Part 41. Little Family

224 26 2
                                    

Bau semerbak minyak telon bayi tercium di seluruh penjuru kamar. Makhluk berpipi gembil dengan bercak merah karena digigit nyamuk tertidur di atas ranjang mungilnya. Iyus tak henti-henti menatap replika dirinya itu. Ayun yang baru menyetrika baju melirik suaminya.

            “Kamu kenapa sih, Mas?”

            “Gemes, aku gigit boleh nggak?”

            Ayun mengacungkan setrikanya, membuat sang suami nyengir seketika. Seminggu sudah, mereka berkumpul kembali. Keduanya memutuskan untuk tinggal di rumah kakek Ayun yang dulu direnovasi pasca kejadian kebakaran yang merenggut dua nyawa si empunya rumah.

            “Selama di Cilacap, kamu tinggal sama Pak Ridwan itu ya?”

            Iyus mengangguk, ia menutupkan kelambu sang putra agar aman dari nyamuk dan serangga lain, kemudian mendekati sang istri. “Waktu aku sadar, suaminya Mbak Hasna itu belum sadar. Aku juga nggak tau kenapa bisa aku dibawa sama mereka, tapi yang jelas, pas habis jatuh, aku inget masih sempat narik Mas Han sama suaminya Mbak Hasna minggir. Setelah itu bisnya meledak, aku nggak inget apa-apa lagi. Pak Ridwan tersentuh dan mau ajak aku ke rumahnya karena waktu aku masih diobservasi pasca sadar, dia denger aku murojaah. Hapalanku sama sekali nggak ilang. Sama sekali nggak keganggu, meski aku nggak inget aku siapa. Aku ngikutin suara murottal yang disetel Mbak Hasna setiap kali dia nengok suaminya. Dan dari situlah, pak Ridwan jadi mau nolong aku. Aku diajak ke tempat kerja mendiang anaknya, terus ya dipekerjakan sama Mbak Hasna. Awalnya aku Cuma bantu-bantu di gudang ngepak buku tapi ngeliat kemapuan komputerku, Mbak Hasna narik aku ke kantor dan diminta gantiin dia pas dia lahiran.”

            Ayun mendengar cerita panjang sang suami. “Jadi bener ya, Mas. Seorang hafidz Qur’an memang kelihatannya berlabel penjaga ayat Al Qur’an agar tetap terjaga sampai kapanpun. Tapi, nyatanya justru AL Qur’anlah yang menjaga mereka, menjaga kalian. Masyaaallah ... pengen deh bisa khatam juga.”

            Iyus mematikan saklar stop kontak setrika Ayun. Ia kemudian meraih tangan snag istri dan melakukan kebiasaan mereka dulu, saling bicara sambil memangku sang istri. “Mas, aku berat sekarang. Udah nggak ada bedanya sama sapinya Pakde Atmo.”

            “Hus, nggak boleh gitu. Kamu kayak gini juga karena berkorban buat Kahfi kan? Kamu nyesel hamil dan ngelahirin Kahfi?”

            “Eh nggak gitu juga dong, cuman ... insecure. Aku nggak cantik lagi.”

            Iyus mengembus napas. “Siapa bilang kamu nggak cantik? Sini aku tempeleng orangnya. Lagian, buat aku sama Kahfi, kamu itu wanita tercantik di dunia. Di akhirat juga, nanti. Apa nggak cukup, pujian dari kami? Mau dipuji cowok-cowok lain? Hm?”

            Ayun menggeleng cepat, ia menyembunyikan wajah di dada suaminya. “Nggak gitu juga, ih, Abi Kahfi jangan marah-marah gitu.”

            Iyus tak menjawab, ia mengeratkan pelukan ke istrinya. Hal yang selama delapan bulan terakhir ia lewatkan. “Andai kematin aku nggak balik, kamu gimana? Katanya kamu deket sama Haikal?”

            “Astagfirullah, jangan ngomong sembarangan. Mas Haikal itu deket sama Mbak Eka. Mas udah tahu belum sih ceritanya? Pas Mas ilang itu, Mbak Eka ditinggal nikah sama Mas Anton. tiba-tiba gitu loh, kepergok pas di gereja. Sejak itu dia deket sama Mas Haikal. Sering nganter Mbak Eka ke Jogja juga nengokin aku. Terus kemarin pas Mas Haikal main futsal, Mbak Eka itu kena musibah, dia mau diperkosa sama Mas Anton. Kabarnya gitu, terus Mas Anton dihajar sama Mas Haikal.”

            “Astagfirullah, kok bisa nekat gitu?”

            “Ya namanya cinta,Mas, gimana sih. Kemarin sempat diseret ke kantor polisi tapi sekarang udah dibebasin, soalnya Mbak Eka udah maafin. Dia dapat sanksi dari kantornya juga loh, Mas. Karena cinta buta. Kasian juga istrinya, jadi malu semua sekeluarga.”

KALAM MAYA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang