Rombongan Zulham, Renny, Romo Sam, dan Ayun sudah bertolak ke Solo. Sementara itu, di kediaman keluarga Aji Jati, masih terlihat seorang wanita yang sibuk menghias pernak-pernik pernikahan yang rencananya akan dibawa besok sore ke Solo sebagai hantaran di hari Jum’at pagi.
“Dek,” panggil Nugrah. Rumi mendongak. “Dalem,” jawabnya.
“Air panasnya udah aku siapin, mandi dulu sana.”
Rumi menggeleng. “Ini udah selesai kok, nanti aja di rumah mandinya.”
Iyus yang tengah murojaah di dekat sang ibu melirik ke dua orang tuanya. Nugrah mengulurkan handuk. “Ayo buruan, udah jam setengah delapan loh. Kalau mandi kemaleman nanti nggak bagus. Sana.”
“Nggak mau. Aku mau pulang habis ini,” tolak Rumi.
Nugrah hanya bisa mengembus napas. Ia akhirnya menyerah, mengambil handuknya lagi dan beranjak pergi. Namun, kakinya sengaja menyenggol gelas berisi teh di samping Rumi yang duduk di karpet. Basah sudah bagian bawah kanan gamis Rumi terkena teh. Si pelaku pura-pura tidak tahu.
“Astagfirullah, Mas Nugi!”
Nugrah tersenyum jahil sebelum mengubah ekspresi pura-pura bodohnya. “Kenapa?”
Rumi, akhirnya berdiri setelah mengambil gelas yang terguling dan merebut handuk dari bahu Nugrah. “Heh, katanya nggak mandi?” goda Nugrah. Rumi hanya mencebik dan menabraknya sembari berjalan ke kamar mandi. Nugrah membayangkan jika Rumi akan terkejut dan senang melihat apa yang sudah ia persiapkan.
Percaya atau tidak, air di bathtub itu begitu wangi. Belum lagi tambahan flower petal di sana.
“Mas! Itu kenapa banyak bunganya?” tanya Rumi dengan wajah pucat.
Nugrah yang mengira Rumi akan tersenyum senang dengan kejutannya, justru bingung. Ekspresi istrinya jauh dari dugaan. “Loh, kenapa? Kamu bisa berendam di sana. Udah aku siapin semuanya. Itu semua tadi aku beli, dibantu Ayun sama Renny milihnya.”
“Ih! Tapi itu kenapa malah kayak mau mandiin mayat! Serem tau! Baunya begitu, iiih!”
Nugrah menepuk jidat. “Dek, itu tuh biar wangi, biar kamu nyaman. Gimana, sih.”
“Tapi itu kayak ngundang setan. Aku takut,” rengek Rumi.
“Udah sana buruan mandi, aku tungguin di sini.”
“Bener?”
“Iya bener.”
“Awas, jangan pergi-pergi ya?”
Nugrah terkekeh. “Iya, apa mau sekalian aku temeni di dalem?”
Rumi melotot sebelum ia melenggang masuk. Baru semenit menutup pintu, Rumi sudah membukanya. “Mas?” Ia memastikan Nugrah di sana.
Pria itu ternyata masih berdiri di tempat tadi sembari memegang ponselnya. “Hmm?”
Mendapati sang suami masih di sana, Rumi lega. Ia pun kembali masuk. Perasaan takutnya hilang seketika saat tubuhnya terjamah air hangat nan harum yang sudah disiapkan oleh Nugrah. Ia begitu senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALAM MAYA (TAMAT)
عاطفية"Terkadang manusia merasa dunia maya begitu indah. Dunia rekayasa manusia. Namun, bukankah meski itu rekayasa manusia, Allah tetap memiliki campur tangan di dalamnya?" Nusayba Qurata'ayun *** "Dunia maya menyatukan kita. Akankah dunia nyata juga be...