. calon istri yang baik banget deh sih Reyna, bisa ga ya gue kaya dia? cantik? gue juga, pinter? ya kalau itu bisalah belajar, Rajin? duh megang sapu aja ga pernah tapi bisalah, dan ini yang ga bisa, ngadepin Devin? yang ada kalau gue bawa golok udah mati tuh orang dari dulu. tapi ngapain jadi Reyna kalau jadi diri gue sendiri lebih menarik haha.
"kata Uncle, dia sudah tau siapa penembak Mommy" apa? dia udah tau?
"who?" tanya gue penasaran.
"Dev, boleh kita bermalam disini?" tiba-tiba Reyna mengiterupsi obrolan seru yang baru saja dimulai, Devin pun terbangun dan menatap gadis yang berada di ambang pintu.
"tidak bisa Rey, besok aku sekolah. lagi pula kamu tidak jetlag perjalanan jauh?" tegur Devin, gue hanya bolak balik menatap mereka berdua berasa enggak dianggepnya ya.
"Uncle Ren kemana memang?" tanya Reyna.
"Daddy berjaga malam, lebih baik kita kembali ke Bandung" jawab Devin, terlihat wajah Reyna seperti berfikir. jangan bilang Devin sama Reyna bakal tinggal serumah, ah ngapain juga gue mikirin toh di Madrid juga pasti Devin udah lebih dari serumah sama Reyna.
"lo mau sampe kapan,eh?" astaga emang Devin ga bisa pelan apa negurnya, ga usah pake jenggur kepala juga kali ini.
"slow aja nyet!"

**
Di mulmed foto Reyna yaaps

Cousin ProblemsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang