Devin keluar dari mobilnya, hari ini ia kembali bersekolah berangkat bersama Intan dengan mobil sport merah kesayangannya, Reyna pun sengaja ia ajak kerumah Aunty Kesha untuk bermain dan bertemu keluarganya lagipula pacarnya itu merindukan Princess dan setelah ia pulang sekolah mereka akan pergi jalan-jalan dan satu lagi Devin sengaja menyuruh Reyna tinggal di tempat tinggal sementaranya yang berada di pusat kota.
Devin menggenggam tangan Intan saat mereka menuju kelas masing-masing.
"Dev, masih mau lanjutin aktingnya?" bisik Intan ke telinga Devin, ia takut kalau Reyna tau.
"iya sampe gue selesai sama apa yang gue cari itu udah cukup" jawabnya sambil menatap lurus kearah depan.
Devin mengantar Intan terlebih dahulu kekelasnya walaupun kelasnya lebih dulu tapi ia ingin meyakinkan kalau aktingnya ini bener-bener nyata. mereka pun berpisah saat bel telah berbunyi, segera Devin berlari menuju kelasnya yang lumayan jauh dari kelas Intan.
sesampainya di kelas ia segera duduk di bangku ke tiga dari depan bersama Pras teman satu ekskul renang dan lumayan dekat.
"gue denger-denger nyokap lo koma?beneran?" tanya Pras saat temannya itu tiba berbarengan dengan guru yang mengajar mereka.
"iya begitu" jawabnya seraya mengeluarkan buku tulis.
"gewees bro, sorry nih ga bisa ngasih apa-apa cuma doa aja"balas Pras sambil menepuk bahu Devin yang dibalas anggukan.
pelajaran pun berjalan dengan lambat, Devin yang memang satu kelas dengan Rio menganggap lelaki itu tidak ada karena sejak ia bersekolah disini Rio dengan terang-terang mengibarkan bendera perang padanya tapi tak pernah ia gubris. jarak duduknya hanya berbeda dua baris dan dua bangku darinya.
lima menit sebelum bel istirahat pertama ia sengaja keluar terlebih dahulu, bukan untuk pergi kekantin melainkan ke atap gudang sekolah tempat dimana ia selalu menghabiskan jam istirahatnya disana. saat berjalan menuju atas, dia berpas-pasan dengan Intan yang berjalan menundukan kepala, sengaja ia berdiri di rute yang akan dituju gadis itu.
"aww!!" ujar Intan saat menabrak tubuh seseorang, rambut tak berponi itu langsung mengelus dahinya.
"gunanya mata buat apa,eh!" cletuk Devin langsung memegang dagu Intan membuat gadis itu mengangkat kepalanya dan menatap mata hazel milik Devin sejenak.
"iya gue tampan"cletuk Devin seraya melepaskan tangannya dengan kasar.
"mau kemana lo?" tanya Intan saat Devin mengabaikannya, dalam hatinya ia kira Devin mengajaknya kekanti bareng.
"apa urusan lo?!"jawaba Devin dengan jutek membuat Intan memanyunkan bibirnya kesal.
"udah tau couple tercetar sepanjang masa, masa di kacangin apakata Rio"gumamnya yang dapat didengar Devin lalu ia melanjutkan langkah menuju kantin dengan malas menuruni tangga.
Devin yang mendengar itu langsung memutar tubuhnya dan menghampiri Intan lalu menggapai tangan Intan yang berayun membuat gadis itu sempoyongan dan hampir jatuh di tangga, dengan sigap Devin menahan tubuh Intan yang beberapa jengkal lagi guling ke bawah.
"huaaaah!! lo mau bunuh gue Jer!!" teriaknya yang sudah berdiri tegap dengan Devin menggendongnya ke tangga yang lebih tinggi dan membuatnya lebih tinggi diibanding Devin. genggaman tangan Devin dan tatapan dingin lelaki itu membuatnya diam dan terfokus ke hazel yang tak dapat diartikan dari tatapannya.
gemuruh sekitar mereka pun membuyarkan tatapan keduanya, anak-anak kelas satu banyak yang berseru kemereka dan membuat tangga ramai seketika. dengan cepat Devin mengajak Intan dan memutar tubuh gadis itu menuju atap tujuan utamanya.
"Lo udah makan?" tanya Devin saat mereka berada di tangga seraya mengacak rambut panjang hitam legam. semua mata menatap mereka, akting yang sangat menipu dan tak ada yang menyadari selain pemerannya sendiri.
"belomlah, gue kan tadi mau ke kantin eh malah diajak lo"gerutu Intan tak peduli sekitarnya, mantan sahabatnya Karina yang melihat itu tampak iri melihat kedekatan kakak kelas yang baru beberapa bulan booming disekolah langsung mendekati Intan padahal diangkatannya banyak yang lebih dari Intan tapi kenapa Intan, fikirnya.
Devin hanya mengangguk mendengar jawaban Intan dan melanjutkan pergi keatap tempat biasanya.
"Reyna kenal nyokap gue?"tanya Intan mengingat betapa dekatnya tadi mamanya menyambut kekasih sepupunya.
"ya lumayanlah, dia gampang bergaul. bahkan kak Luna aja dia deket bangat"jawab Devin, Intan melongo saat mendengar ucapan Devin. Mba Luna adik mamanya saja dia enggak begitu deket sekarang selain sibuk sama si kembar dia emang enggak terlalu suka sama Mba Luna karena waktu ngidam mba Luna pengen liat Intan bertingkah seperti gadis seutuhnya dan tiap waktu kerumah membuatnya kesal.
mereka pun memasuki ruangan,disana terlihat sebuah cahaya yang menerangi ruangan gelap itu. Devin terlebih dulu duduk di ujung, ia menatap lurus melihat kota Bandung yang cukup hijau menghirup udara segar lalu menurunkan penglihatannya melihat para siswa yang asik makan. ia tak merasakan Intan duduk disampingnya yang biasa cerewet, lalu ia membalikan badan yang ternyata Intan masih berdiri dengan menundukan kepalanya.
"gue lagi enggak ngehukum lu kan?" ucapnya membuat Intan menatap Devin yang berada di ujung dengan santai duduk.
"errr. lo lupa ya? yaudah gue ke kantin aja ya" ucapnya terbata sambil menggaruk tengkuknya. dengan segera Devin menariknya,lalu memeluk gadis itu.
"Nyctophobia. Right?" ujar Devin yang masih memeluk Intan yang sudah keringat dingin. Intan memiliki Nyctophobia yang artinya ia takut gelap, karena dia mengalami suatu hal yang tak pernah di ketahui siapa pun dan lucunya dia sering balapan malam hari dan tak takut dengan keadaan mobil yang hanya sedikit penerangannya.
"gue disini,ga perlu takut"ujar Devin menenangkan Intan. mereka berjalan menuju tempat semula ia duduk sambil membawa Intan kepelukannya.
"nah udah nih"ujar Devin lagi melepas pelukannya, Intan menatap Devin lalu melihat sekitarnya. ia melihat sudah melewati sisi gelap tadi lalu sekarang pandangan depannya terhampar kota Bandung yang sejuk dari atas dan dibawah kakinya segerombolan siswa sedang berada di kantin.
"kenapa ngajak gue kesini? udah tau gue laper"gerutu Intan yang duduk disamping Devin yang asik mendengarkan lagu lewat earphone, sedetik kemudian Devin meletakkan sebelah earphone-nya ke telinga Intan.
lantunan lagu Jason Mraz ft Colbie berdentang di telinga mereka, suasana sepi pun membuat Intan meresapi setiap lirik dari lagu yang mungkin sudah jadul tapi tetap enak di dengar. setelah lagu itu habis dengan seenaknya Intan melepaskan earphone dan berdiri berniat ingin kekantin tapi selanjutnya ia hanya diam dan menunduk seraya meremas ujung kemeja putihnya.
"mungkin lo tidak nyaman disini, yuk! " ajak Devin yang langsung merangkul Intan melewati ruang gelap tersebut.
mereka pun berjalan menuju kantin dengan mengobrol seru terkadang tingkah Intan membuat Devin tertawa ataupun sebaliknya dan membuat siswa yang melihat iri dengan pasangan tercetar seantero sekolah itu.
"mau makan apa?"tanya Devin saat mereka sudah mendapatkan tempat duduk di kantin tersebut.
"nasi goreng gila aja sama orange juice" jawab Intan sambil tersenyum lebar,Devin malah mengacak rambutnya.
Intan menunggu Devin yang masih memesan makanan, matanya berkeliling dan tak sengaja melihat Rio yang juga melihatnya sambil meminum soda kalengnya. ditatap Rio seperti itu membuatnya merinding dan segera membuang muka kembali menghadap kedepan.
"liatin siapa?"
"astagaa!!" ujarnya kaget saat melihat Devin yang sudah duduk di depannya dan mulai memakan.
*
Intan tidak memperhatikan apa yang sedang di jelaskan didepan, matanya sibuk memerhatikan benda yang melingkar di pergelangan tanngan kirinya, jam pulang sebentar lagi dan ia harus cepat-cepat ke kelas Devin melihat sepupunya itu.
"Lo kenapa sih dari tadi liatin jam gitu" tanya cowo yang sering di panggil Qipli olehnya dan sekarang jadi teman sebangkunya.
"emergency Pli! gue harus cepet-cepet keluar nih" ujar Intan yang menghentak-hentakkan kakinya tak sabar.
satu jam yang lalu ia menerima pesan dari Willy sahabatnya yang melihat Devin mengikuti Rio dan kawan-kawannya, Willy yang kelas 12 Ipa 2 bersampingan dengan kelas Devin itu merasa janggal dengan kehadiran Devin diantara mereka.
bel pulang pun berbunyi, Intan langsung berlari keluar kelas menuju gudang belakang yang terkenal rawan serem itu. tapi saat ingin menuju belakang ia melihat seorang laki-laki yang berjalan dengan memegang tangan, ia memicingkan matanya memastikan siapa orang tersebut, semakin dekat orang tersebut Intan semakin yakin kalau orang tersebut yang ia khawatirkan sejak sejam yang lalu.
"Devin?" panggilnya yang langsung berlari membantu lelaki itu menuju UKS.
"siapa yang buat lo begini eh?" tanya Intan saat melihat keadaan Devin yang mengenaskan. tapi tak dijawab oleh Devin.
Intan menduduki Devin di pinggir ranjang UKS, ia segera mengambil alkohol,obat merah beserta kapas dan hansaplast untuk membantu Devin. ia melihat wajah Devin penuh dengan bengep dengan baju yang compang-camping juga banyak darah yang berceceran di baju putih sekolahnya.
"ini pasti kerjaannya Riokan? awas aja tuh orang kalau ketemu gue patahin lehernya" ujar Intan sambil menutup luka sayatan pisau di lengan Devin.
Devin hanya meringis tanpa bicara menahan sakit ditubuhnya tapi satu yang paling sakit yaitu hatinya. ia menatap lurus ke pintu UKS yang sedang berdiri sahabatnya Willy yang hanya mengangguk.
"abang?!!!" teriak seorang gadis kecil yang sangat ia hafal, itu Caca berlari bersama gadisnya yang sudah terlihat panik.
Reyna langsung mengambil alih semua yang Intan kerjakan sebelumnya, dengan Caca yang langsung mengerti juga membantu mengobati abangnya. Intan sejenak diam, semua dapat di handle oleh Reyna dan sekarang luka Devin juga sudah terobati oleh Reyna,ia memilih diam dan beranjak meninggalkan UKS.
"lo mau kemana?" tanya Willy yang menunggu diluar yang melihat Intan keluar masih memegang kapas penuh darah. Intan yang melihat Willy tanpa berfikir panjang ia langsung memeluk Willy dan menangis di baju putih itu.
"Willy,Intan! he's faint!" ujar Reyna memberitahu Devin tergeletak lemah di ranjang UKS. Intan dan Willy yang mendengar langsung membawa Devin ke rumah sakit, dengan mobil milik Willy dan Intan membawa mobil Devin bersama Caca.
"Siapa yang membuat Devin seperti ini, Will?" tanya Reyna yang melihat wajah Devin yang berbantal pahanya.
"I don't know, he will be fine" jawab Willy menenangkan Reyna yang terlihat khawatir dengan Devin.
Intan mengikuti mobil Willy, ia juga terlihat khawatir dengan sepupunya itu.
"Kak Intan, come on!" ujar Caca yang juga terlihat khawatir.
"slowdown! I'll try" jawabnya yang menyalip beberapa mobil agar tepat dibelakang mobil Willy.
mereka telah tiba di rumah sakit, segera beberapa suster membantu mereka sedangkan Willy akan pergi keruang administrasi untuk ruangan khusus Devin tapi sejenak Intan menyetop Willy.
"gue aja yang ngurus, lo temenin Reyna aja" ujar Intan yang langsung berlalu ke tempat administrasi.
*
Devin mendapat penangan medis di ruang IGD, Reyna duduk bersama Caca dan Willy menunggu dokter yang menangani Devin tapi tiba-tiba gadgetnya berbunyi, sebuah panggilan internasional tertera di gadgetnya.
"Princess, can you sit there?" ujarnya menyuruh Caca yang sejak tadi berada dipangkuannya, dengan patuh Caca duduk di samping Willy yang mengerti kalau Reyna menerima panggilan penting dan ia mengangguk mengijinkan Reyna pergi sejenak.
"Reyna mau kemana itu?"tanya Intan yang sempat berpas-pasan dengan Reyna yang menelpon dengan wajah kesal.
"dapet telpon dari bokapnya kali, lo udeh hubungin om Rendra?" tanya Willy sedangkan Caca asik memainkan gadget yang Willy berikan.
"belum, gue takutnya dia stress gue cuma ngasih tau papa gue doang biar dia aja yang bilang" jawab Intan yang duduk disamping Willy.
"gue yakin, pasti Rio yang buat Dev begini" ujarnya dengan mata marah memandang tembok berwarna biru.
"Ntan, Rio juga dirawat" jawab Willy membuat Intan menengok seutuhnya ke lelaki itu, dengan tatapan menuntut penjelasan.
"gue ngeliat semua! Devin emang dikroyok sama kawannya Rio tapi sebelum di kroyok Devin main tangan dulu dan mereka enggak ada yang mau kalah akhirnya Rio menyuruh temen-temennya itu buat kroyok Devin" jelas Willy yang gusar sambil mengelus mukanya karena tak bisa membantu temannya.
"kenapa lo enggak bantuin dia tolol!" bentak Intan dengan amarah di matanya.
karena gue bukan cuma ngeliat tapi gue denger semua yang mereka bicarakan, dan gue tau suatu saat kelebihan gue berguna buat Devin, ujarnya dalam hati tak berani mengungkapkan kepada Intan karena ia sudah berjanji pada Devin sebelumnya.
"selamat siang dik? apa diantara kalian ada keluarga pasien?" tanya sang dokter yang membuat Intan langsung berdiri.
"saya-"
"I'm his girlfriend, doc" jawab Reyna yang tiba-tiba dateng,membuat Intan mundur beberapa langkah, karena ia tak berhak atas keadaan Devin selama Reyna berada disisi lelaki itu, Willy pun memegang lengan Intan untuk mundur karena ia tau Reyna adalah yang berhak mengetahui kondisi Devin.
"kami teman yang melihat pasien terluka dok" ujar Willy saat dokter masih kekeh ingin bertemu keluarga pasien, sedangkan Caca mulai mengantuk.
"baiklah, mari ikut saya ke ruangan" ajak dokter ke arah Reyna.
Intan kembali duduk dengan Willy yang berdiri di samping pintu, Willy melihat raut wajah kecewa sahabat kecilnya itu ada sesuatu yang Intan rasakan.
"lo harus ketemu Rio" ujar Willy.
"lo gila? Devin masuk rumah sakit gara-gara dia" bentak Intan, tapi sejenak ia terdiam menatap Willy, lelaki itu tau kalau Devin dan dirinya sepupu dan masalah ini dari awal Willy tau.
"stop acting kalian! kalau salah satu dari kalian tidak mau berujung dirumah sakit terus" ujar Willy menatap kedua mata Intan yang sarat pertentangan itu.
"gue tau apa yang kalian rencanain sebelumnya, lo harus balik ke Rio" ujar Willy dengan sedikit emosi.
"jujur aja Wil,apa yang lo ketahui? gue tau apa kemampuan lo! sampe kapan pun gue ga bakal balik ke Rio" ujar Intan tegas lalu menyandarkan tubuhnya kebangku.
"kenapa musti Reyna yang mengetahui keadaan Devin saat ini?" tanya Willy yang jauh dari topik pembicaraan.
"ya karena dia pacarnyalah" jawab Intan enteng tanpa curiga.
"kak Intan, abang sudah bangun" suara mungil dari Caca mengganggu keduanya yang kompak menghadap ke asal suara.
mereka pun memasuki kamar tempat Devin dirawat, dilihatnya pasien yang berusaha menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang.
"sini bro gue bantu" ujar Willy yang langsung mengerti apa yang diinginkan Devin.
"abang, Caca bobo sini ya? Caca ngantuk banget" ujar Caca yang langsung merebahkan tubuh mungilnya disamping tubuh Devin sambil memeluk abangnya seperti guling tanpa menunggu jawaban dari abangnya itu. sedangkan Willy dan Intan hanya diam menunggu penjelasan semua dari Devin.
"kalian boleh pulang, biar Reyna yang ngurus gue" ujar Devin tanpa menatap mereka berdua dan asik mengonta-ganti chanel layar datar tersebut. Willy menunggu respon Intan yang hanya menatap datar kearah Devin, tapi ia tau kalau Intan sedang melawan emosinya.
"yaudah, kita cabut dulu bro. kalau butuh apa-apa jangan sungkan" ujar Willy sambil menepuk bahu Devin dan mengajak Intan pergi dari ruangan tersebut.Willy membawa Intan ke tempat mereka biasa nongkrong, tetapi tak ada Geo yang masih ada pelajaran tambahan dan memang beda sekolah jadi pria itu tak tau masalah Intan.
"lo liat sendirikan?" tanya Willy.
"kayanya semarah apapun dia sama gue, dia ga akan pernah ngusir gue. ini semua gara-gara Rio emang!" ujarnya penuh dendam.
"cuma satu solusinya, lo harus bilang ke Rio kalau kalian itu sepupu" ujar Willy enteng walaupun yang dia ucapin salah.
"enggak bisa Will!" bantah Intan yang langsung balas dengan egoisnya.
"kenapa? lo takut? eh kemana Intan yang dulu? yang suka ngadepin cowo seenak dengkulnya? tanpa harus ada akting segala? lo hidup bukan di sinetron apalgi di FTV, ini kenyataan bukan orang yang ngatur kita" jelas Willy yang dengan tenang membuat Intan terdiam sejenak memahami perkataan Willy.
" minggu depan Devin bakal ikut turnament renang, tapi karena kejadiaan ini gue ga yakin kalau Dev bakal diijinin buat ikut sama bokapnya" ucap Willy membuyarkan lamunan Intan dan lagi-lagi membuat Intan merasa terpojok dengan keadaan seperti ini.
*
Devin memakan apel yang telah dipotong oleh Reyna, gadis itu setia menunggunya sejak duahari yang lalu. Daddynya pun sudah tau keadaannya,tapi ia sudah menjanjikan kalau dirinya baik-baik saja karena ada Reyna yang membuatnya sembuh,padahal itu hanya akal-akalannya saja agar daddynya tidak khawatir dan memperbanyak beban kepada daddy angkatnya itu.
"Rey, maaf aku merepotkanmu" ujarnya tulus dengan memegang tangan Reyna yang sedang memotong apel untuknya.
"it's ok. I'm fine" jawab Reyna dengan senyum manis menimbulkan lesung pipi di sisi kanannya.
"kapan kamu kembali? apa Daddymu tau kau bersamaku?" tanyanya lagi, sungguh hati Devin merasa aneh saat ini, entah efek di pukul dengan kayu dibagian kepalanya atau apa.
"yes, he's know. Alex will be here tonight, he want to meet you" ujar Reyna yang menyuapi Devin saat potongan apel yang terakhir.
" he will come? oh my God, he will mocking me" ujar Devin dengan nada pasrah, tetapi Reyna malah tertawa dan mendekatinya sambil bersandar di bahunya.
" I can't wait for it"ujar Reyna sambil bermanja dengannya, Devin pun mengelus kepala Reyna sambil mengecup kepalanya.
"ehem" suara deheman terdengar dari pintu ruang inapnya,mereka pun bersamaan menghadap kearah suara tersebut.
"selalu mengganggu" gerutunya saat melihat siapa orang yang baru saja masuk, pria dengan kaos berwarna hitam juga levis dan perawakan bule khas dengan rambut blondenya.
"seorang Devin Elviansyah Soedibyo lemah? hingga menginap bersama perban? haha" ujar pria itu dengan tawa mengejek.
"I'm human,Lex" jawabnya dengan wajah pura-pura lemah. ya pria yang baru saja datang itu Alex sahabatnya di Madrid.
"ok boys, lanjutkan nanti saja. by the way, last night you told me would arrived tonight but now you here. why?" tanya Reyna yang menunda reuni kedua sahabat itu.
"i miss my boy" ujar Alex sambil mencubit-cubit pipinya, membuatnya membuang kedua tangan Alex terlebih dulu.
"don't touch me! I feel like guy with you!" ujarnya seperti biasa tanpa ekspresi.
mereka pun mengobrol banyak dan tanpa sungkan pula Devin menunjukan sikap sayangnya pada Reyna.
***
Hay gimana cerita Devin sama Intan? Kasih tau dong heheh
Mulmed itu foto Alex ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Cousin Problems
Romancesquel dari Love you and i Dont care * CERITA INI BELUM SAYA REVISI DAN EDIT, MASIH DALAM MASA 'BURUK' UNTUK DIBACA. NAMUN JIKA KALIAN TETAP MEMAKSA SAYA TIDAK MELARANG, ASAL JANGAN KOMEN SEPERTI "BAHASANYA ANCUR BANGET." "EYD-NYA JELEK." "TANDA BAC...