Langkah kaki terburu terdengar, tanpa salam tanpa sapa, Renny masuk ke dalam rumah Ayun. Gadis yang tengah serius membaca buku kiat sukses tes wawancara pekerjaan tersebut sampai terlonjak. Janda muda yang baru datang mengempaskan bokongnya ke dipan berlapis kasur busa milik sang adik sepupu.
“Yun, tolong Mbakmu ini,” ucapnya tiba-tiba.
Ayun menutup bukunya. “Tolong apa Mbak?”
“Aku mau nikah. Eh enggak, aku dipaksa nikah. Eh, aku kepaksa nikah. Eh … ya itu intinya.”
Ayun menatap sang sepupu dengan seksama. “Alhamdulillah, sama siapa?”
“Mas Zulham.” Selepas menyebut nama dokter duda dari komplek sebelah, Renny kembali menutup wajahnya. Ia bahkan kini memposisikan diri berguling-guling di kasur Ayun. “Aku kudu piye, Yun. Aku arep dirabi wong sing ora tak kenal. Aku mau dinikahi orang yang nggak aku kenal.”
Tingkah Renny justru membuat adik sepupunya terkekeh geli. Sementara pria sepuh yang baru selesai mandi pasca pulang dari sawah terlihat kaget di ambang pintu. “Astagfirullah, Yun, Mbakyumu ngopo kuwi?”
Renny menghentikan tingkahnya dan duduk ketika menyadari jika kakek berusia tujuh puluh dua tahun tersebut tengah memperhatikannya. “Mbah,” lirihnya.
“Kamu itu kenapa?”
“Mbah, aku mau nikah, aku dilamar sama mas … dokter Zulham. Aku … bingung Mbah. Apa kata orang nanti? Aku, aku, nggak siap berkhianat sama suamiku.”
Pria sepuh itu tertawa. Ia duduk di kursi goyangnya. “Ajaran siapa yang bilang kalau seorang janda yang ditinggal mati suaminya, berdosa kalau menikah lagi. Kalau kamu punya pikiran begitu, berarti kamu menyalahkan Siti Hafsah, istri Rasulullah. Menyalahkan Ummu Salamah, Zainab bin Jahsy?”
Seketika Renny mengucap istigfar. “Astagfirullah, Mbah, mboten kados ngoten maksud kulo. Bukan gitu maksudnya. Aku ….”
Renny tak bisa berkata-kata, sang kakek berhasil membungkamnya. Pria sepuh yang kini meregangkan tubuh sebelum mengayun kursinya pelan hingga mendapat sensasi nyaman seolah tengah dipijit dengan tempo perlahan itu, kembali bicara.
“Ini hanya perkara gengsimu Ren. Kamu, nggak benar-benar menolak dia kan? Bahkan kamu bersyukur atas kehadirannya. Dokter Zul berhasil membawamu lari dari jerat paksa orang tuamu yang memaksa menikahkanmu lagi hanya karena malu punya anak janda, dan kesal karena kamu lebih perhatian pada Bu Latmi dari pada mereka, orang tua kandungmu.”
Renny tertunduk diam, sementara adik sepupunya mengamati situasi. Seperti biasa, ide-ide kreatif muncul di kepala Ayun jika sudah melihat gambaran konflik manusia di dunia nyatanya. Imajinasinya seketika bebas liar, memuaskan dahaganya akan bait-bait kata yang ingin ia sambung menjadi satu dalam indahnya cerita di situs maya.
“Sekarang, jangan banyak bicara. Tambah bekalmu saja agar dokter Zul tidak kecewa menumbalkan diri menikahi janda miskin sepertimu.”
“Mbah, kok gitu sama cucunya,” protes Renny.
Pria tua itu terkekeh sembari menyulut rokok lintingnya. “Loh, gimana nggak menumbalkan diri. Coba pikir, dari pernikahan ini nanti, siapa yang lebih diuntungkan? Kamu apa dokter Zul?”
“Ya jelas, Mas Zulham, aku masih muda, dia udah berumur.”
“Pedemu, Ren, Ren. Kamu itu janda, mau muda, tetep saja janda. Kamu bekas orang. Kalau kasarnya begitu, yak an?”
KAMU SEDANG MEMBACA
KALAM MAYA (TAMAT)
Romance"Terkadang manusia merasa dunia maya begitu indah. Dunia rekayasa manusia. Namun, bukankah meski itu rekayasa manusia, Allah tetap memiliki campur tangan di dalamnya?" Nusayba Qurata'ayun *** "Dunia maya menyatukan kita. Akankah dunia nyata juga be...