Semilir angin berhembus, hari ini warung tutup lebih awal karena saat jam makan siang semua lauk ludes habis. Itu tandanya Ayun bisa beristirahat sejenak sebelum nanti mulai mengupas kelapa lagi. Rumah bergaya joglo yang ditinggalinya bersama sang kakek terasa begitu menentramkan. Lantainya masih berupa acian semen, bukan keramik. Dinding-dinding kayu jati masih kokoh berdiri, meski di bagian belakang sudah sedikit diubah, dengan tembok bata merah.
“Yun, kamu ndak jadi ngelamar kerja di pabrik?” Suara parau dari pria berambut putih itu menyita perhatian Ayun yang tengah mengamati ponselnya.
“Kalau Ayun bantu-bantu Mbak Renny aja gimana Mbah?”
“Kamu itu udah kuliah susah-susah, masak mau jaga warung terus?”
Ayun tersenyum tipis. Sejujurnya dia terlalu menikmati kehidupannya sekarang, tetapi, orang-orang sering melihatnya dengan tatapan iba.
“Kamu tiap hari bangun jam dua, kerja sampai malam. Sekarang masih muda belum terasa, besok kalau kamu sudah tua, baru nyesel.”
Ayun terdiam. Dia benar-benar tidak punya pikiran lain selain melakukan rutinitasnya di warung. Baginya, berinteraksi dengan banyak orang, mendengar cerita dari para pelanggannya, semua itu adalah hal yang mengasyikkan yang bisa menjadi sumber inspirasinya dalam menulis.
“Simbah pengen kamu itu hidup enak. Kerja kantoran, bukan jadi buruh macam Mbahmu ini.”
“Mbah, kalau Ayun dagang saja boleh nggak? Kanjeng nabi juga kan, mencari rejeki dari berdagang? Siti Khadijah pun seorang saudagar. Bukannya kalau Ayun bisa membuka lapangan kerja akan lebih bagus? Sekarang Ayun baru nabung untuk itu. Mau usaha selain usaha warung makan.”
Pria tua itu menatap sang cucu sebelum beranjak dari kursinya.
“Terserah kamu, yang penting Simbah sudah mengingatkan. Oh iya, kamu jangan lupa ke rumah Omamu. Sudah dua minggu kamu ndak ke sana loh. Nanti Omamu kangen.”
Ayun mengangguk dan tersenyum pada pria yang telah membesarkannya itu. Setelah melepas kepergian sang kakek, mata Ayun kembali terarah pada layar ponselnya. Ada banyak notifikasi dari aplikasi WriteMe. Sudah hampir empat hari Ayun tak membukanya, banyak sekali komentar dan pesan di sana.
Sesekali bibir Ayun menyunggingkan senyuman karena pujian atau komentar lucu yang bersarang di lapaknya. Setelah selesai membalas semua komentar, dia membuka satu persatu pesan langsung yang dikirimkan oleh pembacanya. Di urutan teratas terlihat pesan yang di kirim pagi tadi. Dari sebuah akun bernama T4br1z.
T4br1z
[Maaf, kenapa ayat dan ulasan yang disampaikan di setiap partnya sama dengan tulisan di salah satu situs web ya? Bukankah itu plagiat?]
Ayun mengerutkan kening sebelum mengetikkan pesan balasan. Dia mengecek akun itu, baru bergabung di aplikasi ini, tanpa mengikuti dirinya, maupun menekan tombol like di setiap karyanya.
NQ_AyunMu
[Assalamu alaikum, Kak.
Saya memang senang belajar
kajian dari banyak tempat, Kak.
Di sini, saya ingin membagi pengalaman spiritual saya.
Berharap ada sedikit amanah dan pelajaran yang bisa diambil
Dari kisah yang saya tulis.]
Ayun cukup terkejut karena ternyata balasannya langsung dibalas oleh pemilik akun tadi.T4br1z
[Wa alaikum salam.
Tapi apa gunanya,
memberi pelajaran
pada orang lain
Dengan cara mencuri
bahan ajarnya?]NQ_AyunMu
KAMU SEDANG MEMBACA
KALAM MAYA (TAMAT)
Romance"Terkadang manusia merasa dunia maya begitu indah. Dunia rekayasa manusia. Namun, bukankah meski itu rekayasa manusia, Allah tetap memiliki campur tangan di dalamnya?" Nusayba Qurata'ayun *** "Dunia maya menyatukan kita. Akankah dunia nyata juga be...