36

3.6K 551 95
                                    

Aku yang tak jago seperti Eci dalam memainkan jiwa netizen, yang bisa teliti akan postingan orang hingga beberapa tahun silam, akhirnya lupa akan pesan Eci jika aku harus memantau akun milik mbak Rima, hingga saudari kembarku itu tiba di Jakarta karena kabar dari Bunda akan pertunanganku besok, selain itu aku yang baru masuk kerja di rumah sakit, ditambah dengan persiapan pertunangan yang mulai mengukur kebaya dan memesan cincin hingga akhirnya mengabaikan hal penting bagi Eci itu.

"Pokoknya Eci enggak setuju kalau mbak Eca sama si loreng itu"

"Loreng apa to dek?"

"Tentara yang namanya Akbar itu"

Kak Ais ikut kena semprot Eci karena dengan polosnya bertanya tentang loreng yang sedari tadi di sebut oleh Eci di ruang keluarga semenjak kedatangannya.

"Ayah sama bunda aja setuju kok lu yang repot"

"Bang, lu kagak usah bela teman lu ya"

Jari telunjuk Eci pun sudah menunjuk-nunjuk Bang Saka yang duduk di samping Kak Ais, saat ini kami semua telah berkumpul di ruang tengah, dengan ayah dan bunda yang bermain dengan semua cucunya di taman belakang dan Eci yang berdiri menutupi layar televisi menghadap sofa yang terduduki sang suami, aku serta bang Saka dan Kak Ais.

"Terus alasan lu nggak setuju apa?"

"Gini semua dengerin hasil penyelidikan gue ya"

Eci mulai membuka ponselnya, menggulir layarnya kebawah, kami semua terdiam menungguinya mencari barang buktinya.

"Lu dokter apa intel sih?"

Bang Saka masih saja menggoda Eci, dan untuk Eci sendiri suka terpancing emosi kala semua argumen yang baginya benar di ragukan.

"Nih liat"

Menunjukan sebuah hasil tangkapan layar ponselnya, tetapi bagi kami yang tak memiliki otak inteligen seperti Eci pastinya berpikir biasa saja, ketika melihat sebuah like dari Bang Akbar pada setiap unggahan foto pada feed akun instagram Mbak Rima.

"Terus maksudnya apa? Cuma like aja kan?"

"Bentar kalian ini cerdas deh, malu gue punya kakak kayak kalian berdua"

Omelan Eci padaku dan Bang Saka secepat kilat mendapat jitakan dari abang kami berdua.

"Nih baca komentar mereka"

Dalam tangkapan layar menunjukan jika jauh sebelum aku mengenal mbak Rima, lebih dulu Bang Akbar sudah mengenal mbak Rima.

"Nih baca, ini unggahan waktu mbak Rima masih jadi mahasiswa"

Sedikit otakku peka, dalam unggahan yang menampilkan foto mbak rima berseragram putih itu para teman mbak Rima berkomentar dengan bahasan jika tenaga kesehatan memang pas berpasangan dengan abdi negara.

"Abdi negara kan bukan Akbar aja Ci"

"Lu kagak lihat si Akbar komentar, apa kabar? tambah cantik di foto sebelumnya ya Bang?"

Eci dan Bang Saka terus berdebat membahas semua tangkapan layar dari ponsel Eci, hingga suara Bang Toni yang sedari tadi tak terdengar kini ikut memberikan pendapat.

"Kalian sudah tahu belum siapa yang hamilin Rima sebenarnya?"

"Danar lah"

"Mas Danar"

Aku dan Bang Saka kompak menjawab akan pertanyaan Bang Toni, karena bagaimanapun alasan mas Danar dahulu yang mengatakan jika bukan anaknya, aku tak bisa percaya begitu saja apalagi selama ini mereka berpacaran dengan gaya barat.

"Maaf ya Ca, mungkin ini jadi ngingetin masa lalu kamu, tapi aku dengar curhatan Danar yang menurutku dari segi pandang pria dia jujur, dia enggak hamilin Rima, dia nangis-nangis cerita ke aku, dan itu bukan akting"

"Alah sudah berlalu, enggak usah bahas Danar lagi"

Mungkin jika kita sudah pernah tersakiti, kecewa akan seseorang hingga membuat kita membencinya, mau orang itu jujur pun kita tak akan percaya, begitulah yang saat ini di alami Bang Saka, selalu memandang buruk pada mas Danar.

"Bukan gitu Sak, ini kan kita bahas Akbar yang berhubungan dengan Rima dan Danar jadi ya harus bahas Danar juga"

"Gue abang ipar lu ya, Sak Saka aja lu"

Kami semua tertawa, bang Saka menjadi terbawa emosi, bahkan Bang Toni ikut mendapat amukan darinya.

"Udah pokoknya Eci menentang pertunangan mbak Eca"

"Lu apaan si Ci, Eca mesti move on, buka lembaran baru"

"Gue tahu Bang, tapi_"

"Ada apa ini?"

Eci belum selesai melanjutkan ucapannya, terlebih dahulu ayah datang dari arah taman belakang, sehingga membuat kami semua terdiam dan tak lagi membahas hasil penelusuran Eci.

"Mbak, lu harus percaya sama gue, hanya gue yang setia sama lu sejak dalam kandungan"

Bisikan Eci lagi sebelum pergi meninggalkan kami dan berjalan menuju taman belakang dimana bunda dan cucu-cucunya berada.

Perkumpulan kami bubar, Kak Ais ikut bersama Eci menuju taman sedangkan dua laki-laki yang berteman baik dan kini menjadi saudara ipar itu sudah rukun kembali meskipun tadi sempat berselisih.

Aku lebih memilih ke kamar, entah kenapa aku menjadi kepikiran akan apa yang di tunjukan Eci, apakah itu sebuah kebetulan kenal, atau dahulunya mereka ada hubungan seperti yang di curigakan oleh Eci dan Bang Toni.

Bukankah akan menjadi drama yang berputar-putar jika sampai yang di curigakan Eci itu benar, aku dan Mas Danar menikahi mantan pasangan kekasih, begitulah nanti judul drama itu.

[Assalamualaikum Eca, kamu sibuk ya? Mbak telepon kok enggak di angkat, nanti kalau sudah santai hubungi mbak ya]

Pesan dari mbak Talita, saat kubuka ponselku dan panggilan tak terjawab dari nomer yang sama berkali-kali masuk.

"Assalamualaikum Ca"

"Waalaikumsalam mbak, apa kabar?"

Setelah mbak Talita mengucapkan salam dan kujawab salamnya, kutanyakan kabarnya terlebih dahulu sebelum kutanyakan inti dari tujuan mbak talita memintaku menghubunginya.

"Alhamdulillah baik semua Ca, kamu kapan hari di Jogja ya? Mama telepon katanya seminar bareng kamu"

"Iya mbak, Eca juga ke Semarang sama Mama kerumah Eci"

"Iya mama juga cerita, kamu mau nikah ya?"

"Belum mbak, masih mau tunangan aja, di kasih kabar Eci ya?"

Aku tahu semenjak perceraianku Eci yang semula membenci mas Danar, dan akhirnya membuatnya dekat dengan mbak Talita, mereka sudah selayaknya geng karena aku melihat dari interaksi keduanya di saat lebaran yang begitu kompak kala membicarakan sesuatu.

"Sama Akbar?"

Deg, deg,deg

Aku terkejut pastinya, dari nada bicara mbak talita yang menyebut nama Bang Akbar seakan dirinya sudah mengenal, tetapi dalam hati lainku berkata jika mbak talita sudah pasti diberitahu Eci apalagi keduanya sangat dekat.

"Iya, Eci sudah cerita banyak ya?"

Terkekeh pelan disaat aku menanggapi mbak Talita, seakan ini sebuah hal yang lucu.

"Jangan pandang aku sebagai kakaknya Danar, tapi pandang aku sebagai kakak kamu, saudara kamu, kalau mbak boleh ingetin, kamu pikirkan sekali lagi, kamu cari tahu masa lalunya yang keluarganya pun mbak rasa enggak tahu"

Benar apa yang di katakan mbak Talita, aku memang di terima di keluarga Bang Akbar, bahkan beberapa hari lalu saat membeli cincin pun aku bersama sang mama, dan latar belakang keluarga Bang Akbar memang tak kuragukan tetapi benar aku tak tahu masa lalu Bang Akbar, bukan karena aku tak peduli tetapi Bang Akbar saja sudah menerima masa laluku, kenapa aku mesti mempermasalahkan masa lalunya yang kurasa tak seburuk diriku.

"Nanti Eca pikirkan mbak"

Kuakhiri mengobrol dengan mbak Talita, hingga Bang Saka masuk kedalam kamarku bersama Eci.

"Ayoh lanjutin rapatnya"

Dua saudaraku itu sudah duduk pada ujung ranjangku, dengan wajah keduanya yang memancarkan permusuhan.

Tbc

Jodoh Dentist (Tersedia Lengkap Di Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang