'Beginikah rasanya memiliki keluarga bahagia? Kakek, orang tua, paman, bibi, begitu lengkap. Tertawa bersama, bercerita tentang segala macam hal, sepele tetapi sangat seru. Bukan hanya di keluarga ini, di keluarga lain pun aku juga melihat hal yang sama ketika orang tua, kakak, adik, semua saling berbagi cerita. Menikmati kehidupan mereka sebagai keluarga, utuh.Allah seperti tengah menunjukkan padaku, kebesaran-Nya. Keberagaman cerita yang tidak aku punya, tetapi ada di luar sana. Aku tidak iri, aku tidak dengki. Justru aku senang, bertambah ilmu. Jika diluar sana, ada keluarga utuh nan bahagia, tak seperti gambaran keluarga yang terjadi dalam hidupku. Yang bahkan tak ingat bagaimana rupa ayah dan ibuku.'
Sebuah bab diunggah Ayun, menyatakan rasa hatinya. Ia menyendiri, di salah satu sudut, melihat ke arah Renny dan Zulham yang tengah tersenyum bahagia dan membahas sesuatu dengan Iyus dan dua orang tua sang pemuda.
"Kamu kenapa?" tanya Romo Sam saat mendapati Ayun melihat kebersamaan putra-putri dan cucunya dengan air muka yang aneh.
"Eh ... mmm ... nggak kok, Eyang. Saya seneng, Mas Yus bahagia. Keluarganya lengkap." Suara Ayun seperti tengah tercekat.
"Nduk, kalau boleh tahu, sejak kapan orang tuamu meninggal?" tanya Romo Sam.
"Kalau ibu sejak saya bayi, kalau ayah, pas saya umur empat." Entah kenapa Ayun tak kuasa menahan tangisnya. Ia tidak iri, tidak. Hanya saja ia terharu, pada akhirnya Iyus dapat berjumpa dengan kedua orang tuanya. Romo Sam mengelus kepala gadis berjilbab itu.
"Cup ... cup ... kamu nggak usah sedih. Allah memilihmu terlahir menjadi yatim piatu sejak kecil karena Allah tahu kamu kuat."
Ayun mengangguk-angguk. "Nggih, Eyang." Lirih Ayun menjawab, segera ia menghapus air matanya.
Suara dering ponselnya terdengar. Ayun merogoh benda itu dari tas kecilnya. Nama Haikal tertera di sana.
"Heh, cengeng."
"Apaan sih, kok telpon-telpon ngatain?"
"Mewek kan, kamu? Mewek kan?"
"Apaan sih, enggak. Kamu kenapa Mas?"
Ayun sedikit menggeser duduknya, agar tak mengganggu Romo Sam yang tengah melihat ke sekeliling Mall.
"Kamu kencan sama kakek-kakek?"
Ayun terdiam, ia kemudian celingukan. "Mas liat aku? Mas di Amplaz juga?"
"Cie, anak Solo tahu Amplaz juga. kamu ngapain kencan sama kakek-kakek? Postinganmu mellow pula hari ini. Iri sama aku yang lagi jalan-jalan sama ayah sama bunda?"
"Mas, pede amat sih. Kamu di mana?"
"Di hatimu." Saat mendengar kata itu ia dikejutkan dengan lemparan sebuah boneka berbentuk bola. Boneka itu tergeletak di kaki Ayun pasca mengenai sang dara.
"Astagfirullah," pekik Ayun. Reaksi Ayun mengundang perhatian Iyus yang tadi tengah membahas sesuatu dengan ayah dan omnya di outlet dekat sang kakek serta Ayun menunggu.
Si tersangka pelemparan meringis. "Goool!" serunya.
Ayun seketika emosi, ia mengambil boneka itu dan melempar ke arah pemuda yang mengisenginya. "Ih, kira-kira dong. Sakit tau!" protes Ayun. Haikal terkekeh. "Salah sendiri, ditelponin dari kemarin nggak mau ngangkat. Ngeselin euy, aku curhat panjang eh dikacangin."
Ayun mendengkus. "Bisa nggak sih nggak berisik sehari aja? Lama-lama aku blok nomermu," ketus Ayun.
Iyus menatap kedua orang itu dengan pandangan tak suka. Nugrah dan Zulham mengikuti arah pandang sang pemuda.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALAM MAYA (TAMAT)
Romance"Terkadang manusia merasa dunia maya begitu indah. Dunia rekayasa manusia. Namun, bukankah meski itu rekayasa manusia, Allah tetap memiliki campur tangan di dalamnya?" Nusayba Qurata'ayun *** "Dunia maya menyatukan kita. Akankah dunia nyata juga be...