BAB 19

2.6K 107 6
                                    

Seminggu sudah dari kepergian keluarganya kini Intan masih menetap dirumah Omah beserta keluarga besar, dan sudah seminggu gadis itu tak kunjung keluar dari kamar ia hanya diam duduk di depan jendela menatap pemandangan hijau bandung, makanannya pun terkadang masih ada di tempat belum tersentuh sedikit pun. seperti saat ini sarapab tadi pagi masih bertengger indah di nakas tanpa berubah sedikitpun hingga sore, Ifah pun memasuki kamar gadis itu yang sama sekali tidak berantakan. Ifah membawa makanan itu, berniat menyuapi Intan, ia melihat keponakannya itu begitu memperhatinkan dengan wajah pucat lesu, mata sembab juga pakaian yang terlantung-lantung. sudah beberapa kali Alex menyuapi Intan tapi tak di tanggapi gadis itu, Alex yang sengaja tinggal semestara untuk menjaga keadaan Intan akhirnya tak kuat dan hanya memperhatikan gadis itu diluar jendela.
"sayang, makan dulu ya. kamu nanti sakit"ujar Ifah mengangkat sendok penuh dengan nasi dan lauk, Intan masih tak merespon.
"Intan buka mulutnya ya, Tante suapin"bujuk Ifah lagi kembali mengangkat sendok tersebut, tetapi Intan masih diam hingga lima kali Ifah bujuk tapi respon Intan malah membuatnya terkejut. gadis itu memukul piring penuh makanan itu hingga jatuh ke lantai.
"Pergi! disini gue gapunya siapa-siapa!" teriak Intan yang berdiri dari duduknya dan menunjuk Ifah untuk keluar sedangkan dirinya semakin terpojok.
Ifah meneteskan air matanya melihat keponakannya menjadi seperti itu, ia pun mendekati Intan secara perlahan lalu memeluk gadis malang itu dengan hangat membuat gadis itu nyaman.
"enggak sayang, kamu sekarang jadi tanggung jawab tante sama om. Intan jangan begini lagi ya, nanti Papa sedih ngeliat kamu" bujuk Ifah yang menahan sedihnya sambil mengelus rambut Intan dengan lembut.
setelah lama berdiam tanpa merubah posisi akhirnya Ifah melepaskan pelukan tersebut dan menatap gadia itu.
"sekarang kamu makan ya? liat deh wajah kamu lebih jelek kalau begini" ujar Ifah dengan sedikit candaan tapi Intan hanya tersenyum kecut dan mengangguk. selagi Ifah mengambil makanan untuk Intan, Alex memasuki kamar Intan, gadis itu tengah terduduk di tempat tidur kembali melamun.
"aku disini,Nia. jangan menyiksa dirimu seperti ini, aku seperti pecundang jika tak bisa buat kau tersenyum" ujar Alex yang duduk di pinggir ranjang, akhirnya gadis itu menatap Alex tanpa wajah cerianya malah seperti tanpa ekspresi.
"everything will be al-"
"don't say that!" seru Intan dengan menujuk kearah Alex juga emosi yang terlihat dari matanya. tapi sebelum Alex kembali menyuarakan suaranya tante Ifah tiba dengan sepiring nasi juga susu untuk Intan.
"mau aku suapi?" tawar Alex yang langsung mengambil alih piring tersebut tapi Intan tak menjawab membuat Alex lebih memilih langsung memberi dan di respon, Ifah pun memilih meninggalkan mereka berdua.
Intan begitu nyaman dengan sikap Alex yang begitu mengkhawatirkan dirinya ataun membantunya setiap saat, ia merasa ada seseorang yang memperjuangkannya hingga saat ini tapi ada rasa yang ia sendiri tak tau untuk saat ini. ia menyuruh Alex kembali meninggalkannya sendiri saat melihat hari sudah terlalu malam dan ia berniat istirahat, Alex pun menarik selimut hingga leher untuk Intan dan mengecup dahi gadis itu.
"good night, sleep tight" ujar Alex lalu mematikan lampu kamar Intan dan menutup pintu.

Devin kembali melempar vas bunga setelah mendapatkan informasi kalau ia tak dapat terbang ke Indonesia untuk waktu dekat karena ke sibukkannya yang seakan membuatnya tidak bisa bergerak dan terencana, tiba-tiba Willy juga Gio melepaskan jabatan mereka yang telah Devin beri dan memilih untuk mengurusi perusahaan keluarga masing-masing meskipun masih berskala kecil dan itu membuat pekerjaan Devin semakin menumpuk. sudah seminggu ia tak kembali ke rumah ataupun kemana pun, ia hanya berkutik diruang kerjanya enggan untuk keluar seperti mengurung diri, makanan pun ia memesan lewat delivery dan tidur di kamar yang ia buat jika ia lembur. keadaannya sangat mengenaskan, rambut halus kini tumbuh disekitar rahangnya juga rambut yang semakin panjang ia biarkan.
"Astaga! look your face bro" seru seorang wanita berbalut blouse berwarna pastel juga mini skirt berwarna hitam tak lupa stiletto high heels berwarna pastel melengkapi penampilannya, wanita itu memberinya cermin. ia hanya mengangkat kedua bahunya acuh.
"ada apa?"tanyanya tanpa berniat membahas keadaannya yang mengenaskan.
"aku disuruh Uncle untuk membantumu" ujar wanita itu duduk disofa milik sepupunya.
"tidak perlu, aku bisa mengatur semua. pulanglah, Rey" perintanya yang seakan tak ingin diganggu.
"tidak, Uncle memintamu menjemput calon menantunya"ujar Reyna yang asik membaca majalah, sedangkan Devin menatap Reyna terejut.
"aku sudah tau, kau pergilah. susul Intan biar aku yang mengerjakan semua" ujar Reyna seakan tau apa yang dipikirkan oleh sepupunya, dengan mata berbinar Devin langsung menghampiri Reyna dan mencium sekilah pipi kananya membuat wanita itu sedikit terkejut. "jangan lupa, tampankan dulu penampilanmu!" teriak Reyna saat Devin berlari ke kamar kecil yang berada dalam ruangan tersebut. ia mencukur rambut halus yang berada di rahangnya,lalu membersih kan diri dan menyiapkan beberapa pakaian juga surat penting yang lain masalah rambutnya ia biarkan dan ditutupi dengan kupluk lalu tak lupa kacamata keluaran terbaru dari calvin klien pun ia sematkan di hidung mancungnya.
"thank u so much!" ujar Devin dan berlalu meninggalkan Reyna yang manggut-manggut sebagai jawabannya.
Devin langsung mencari penerbangan yang paling cepat menuju Indonesia, tapi yang paling cepat pun ia harus menunggu selama dua jam tapi itu tidak mempengaruhinya meskipun ia bisa menyewa pesawat.
' tunggu aku Ni,everything will be alright. I'm here for you, you safe with me' ujarnya yang bagaikan matra yang akan menenangkan Intan meskipun jarak yang sangat jauh.
*

Cousin ProblemsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang