45. Jenewa stories

14.2K 1.1K 17
                                    

Sudah satu minggu Jean dan Prav berada di Jenewa dan mereka masih berusaha menyesuaikan cuaca yang cukup dingin. Terutama, bagi Jean. Musim semi belum datang, dan Jean pikir dia bisa menikmati Jenewa dengan baik jika musim semi datang.

Nana menyusul, kedua anaknya tetap di Jakarta karena sekolah, dititipkan pada Oma dan Opanya. Hitung-hitung, Nana pun sama seperti Jean, menemani perjalanan bisnis suami. Ujung-ujungnya seperti itu juga.

Sudah mengunjungi Grand Theatre de Geneva bersama Nana tentunya, memang suaminya ada waktu menemaninya berjalan-jalan? Tentu saja tidak. Setiap hari, beberapa keluhan Prav adalah meeting dadakan dan menyiapkan bahan beberapa presentasi dan proposal yang menurutnya masih kurang untuk diberikan kepada investor.

Antar sepupu itu saling bekerjasama dengan baik. Atas nama keluarga, Jean dan Nana tidak menyangka bahwa mereka berdua akan terdampar di Jenewa cukup lama karena kesibukan suami mereka.

L'Aparte adalah restoran di Jenewa, berbintang lima yang sudah mendapatkan bintang Michelin, maka dari itu sejak tadi Nana dan Jean menyusuri jalan Rue de Lausanne dan menyambangi restoran secara asal karena mereka tidak mengandalkan tour guide sama sekali.

Impian Jean memang ingin sekali berlibur ke Swiss sejak dulu, tapi Swiss yang Jean bayangkan bukan kota Jenewa.

Kota ini memang indah, tenang bahkan damai. Jean akan mengakuinya kalau membangun kehidupan di Jenewa sepertinya tidak akan rugi. Namun, balik lagi bahwa dia tidak akan pernah bisa dan mau meninggalkan Tanah Air.

"That's it!" kata Nana menyimpan ponselnya di atas table. "Mama dan Papa, orang tua Raphael pusing mengatur Kiraz. Dari kedua anakku, Kiraz adalah yang paling luar biasa, Je." keluh Nana kepada Jean.

Jean terkekeh pelan mendengarnya. Kiraz memang unik, entah bagaimana bisa gadis secerdas itu berbaur di lingkungan yang sangat bertolak belakang dengan pikirannya. "Dia unik, pintar, nggak heran kalau kapasitas otaknya selalu melebihi anak-anak sebayanya."

"Aku sudah bilang lho, Je.. Kontrol perilaku terhadap sesama teman. Tapi sepertinya sulit, turunan Arjanta memang keras kepala, bebal dan kompetitif."

Jean memicingkan matanya lalu menyesap mineral water yang baru saja dituangkan oleh waiters. "Terdengar familiar, Prav─Paman mereka seperti itu juga."

"Then, be aware.. Anakmu nanti kalau punya sifat seperti Prav kemungkinan kamu akan jadi ibu-ibu tukang ngomel seperti aku."

Jean tertawa mendengarnya. Ngomong-ngomong, membahas soal anak sebenarnya dia sudah curiga untuk beberapa waktu ini, tapi dia tidak mau menduganya sendirian. Tadi, dia terlalu terburu-buru karena Prav mengajaknya untuk breakfast bersama. Jadi, Jean belum mengecek hasil..

"Je, kamu benar nggak mau pindah ke rumahku dan rumah Raphael? We have many alot bedroom, sudah aku bilang pada Raphael untuk apa membeli rumah dengan sepuluh kamar di Jenewa. Kamu dan Prav bisa menginap di sana kalau mau."

Well, Jean kira yang suka menghambur-hamburkan uang hanya Prav saja. Ternyata, Raphael sama saja.

"Prav membeli apartemen yang kami tinggali sekarang, Na. Aku bingung, sumpah.. Apa pun yang Prav lakukan terkadang berlebihan, tapi setelah mendengar cerita kamu tadi, well Raphael ternyata lebih berlebihan dari Prav."

Nana mengangguk setuju. Jadi, intinya para istri itu tengah mengeluhkan soal kelakuan suami mereka masing-masing.

Swiss Luxury Apartement adalah tempat yang Prav pilih untuk tinggal sementara bersama Jean. Jean tidak keberatan sama sekali, demi Tuhan jika dibandingkan dengan Nana pasti dia akan pusing sendiri memikirkan bagaimana lagi-lagi harus mengelola rumah.

Let Joy Be, Your Heart's Name. | TAMAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang