43. Husband-Wifey

18.9K 1.2K 38
                                    

Pengiring pengantin pria Raphael Naryama Arjanta, dan Ariendra Taruna Harsaya lebih percaya kalau Prav bersikap gila saat mendekati acara pemberkatan. Dibandingkan Prav yang diam, murung, melamun bisa-bisa disambar hantu gereja katedral yang siap mengeruk hati Prav.

Masalahnya, sudah ada setengah jam ini Prav mupeng. Nggak ngerti masalahnya dimana, tapi Renjani bilang lebih normal kalau Prav stroke sekalian, barangkali bisa langsung dibawa ke rumah sakit. Si pengantin pria membayangkan bagaimana dia harus bersikap menghadapi pengantin wanita nanti. Alias? Jiper.

Tuksedo putih, dengan jam tangan yang kontras membuat Arie bersungut-sungut ria karena tahu betapa gilanya Prav meraih gocek saat membelinya. Lalu, dasi pita yang begitu keren dan entah kenapa semuanya terlihat gagah ketika Prav yang memakainya.

"Lo kalau mau gila mah jangan di sini!" kata Arie menepuk bahu Prav menyadarkan lamunan pria itu. "Kasihan Jean kalau harus di undur karena lo kena penyakit jiper!"

"Gue lagi memikirkan sesuatu bangsat!" umpat Prav kesal pada Arie.

"Mikirin apa sih?!" tanya Raphael.

Prav berdecak malas. "Mikirin gimana caranya bisa kabur setelah acara pemberkatan, gue mau langsung caw pergi sama Jean."

"Bangke!" teriak Arie yang sudah meluapkan emosi. "Gue kira lo mikirin janji sama Tuhan, memang definisi otak selangkangan ya lo?!"

"Bukan itu, Rie!" protes Prav. "Gue nggak mau Jean banyak sapa tamu undangan."

"TERUS KALAU BEGITU KENAPA ANDA MEMBUAT ACARA RESEPSI PERNIKAHAN DENGAN TAMU UNDANGAN PRESIDEN INDONESIA HAH?! GILA YA LO?!"

Raphael memejamkan matanya untuk sesaat. Gila, jika sudah seperti ini dia butuh Nana jangan bilang Prav mau membatalkan acara resepsinya.

"GUE TAHU OTAK LO PRAVINDA!" kata Nana baru saja datang.

Raphael menghela napasnya lega, dia memeluk istrinya cepat lantas mengadu. "Tolong, Prav kayaknya mau bikin acara resepsi dia sendiri hancur deh."

"I know, Sayang." balas Nana gemas ingin menjewer telinga Prav. "Kata Jean, kalau lo hari ini berulah, dia bilang mau kabur aja biar nikah sama lo-nya kagak jadi."

Prav sontak terbangun dari tempatnya dan memandang Nana horor. "Lo serius aja, Na kalau ngomong!"

"Gue serius!"

"Udah buruan kita ke altar, kasian Jean kalau nunggu lama-lama." kata Arie kini.

Sebelum Prav pergi menuju altar, dia lebih dulu meminta berkat pada Mauli, Maminya agar semua yang akan dia jalani kini lancar tanpa hambatan, begitu pula dengan tangisan Mauli sembari menyentuh puncak kepala putranya yang sudah dewasa, bersiap membangun rumah tangga bersama wanita yang diinginkannya.

Para pengiring pengantin pria, berdiri di sisi altar menemani Prav yang sudah berdiri lebih dulu menunggu kehadiran Jean. Semua tamu sudah memenuhi kursi, deretan pertama sisi kanan dari keluarga Jean, sementara deretan sisi kiri hingga ke belakang adalah keluarga Prav.

Prav menarik napasnya untuk sesaat ketika peniup terompet datang dan mulai mengumumkan kedatangan mempelai wanita. Di sana, dia berdiri dengan susah payah bagaimana menunggu calon pengantinnya tiba. Ini gila.. Euforia di atas panggung pun rasanya tidak segila ini.

Lampu-lampu ruang ibadah mulai diredupkan, hanya sisi kanan dan kiri, bagian tempat ibadah utama yang dinyalakan. Lalu, sekelompok anak-anak dari Stephen Youth Choir─atas rekomendasi sahabatnya Nana, dan para grup orkestra Jakarta Symphony Hall sudah memasuki area kanan gereja, Prav semakin yakin kalau dia tidak salah memilih lagu untuk menyambut Jean nanti.

Let Joy Be, Your Heart's Name. | TAMAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang