BAB 26 (A)

2.4K 108 8
                                    

Hai!!! disini masih POVnya Devin ya, dan entah kenapa kok Devin jadi freak gini ya diliat dari bab sebelumnya sepertinya otaknya Devin kesetrum atu sengklek karena ga biasana dia sengeselin itu menurutku, tapi yaudahlah ya mungkin Devin sengklek gara-gara Intan yang ga inget sama dia jadi doankan saja yaaa.
Check this out guyyys!!.

*beberapa bab lagi udah end serius. Author ga bohonggg

★*★*★

Sudah hampir dua minggu Intan belum juga menghubungiku untuk mengajak Rama berenang di apartmentku, toko bunganya pun tutup dari kita makan malam dua minggu yang lalu. Sam sudah ku suruh mencari tahu keadaan mereka tapi tetap saja dia tak dapat informasi yang akurat, hingga hari ini aku sudah menunggu di depan toko bunga miliknya hampir seharian ini karena aku tidak tau dimana dia tinggal.

mataku menyipit saat melihat seorang wanita datang menghampiriku dengan kacamata berlensa cokelat bertengger di hidungnya, ia berjalan penuh percaya diri dan sangat anggun apalagi blouse berwarna salem juga rok pensil membalut tubuhnya.

"Anda Devin?" suara itu terdengar ditelingaku seraya ia menatapku yang ternyata telah berdiri dihadapanku. aku mengerutkan dahi karena tidak mengenali siapa wanita ini,meskipun wanita ini sangat cantik tapi tetap sajja Bunda Rama lah yang paling special dihidupku hingga sekarang.
"apa kita pernah kenal?" tanyaku menatapnya berusaha agar ia bisa melepas kacamatanya itu siapa tau setelah membukanya aku dapat mengenalinya.
"belum, saya ingin berbicara dengan anda" ucapnya santai lalu berlalu meninggalkanku menuju mobil ford merah miliknya, aku tetap diam disamping toko bunga ini karena aku tak ingin dikelabui oleh wanita itu.
"mengenai pemilik toko ini" ujarnya tanpa membalikkan badan tapi cukup membuatku mengikutinya memasuki mobil tapi seseorang mencengkam tanganku yang aku lihat ternyata Sam.
"bos, jangan ikut kalau tidak mengenalnya" ucap Sam tenang tapi mencoba menahanku.
"aku memang tidak mengenalnya tapi dia pasti mengenal wanitaku" jawabku lalu memasuki mobilnya.

entah dibawa kemana aku saat ini oleh wanita yang baru pertama kali ku lihat, dia terlihat fokus mengendarai mobilnya tanpa mengeluarkan sepath kata pun. tiba-tiba kami telah tiba di sebuah club malam yang sangat asing bagiku, aku hanya mengikutinya dan duduk di bartender.

"saya Elleanor Azzura Rasyid, anda tak lain dan tak bukan Devin Elviansyah Soedib-ah maksud saya Mister Carolo, right?" tanyanya masih enggan membuka kacamatanya.

aku mengeja namanya dalam hati seakan tidak asing dengan nama panjang wanita ini tapi aku memang tidak mengenalnya tak lama kemudian dia menatapku seraya melepas kacamatanya, aku terkejut karena mata itu sangat mengerikan. dia seperti menangis seminggu penuh tanpa tidur, dan kini aku baru sadar wajahnya pun pucat tak dapat ditutupi oleh makeupnya.

"ini tidak seberapa dibandingkan wanita itu" tunjuknya ke belakang kami, Elle menunjuk salah satu meja yang berada ditengah yang diisi oleh seorang wanita yang sangat ku kenal tengah meminum sebotol air entah air apa yang ada didalamnya, aku beranjak untuk menghampirinya tapi tanganku di cekal oleh Elle.
"jangan disusul, dia sedang bersedih" ucap Ellen kembali memakai kacamatanya untuk menutupi kembali matanya, aku terdiam meskipun ingin bertanya banyak.
"ada apa sebenarnya?" tanyaku, kini aku menatap Elle penuh tanya.
"saya kakak dari Rio" ucapnya, tanganku tiba-tiba mengepal ingin melampiaskan kekesalan karena wanita ini ternyata kakak dari rivalku tapi aku dapat menahan karena aku ingat dia adalah wanita.
"ceritakan dari awal Miss Rasyid" ucapku penuh tuntutan dan intimidasi meskipun kami tidak menatap satu sama lain.
"ah saya rasa anda sudah mencaritahu tentangnya bukan?tapi hanya sampai dia menikah dengan adikku? setelah itu nihil" ucapnya terkekeh kecil, astaga dia ini membuatku kesal rasanya.
"baiklah, aku akan melanjutkan informasi kau itu" ucapnya lagi.
"setelah melahirkan Rama. kau pasti tau Rama bukan?" tanyanya lagi menatapku, aku mengangguk dengan kesal.

"dia mengalami koma beberapa hari, kata dokter memorinya hilang beberapa. tapi saat kami menanyakan beberapa hal tentang kesehariannya tak ada yang aneh ataupun berubah,kami sekeluarga hanya menganggap ucapan dokter itu bohongan"ucap Elle, aku mengerutkaan dahi menatapnya karena kalau tak ada yang berubah kenapa dia lupa denganku.
"tapi saat melihat fotomu, semua diruangan terbengong karena dia sama sekali tidak mengingatmu. kata dokter mungkin kamu orang yang selalu mengisi hari-harinya tapi terlalu menekannya, hingga sekarang dia tidak mengingatmu bukan?" tanyanya.
"iya, dia sama sekali tidak mengenaliku. lalu?"
"mereka keluarga kecil yang sangat bahagia, Rio sangat menyayangi Rama juga Intan hingga setahun yang lalu Rio sering meninggalkan mereka untuk alasan pekerjaan Intan maupun keluargaku tak ada yang curiga hingga dua minggu yang lalu kami dapet kabar dari Intan kalau Rio tiada" jelas Elle pelan hingga membuatku terkejut mendengarnya karena tidak mungkin Rio bisa meninggal meskipu setiap manusia pasti mati tapi aku tak menyangka.
"Intan dapet kabar dari rumah sakit di New York, Rio terkena penyakit kanker dikepalanya yang ternyata sudah stadium tiga. dia sangat terpukul hingga saat ini, Rama pun tak dipedulikan hingga aku yang mengambil Rama untuk dijaga Mamaku. lalu seminggu setelah kematian Rio Juna melihatmu ditoko bunga milik Intan dan menyuruhku untuk menemuimu" jelasnya lagi.
"terimakasih atas penjelasanmu, tapi-" ucapanku terputus dan dilanjutkan dengan kalimat Elle yang membuatku terdiam tak percaya sebelum akhirnya Elle pergi setelah mendapat panggilan telpon.
"Pesan terakhir yang Rio tulis dia ingin kau dan Intan bersatu menjadi keluarga bahagia menjadi ayah terbaik untuk Rama anakmu sendiri".
**

Intan POV.

suara musik keras sama sekali tak berpengaruh ditelingaku mau punn tubuhku, hingga minggu kedua sepeninggalan Rio aku tak bisa melakukan apapun selain menangis. rasa rinduku padanya dua minggu ini seperti bertahun-tahun, dan aku tak percaya jika dia telah meninggalkanku dan Rama di dunia ini.

aku tak mengerti kenapa Rio tidak mengatakan kalau dia memiliki kanker otak setelah keluar dari penjara, seharusnya dia menceritakan hal tersebut padaku sebagai istrinya. aku tersenyum kecut mengingat pesan terakhir yang ia sampaikan padaku melalui Elle kalau dia mencintaiku hingga akhir hayatnya tapi tetap saja dia tak mengatakan tentang penyakitnya itu, meskipun aku tau Rio pasti memberi pesan terakhir pada Elle aku tak peduli karena sekarang hingga saat ini aku masih berduka lahir batin atas kepergiannya.

kalian menganggapku berlebihan? memang karena rasa sayangku padanya melebihi apapun bahkan aku mencintainya hanya mencintai tidak sangat mencintainya. botol minuman entah keberapa habis dan berniat memanggil pelayan untuk membawakan botol yang sama untukku, tapi aku terdiam saat melihat seseorang yang menatapku tajam disampingku. ah siapa pria ini, matanya seperti Rama dan wajahnya pun mirip dengan anakku.

"stop,Miss!" ucapnya pelan tapi cukup terdengar ditelingaku.
ah aku ingat sekarang, dia pria mata-mata yang selalu duduk menatap tokoku. Devin.
"what are you doing,Sir?" tanyaku yang langsung teralihkan kepadanya.
"aku ingin menikahimu" ucapnya.

What the fuck!! pria ini bener-bener sinting! aku sedang berduka dan dengan entengnya dia mengajakku menikah? siapa dia hei? kenal juga tidak, kecuali dua minggu terakhir memang kami sempat makan malam bersama tapi tetap saja aku tak kenal.

"Are u crazy,Sir?" tanyaku menatapnya dengan kesal karena dia sama sekali tidak mengerti apa yang sedang aku rasakan saat ini.
"No, I'm not" ucapnya lalu menarikku meninggalkan club ini, aku yang sudah mabuk hanya mengikutinya tanpa perlawanan.

aku berjalan dengan susah payah menyamakan langkah lebarnya, dalam radius sedekat ini aku dapat menyimpulkan kalau tuan tampan ini sedang serius juga menahan amarahnya. kami berhenti di bangku pinggir jalan, dia menggenggam erat tanganku yang ia masukkan kedalam kantong jaketnya lalu terdiam tanpa menatapku.

"sebenarnya anda siapa?" tanyaku kesal karena dia seenaknya membawaku tanpa meminta persetujuanku.
dia terdiam masih dengan wajah dinginnya, tiba-tiba dia mengeluarkan sesuatu dari kantong lainnya, sebuah foto berukuran sedang diberikannya padaku.

"dapet darimana kau foto Rama? jangan bilang kau pedopil?" tuduhku menatapnya tajam karena bisa-bisanya dia mengambil foto Rama.
"apa aku terlihat seperti Rama saat seumuran itu?" ucapnya dengan tersenyum mengejek, aku kembali menatap foto tersebut.

seingatku Rama tidak memiliki baju seperti yang difoto ini, lagi pula warna dari foto ini sedikit pudar dan menandakan ini foto lama lalu aku membalikkan foto tersebut dan terkejut membacanya.

Devin Elviansyah Soedibyo, saat berumur lima tahun.

Kepalaku terasa sakit saat ini, bayangan demi bayangan muncul dikepalaku bagaikan puzzle yang terpecah pecah hingga akhirnya semua hilang dan menggelap.
*

Bab 26 pula aku bagi dua yaa

Cousin ProblemsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang