Part 23.

161 31 2
                                    


 

            Malam datang, mengantar sejoli yang menikmati kebersamaan mereka, pulang. Motor hitam itu terparkir di carport rumah milik Nugrah. Wajah khawatir Renny seketika terusir. Ia lega sang adik akhirnya pulang.

            “Kalian kemana aja? Mbak susul ke rumah ibumu, kalian nggak ada. Malah kakekmu Yus yang ada di sana.”

            Ayun meringis. “Maaf Mbak, batrei kami habis, buat foto-foto tadi.”

            “Maaf, Tante, kemaleman pulangnya. Soalnya tadi pas habis maghrib kan hujan bentar jadi nunggu reda dulu. Baru jam setengah delapan, kan?” Iyus menggaruk tengkuk.

            “Wis ... wis ... masuk dulu. Ayo, dingin di luar,” ajak Zulham. Pria itu menggiring calon istrinya masuk ke dalam rumah bersama dua muda mudi di sana.

            Ayun segera berpamitan memasukkan belanjaannya ke kamar. Sementara Iyus kini duduk di ruang tengah kediaman sang ayah. “Jalan-jalan ya? Kemana?” tanya Nugrah menggoda putranya. Ia mengacak rambut sang putra gemas. Entah kenapa, semangat hidup Nugrah kembali muncul sekarang. Pria yang mulai beruban itu melepas kacamatanya dan duduk di samping sang putra, seolah tak mau terpisah lagi.

          “Ibu masak apa tadi?” tanya Nugrah.

            “Bikin gethuk sama masak soto. Ibu rewang di tempat tetangga, Pak. Jadi nggak masak banyak.”

            “Dari pada nanya anaknya, mending kamu datengi ke rumahnya. Sampai kapan kamu cuman ngeliatin istrimu dari jauh? Dia istrimu. Arumi istrimu. Istri sahmu, menantuku. Sampai kapan kita kucing-kucingan?” Teguran dari Eyang Sam membuat semua orang di ruangan itu terdiam.

            Nugrah menelan ludah. Ia tak bisa berkata apapun. Iyus paham, ayahnya tengah tersudut sekarang. “Aku takut Dek Rumi jadi histeris lagi atau gimana-gimana lagi, Romo. Aku ... nggak bisa liat dia kayak gitu lagi.”

            Iyus tanpa sadar merangkul pundak ayahnya. “Tenang Pak, kalau memang bapak sungguh-sungguh, bapak mau memperbaiki semuanya sama ibu. Allah pasti akan memudahkan jalannya.”

            Nugrah mengusap wajahnya dan menyugar rambut. “Kalau bisa dari dulu udah aku End Task semua ini kayak di task manager. Tapi nyatanya semua cuman ditaruh di recycle bin dan aku restore lagi, semua rasa ke ibumu. Bapak bisa burning semua file di CD tapi nggak bisa ngeburn kenangan bapak sama ibumu.”

            Ayun seketika memekik. “Allahu akbar. Kok persis,” pekiknya tertahan.

            Semua orang di sana menoleh pada Ayun. Iyus tertawa. “Kamu kenapa Yun?” tanya Renny.

            “Anu itu, gombalannya eh, bukan, modelannya sama Om Nugrah sama Mas Iyus. Gombalan anak komputer, eh programmer, apa itu entah. Pantes ibu bisa tahu soal sintax PHP. Jadi Om Nugrah yang gombalin?”

            Nugrah menatap Ayun dan putranya bergantian. “Ibu? Dek Rumi?” tanyanya.

            “Iya, Pak. Tadi ibu nyeplos gitu pas aku bercanda sama Dek Say.” Perkataan Iyus membuat Nugrah tersenyum-senyum sendiri. “Kamu masih inget aku, Dek?” batinnya.

            “Udah Mas kalau gitu, balikan baik-baik. Kan enak nanti bisa kumpul-kumpul di sini. Romo jadi nggak kesepian lagi, nggih mboten Romo?” tanya Renny pada calon mertuanya.Pria tua itu mengangguk. “Iya, Romo itu hidupnya nggak lama lagi, mosok masih saja harus kesepian, sampai besok mati.”

KALAM MAYA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang