28. There's still something wrong

11.6K 1.2K 6
                                    

Marah yang paling parah adalah ketika seseorang hanya diam saja dan tidak mengeluarkan amarahnya. Dan dendam yang paling mematikan adalah ketika seseorang tidak melakukan dendam apa pun untuk membalaskan rasa sakitnya. Mengapa demikian? Karena yang sudah dilepas dan melepaskan belum tentu sudah merelakan. Meskipun sudah berusaha membiasakan diri.

Pertanyaan, akan dijawab sekarang. Tiga tahun yang lalu, hari dimana Jean akan pergi ke Yale, Prav mengejarnya. Pria itu memang tidak menjanjikan sesuatu, tapi pertemuan di Connecticut berhasil menjadi ajang bahwa hubungan mereka memang pernah ada sebelumnya.

Tiga tahun yang lalu, Prav meminta kepada Jean. There's nothing something wrong about feeling, menurut Prav jika memang mereka saling mencintai kenapa harus menahannya? Untuk suatu masa, Jean kembali pada Prav dan mereka starting over semuanya. Termasuk, pada perkenalan, perjalinan, dan berakhir pada sebuah hubungan.

Rasa itu memang seperti tanaman. Harus dirawat, dan dijaga. Kalau tidak, maka rasa itu bisa saja hilang dan mati. Prav mengatakan, karena jatuh hati tidak bisa memilih, maka Jean pun setuju atas apa yang dikatakan oleh Prav kepadanya.

"Memang nggak boleh ya kalau gue mau sayang sama lo? Nggak boleh juga? Kalau gue mau lo jadi milik gue?" tanya Prav saat itu kepada Jean yang baru saja menempati flat-nya.

Jean hanya tersenyum. Ia memang belum pernah menjalin hubungan LDR. Bahkan, sampai dititik saat ini pun hanya Prav yang baru bisa, menguasai hati Jean meskipun tidak Jean utarakan. Ada rasa bangga yang menyelimuti hati Jean karena pada akhirnya, setelah sekian lama hatinya merasa hidup kembali karena Prav.

"Gue nggak yakin. Dengan jarak jauh seperti ini memang lo yakin kita bisa berhasil?" tanya Jean kepada Prav ketika mereka melakukan face time.

"Nggak tahu, gimana kalau lo coba free trial-nya? Gue yakin nggak akan mengecewakan kok."

Jean terkekeh pelan mendengarkan jawaban Prav dan betapa tingginya kepercayaan diri pria itu. "Mm, tapi lo harus janji sama gue."

"Apa tuh?"

"Lo bersama gue ataupun tidak nantinya, kita harus berakhir baik-baik aja."

"Gue setuju."

"Okay."

"Next week, I'll go there, see you next week Jeanarta." kata Prav padanya saat itu.

Jean mengangguk setuju. Dia menunggu kedatangan Prav. Katanya, kalau bisa sekarang kenapa harus menunggu dua tahun lagi?

Siang itu, ketika Jean baru saja mengurus berkas-berkas penerimaan di kampusnya. Jean disambut oleh pria berwajah Asia, kulit matang, tubuh tinggi, dan perawakan yang sulit membuat gadis-gadis Yale mengalihkan pandangan mereka.

Dari sisi mana pun, Prav memang akan selalu menang. Pria itu tampan dengan rambut hitamnya yang disisir rapi tanpa anak rambut yang terjatuh. Otot biseps-nya yang biasa terbuka kini tertutup memakai coat sepanjang lutut yang menambah kesan pria Asia yang mumpuni hati namun mendominasi di ranjang.

Jean penasaran, sehebat apa Prav jika berada di atas ranjang. Apa jika pria itu menjadi kekasihnya mereka bisa...

"Jeanarta!"

Lamunan Jean di halaman kampus Yale itu tersadarkan dengan panggilan Prav kepadanya. Jean berjalan mendekati pria itu, setengah percaya diri karena rasanya harga diri Jean surut dimakan oleh semua mata yang tertuju padanya.

Dia masih tetap albino, dan akan tetap albino. Maka Jean tidak akan berusaha mengubah dirinya lagi seperti apa yang dia lakukan bertahun-tahun lalu menggelapkan warna rambutnya.

Let Joy Be, Your Heart's Name. | TAMAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang