Part 43. Cerita Kita

235 29 2
                                    


Kahfi, bocah gembul yang mulai mengeluarkan suara selain tangis itu asik menjejakkan kakinya ke udara. Ada Haikal di sampingnya menunggui. Di sisi lain, ada kedua orang tuanya yang sedang bekerja dari rumah.

"Kaf, Om lagi galau nih," curhat Haikal pada Kahfi.

"Om pengen ngelamar cewek, tapi belum boleh sama ayah sama bunda. Katanya, Om belum dewasa. Padahal Om udah dua tiga loh."

Suara si anak bayi terdengar, seolah menjawab curhatan si bayi tua.

"Padahal, Om pengen kayak Ummi sama Abimu. Bisa nikah muda. Pengen juga punya baby gemoy kayak kamu, Kaf."

Haikal menatap si gembul dan sesekali mencium kaki sang bayi. Iyus yang tengah mengamankan database milik Dewangga Kingdom, menyenggol sang istri yang sibuk merekap invoice purchasing dari perusahaan yang sama dengan suaminya.

Kedua orang itu bekerja di tempat yang sama.

"Emang Om Ikal mau ngelamar siapa sih?"

Haikal mendongakkan kepala, menatap ibu si bayi sekilas.

"Abinya Kahfi tau," jawab Haikal.

Ayun melempar tatap ke suaminya. "Mbak Eka?" tanya Ayun tanpa suara. Iyus hanya tersenyum.

Haikal kini memang menjadikan Iyus sebagai tempat berbagi ceritanya. Dulu Ayun yang menjadi tempatnya berkeluh kesah. Namun, ia sadar, sudah tak pantas ia merusuhi hidup Ayun, itulah kenapa ia menyasar suami Ayun. Beruntung, Iyus sudah biasa menghadapi para santriwan yang ia asuh selama ini.

"Mas, kalau aku nekat gimana ya? Tapi ... Nggak mau nekat, gimana bisa aku ngelawan bunda. Kakakku aja kemarin milih patah hati, daripada harus ngelawan bunda sama eyang."

"Jadi, kamu harus milih yang kedua. Tinggalkan dia." Iyus memberi solusi.

Haikal merebahkan dirinya di samping Kahfi dan bergulung-gulung.

"Heeh! Anakku awas ya kalau sampai ketimpa kamu!" teriak Ayun.

Haikal akhirnya menghentikan tingkahnya. Ia diam. Kelelahan pasca latihan fisik pagi tadi, kini, ia yang rencananya ikut WFH dengan Ayun dan Iyus perlahan tertidur di samping Kahfi.

"Dasar bayi gede, diem lima menit udah tidur," kekeh Iyus.

"Nggak kebayang kalau dia beneran nikah sama Mbak Eka."

"Tapi cocok, kan Mbak Eka ngayomi. Tapi ya, Haikal beneran brondong. Dia seumuran kamu, Mbak Eka seumuran aku."

Iyus dan Ayun terkekeh. Di saat itu yang dibicarakan datang. Eka, membawakan kue pukis untuk Ayun dan iyus.

"Istirahat dulu, makan siang. Nih, pukis."

"Alhamdulillah, rejekinya banyak banget hari ini. Haikal bawain pizza, kamu bawain pukis, Mbak."

Eka menoleh ke arah kasur dimana Kahfi dan Haikal tidur.

"Duh, gantengku bobok." Eka mendekati Kahfi dan mengecup pipinya.

"Hei, hati-hati, jangan salah cium," goda Iyus.

Eka mencebik. Ia membenahi selimut Kahfi. Di sampingnya, Haikal tertidur pulas. Ia melirik pemuda itu. Wajahnya sepolos Kahfi, seolah tanpa dosa. Eka meraih selimut perca yang terlipat di pojok kasur, menutupi tubuh pemuda yang tengah terlelap di sana.

"Enak banget Mbak, pukisnya. Emang mau ada acara?"

Eka mengangguk. "Orang tua Mas Burhan mau datang katanya nanti malem sama anak-anak Mas Burhan."

Ayun mendekati sang sahabat. "Mas Burhan? Pak Burhan yang katanya mau dijodohin sama Mbak? Mbak mau nikah sama dia? Mbak, itu ... Eh mbak nggak pikir-pikir dulu apa? Mbak jangan sembarangan loh."

KALAM MAYA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang