Bab 10

3K 137 1
                                    

Intan memasuki toko kue setelah pulang sekolah, ia mulai menghabiskan waktu di toko bersama Mamanya dan mengurangi kadar kenakalannya.
"Nia!" seru seseorang, Intan berhenti sejenak, menstabilkan jantungnya yang tiba-tiba berdetak mendengar panggilan khusus itu. dalam hati ia senang karena Devin masih mengenalnya-parah juga kalau lupa-.
"Hei! aku panggilin kenapa diam saja?" tepuk seseorang membuat senyumnya berkembang untuk menghadap orang yang menepuknya.
"Ah Dev- loh? Alex?" ujar Intan saat melihat orang yang diharapkan ternyata bukan. dia menghembuskan nafas kecewa, ia terlalu berharap Devin main ke toko kue miliknya.
"kamu baru pulang sekolah? maaf ya tidak memberitahumu kalau aku disini" ujar Alex dengan ramah, dan itu selalu.
"it's okay. tunggu dulu ya, gue ganti baju" ujarnya sambil memegang baju sebagai isyarat karena Alex agak bingung dengan bahasanya.
ia berjalan menuju ruangan Mamanya sambil tersenyum saat om Juna menyapanya, hari ini entah kenapa ia seperti mayat hidup saat berada disekolah.
"Are you ok Mam?" tanyanya saat melihat Mamanya terlihat pucat dan memijit keningnya.
"fine. di depan ada Alex bukan?" tanya Mama menatapnya, mencoba mengalihkan pertanyaan beruntun dari putrinya.
"Mama sudah bertemu dengannya?" tanyanya seraya mengganti pakaian.
"iya, hanya mengobrol sebentar. Papa menghubungimu tidak?"
"tidak, Mama bener baik-baik saja? wajah mama pucet banget" ujar Intan dengan khawatir dan mencoba mendekati Mamanya itu.
"it's okay,dear. sudah temui Alex, kasian dia sudah menunggu lama" ujar Mamanya dengan senyuman.
Intan dengan pakaian tomboynya menghampiri Alex yang masih menunggu di meja bernomor sembilan seperti biasa.
"so? what are you doing here?" tanya Intan tanpa basa-basi, ya sudah ciri khas gadis itu.
"I'm gonna miss you" ujar Alex dengan santai, Intan melongo mendengar racauan bule itu.
"tonight I will back. so, hari ini aku ingin menghabiskan waktu denganmu. apa kau sibuk?" ujar Alex .
"huem, ok. aku ijin dulu" ujar Intan tanpa berfikir panjang, lalu meminta ijin kepada Mamanya.
Intan berpegangan erat saat Alex mengebut dengan motor trill, meskipun dia sudah biasa di jalur balapan tapi dengan menggunakan roda dua apalagi di bonceng ia sama sekali belum merasakan meskipun dengan Rio,karena hanya berjalan biasa.
Motor itu berhenti disuatu tempat, Intan langsung turun dan menolak pinggang dengan tatapan garang ke Alex.
"You wanna kill me?" ucapnya denggan nada teriak. Alex melepas helm dan menatap Intan yang masih memberi tampang seperti banteng melihat kain merah.
"no. maklum, baru dua kali aku memakai motor" ujar Alex dengan enteng yang langsung turun dari motor dan menggandeng Intan.
"stupid!" ujar Intan kesel karena ia calon korban kecelakaan pergi dengan Alex.
Alex mengajaknya jauh-jauh hanya untuk membaca buju di perpustakaan disalah satu universitas terkenal di Bandung. dan entah dengan apa Alex dengan santai memasuki universitas itu dengan santai seperti mahasiswa yang memang belajar disini.
"dulu aku sempat berkeinginan belajar disini, katanya mereka memiliki sistem IT yang bagus untuk dipelajari, tapi tidak jadi" ujarnya,Intan menatap bule itu. banyak juga orang yang menatap mereka terutama ya menatap Alex yang sangat asing wajahnya.
"menurut gue, Institut ini biasa aja. bukannya di Madrid banyak universitas bagus? lalu kenapa kau tidak jadi?" tanya Intan yang.terlihat penasaran dengan teman barunya itu. Alex terdiam dan mulai mencari buku yang ia ingin baca ya meskipun sebagian besar bahasa Indonesia tapi itu sama sekali tak berpengaruh baginya, Intan mendengus saat memasuki perpustakaan karena mau tidak mau ia harus membaca.
"hei mengapa tidak menjawab!" tegurnya saat sejak tadi Alex fokus membaca dan mengabaikannya,ia jadi teringat dengan sepupunya yang mirip sekali tingkahnya kalau sudah bertemu dengan buku.
" uh, ternyata kau masih penasaran. pasang kuping mu dengan baik, karena aku akan memelankan suaraku dan tak mengulangnya" ujarnya dengan tubuh semakin dekat dengan Intan, sedangkan gadis itu menganggik.
"memang disana semua universitas bagus, tapi hanya untuk designer ya semacam jurusan para perempuan sedangkan untuk teknologinya aku tidak begitu tertarik. pertama aku ingin belajar di Jepang, lalu Amerika dan terakhir disini, tapi semua itu hanya keinginan karena aku terhambat ekonomi ya walaupun ada orangtua sahabtku yang menjamin tapi tetap saja aku tidak bisa memilih. karena aku anak tunggal dan ayahku sudah tiada, tak mungkin aku meninggalkan ibuku sendiri" jelasnya lalu kembali terfokus dengan buku tebal berjudul bahasa Inggris.
Intan termenenung sejenak, memahami kata-kata Alex, ya memang sih otaknya agak lemot kalau sidah melihat buku semacem syndrom.
"kenapa kau diam saja? kau tak bisa membaca?" tanya Alex yang memerhatikan wajah Intan yang sedang berfikir.
"ah, gue kena syndrom buku. tiba-tiba otak gue lemot. kenapa lo ngajak gue ketempat yang tidak gue suka" gerutunya sambil menopang kepalanya dengan tangannya.
"memangnya ada syndrom seperti itu? ya kau harus menemaniku seharian, kemanapun meskipun kau tak suka" ujar Alex dengan ytenang.
*
Devin berdoa sebelum turnament renang itu dimulai, siang ini ia mengikuti turnament se Asia Tenggara di Thailand. penentuan yang sangat mendebarkan itu, targetnya ia harus menjadi perenang terbaik minimal se Asia Tenggara untuk membersihkan namanya yang sebelumnya selalu di ejek nakal. bersama dengan keluarganya meskipun lomba kali ini tidak didhadiri oleh Mommynya setidaknya Daddyny selalu menyempatkan waktunya untuk memberi dukungan beserta Princess yang duduk dipangkuan daddynya.
"Devin, ingat yang kemarin bapak kasih tau?"" tanya pelatih yang selama ini sudah mengajarkannya hingga ia berada disini.
"Always. doakan Dev Pak" ujarnya lalu memeluk pelatih kesayangannya itu.
"selalu anakku" ujar pelatih bernama Armedo yang sudah menganggapnya seperti anaknya sendiri. membuatnya terharu. Devin lalu menatap Daddy dan Princessnya yang kompak memakai baju berfoto dirinya dan Princess pun juga memakai snapback pemberian Mommy miliknya yang selalu membuatnya semangat.
walaupun gue anak yang tidak diinginkan orangtua gue setidaknya orang tua yang lain menginginkan punya anak kaya gue,ujarnya menghibur diri saat teringat kenyataan dirinya sendiri.

Cousin ProblemsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang