Sejak malam kunjungannya yang mengatakan bersilaturahmi setelah tiga tahun tak bertemu, dan setelah kepulangannya mengirimkan pesan untuk memintaku menyimpan nomer miliknya, kini kami begitu intens berkirim pesan.
Bang Akbar, setelah kami saling bertukar kabar dalam dua minggu ini, rencananya malam ini di akhir pekan kami akan menonton film, yang kami sama-sama baru kembali ke Jakarta sehingga untuk jalan bersama teman lama kami begitu mustahil, apalagi para teman-teman kami sudah banyak yang berkeluarga.
Kukenakan tunik abu dan celana chinos warna hitam, dengan jilbab hitam sebagai penutup kepalaku, tak lupa sneaker putih biar lebih santai untukku beraktifitas.
Saat pintu kamar di ketuk oleh Kak Ais, aku segera keluar, aku tahu jika Bang Akbar sudah tiba, sebelumnya kusambar tas hitamku diatas kasur.
Di ruang tamu sudah ada bunda dan Ayah yang menemani Bang Akbar, pamit pada beliau berdua serta kak Ais sebelum kami berdua pergi, dan ketiganya mengantarkan kami berdua hingga ke teras depan.
"Sabuknya Ca"
"Oh, iya Bang"
Bukan aku kegeeran, tapi aku cukup peka akan apa yang kujalani saat ini, Bang Saka yang tiba-tiba mengenalkanku pada temannya dan itu sangat jarang, apalagi malam itu Kak Ais kurasa cukup bisa untuk membuatkan minuman sang tamu, dan setelah kepulangan pria di sebelahku ini tanpa ada jeda hari pesan darinya sudah masuk keponselku, dan sekarang ini dengan jalannya kami berdua di akhir pekan, pancaran kebahagiaan dari mata bunda begitu jelas terlihat, dan pastinya ada harapan besar di dalamnya.
"Lusa jadi ke Jogja Ca?"
"Jadi Bang, seminarnya lumayan penting"
Memang aku berencana akan mengikuti seminar yang di adakan kampus lamaku, akan tetapi kali ini aku akan tinggal di hotel, bukan lagi di apartemen Kak Ais, karena sudah di sewakan ke orang lain, apalagi sampai aku menginap di rumah Om Panji, tentunya tak mungkin karena bagaimanapun aku adalah mantan menantu keluarga tersebut, bukan hanya sekedar kerabat.
" Oh gitu, naik apa kesana?"
"Pesawat Bang, soalnya tiket kereta sudah habis"
Percakapan kami yang membahas akan minggu depan terhenti, kala mobil telah memasuki area parkir, Bang Akbar fokus untuk mencari tempat parkir yang kosong.
"Yuk, jangan di belakang Abang lah, dikira prajurit Abang nanti"
Ajakan Bang Akbar untuk berjalan berdampingan dengannya, sebenarnya aku sedikit canggung dan tak nyaman berjalan dengan lawan jenis yang baru ku kenal, yang mana hanya berdua, tetapi aku sudah bertekad sejak di Sulawesi lalu, ketika aku kembali aku harus lebih dewasa, lebih terbuka, lebih bersosialisasi dan pastinya aku harus bersiap membuka lembaran baru.
Salah film, seharusnya kami menonton film action , komedi atau horor, bukan film romantis yang bikin terbawa perasaan, di tambah adanya penghianatan dalam rumah tangga, sungguh mengingatkan masa lalu yang kurasa belum berhasil ku lupakan.
"Maaf ya Bang, Eca baper"
Kuseka air mata dan hidungku dengan tisu, mungkin mataku kini telah bengkak, hidungku telah memerah.
"Bagus filmnya, aktornya pinter aktingnya, jadi tersampaikan ceritanya ke penonton"
Aku mengangguk akan pendapat Bang Akbar, padahal aku lebih menangisi takdirku, dan itu tak mungkin kuceritakan kepada laki-laki yang kini berada di sampingku.
Selesai dari menonton film, kami berdua singgah untuk makan malam di gedung yang sama kami menonton film. Dimulailah pertanyaan dari Bang Akbar tentang diriku.
"Adik kembar kamu sekarang tinggal dimana Ca?"
"Di Semarang Bang, ikut suaminya"
Bang Akbar mengangguk, dan melanjutkan pertanyaanya kembali.
"Iya kalau isteri memang harus ikut suami. Kalau kamu kapan nyusul?"
Pertanyaan yang di ikuti kekehan, mungkin sedikit tak enak hati ketika menanyakan hal itu kepadaku, apalagi kutahu jika Bang Akbar tak tahu statusku sebenarnya.
"Kapan-kapan Bang"
Aku ikut menanggapi dengan bercandaan, tak ingin suasana menjadi canggung, meskipun dari pertanyaan Bang Akbar sedikit terasa nyeri si hati kala mengingat kisah sesungguhnya dahulu aku menikah bersamaan dengan saudara kembarku hanya saja akhir kisah kami berbeda.
"Sudah ada pacar Ca?"
Cukup kugelengkan kepalaku untuk menjawab pertanyaan Bang Akbar.
"Bohong ah, masak dokter gigi cantik pinter belum punya pacar"
Benar-benar laki-laki sudah bisa kutebak apa yang akan di katakan setelah ini.
"Jadi pacar Abang mau?"
Tawaku tak dapat kubendung, akhirnya aku terkekeh menanggapi ucapan Bang Akbar.
"Dasar cowok ya Bang, udah ketebak"
Dengan malu-malu Bang Akbar ikut terkekeh bersama ku, aku bukan lagi gadis kemarin sore yang akan terbuai akan rayuan, meskipun pengalaman ku berpacaran tak banyak tapi pengalaman hidupku cukup memberikan pelajaran yang luar biasa.
"Bang Akbar sudah pernah dengar cerita tentang Eca apa saja dari Bang Saka?"
"Maksud Eca cerita apa?"
Benar apa yang kutebak, jika Bang Akbar belum tahu status diriku sebenarnya, akhirnya ku keluarkan KTP milikku.
"Masih mau jadiin Eca pacar?"
Begitu terkejut Bang Akbar membaca apa yang tertera dalam kartu tanda pendudukku, di usiaku sekarang ini sudah bersatatus cerai hidup, pasti banyak pertanyaan yang kini singgah di dalam pikirannya.
"Kamu sudah pernah nikah?"
"Yap, tiga tahun lalu"
"Maaf ya Ca, Abang enggak tahu"
"Enggak apa Bang, sudah berlalu kok"
Lain di mulut lain juga di hati, jika mulut mampu mengatakan sudah berlalu, tetapi hati ini berkata lain.
Makan kami tiba, menikmati makanan masing-masing dalam diam, mungkin Bang Akbar yang merasa tak enak denganku di pertama kali kami jalan berdua sudah menyinggung suatu kegagalan ku.
"Kalau Bang Akbar sudah pernah nikah belum?"
Akhirnya kucairkan suasana dengan bercanda menanyakan status Bang Akbar. Dengan kembali terkekeh Bang Akbar menggeleng menjawab pertanyaanku.
"Nih"
Mengikuti yang mengeluarkan KTP bahkan kartu anggota miliknya yang menyatakan sebagai TNI.
"Kalah kamu Bang, aku yang lebih muda aja sudah jadi janda"
Seolah kubanggakan statusku ini, kuberikan senyumku agar suasana tak kembali canggung.
"Kamu ngatain Abang sudah tua gitu ya maksudnya?"
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Dentist (Tersedia Lengkap Di Ebook)
RomanceMenikah dengan seseorang yang sejak kecil sudah mengenal diri kita, keluarga besar bahkan mengetahui hal-hal buruk yang kita simpan, bukan lah hal mudah jika pernikahan itu hasil perjodohan yang dipaksakan. Berawal pernikahan yang diharapakan untuk...