"Kau mau pulang bersama kami?"
Jiyeon terkejut begitu pula Yeojun. Tidak disangka dan tanpa aba-aba Soohyun menawarkan tumpangan pada Jiyeon, yang bahkan Yeojun tidak berani lakukan.
"Iya antarlah Jiyeon. Selama ini dia tidak mau pulang bersama kami." Sahut ahjumma.
"Ahjumma..." Jiyeon merasa ini bukan waktu yang tepat dan entah kenapa ahjumma malah mengadu pada dua laki-laki yang sudah lama Jiyeon idolakan.
"Mungkin kita searah. Tapi kalau tidak searah juga tidak apa-apa." Canda Soohyun.
"Baiklah."
"Terima kasih makanannya." Mereka mengucapkan sambil berpamitan dan meninggalkan restoran.
Mereka langsung menuju ke mobil yang terparkir tepat di depan restoran.
"Aku akan menjaga supaya makanan kita tidak tumpah." Ucap Soohyun lagi-lagi dengan begitu santai sambil membawa masuk makanan ke kursi penumpang di belakang.
Yeojun tidak habis pikir dengan kakak satu-satunya di grup. Ia pun masuk ke kursi pengemudi begitu juga dengan Jiyeon yang mau tidak mau harus duduk di samping Yeojun.
"Bisa kau beri tahu alamat rumahmu?" Tanya Yeojun. Ini pertanyaan wajar dan bukan pertanyaan modus atau pendekatan karena ia benar-benar tidak tahu rumah Jiyeon.
Jiyeon pun mengatakan alamat rumahnya dan membantu Yeojun mengatur GPS agar mencarikan jalan menuju rumah Jiyeon.
Soohyun berusaha sebaik mungkin untuk tidak menganggu. Ia tahu situasi dan apa yang harus tau tidak boleh dilakukan. Terkadang perlakuan atau pandangan seseorang bisa lebih menjelaskan situasi daripada kalimat. Maka ia juga bisa membaca pandangan anggota yang lebih muda satu tahun darinya itu.
Beberapa menit awal perjalanan mereka benar-benar hening. Tidak ada yang berani memulai pembicaraan, atau juga karena tidak tahu mau membicarakan apa.
"Jiyeon-ssi." Panggil Soohyun. Dia akhirnya memulai.
"Iya?"
"Apa disekitar restoran itu memang sudah biasa banyak orang aneh?"
"Orang aneh?" Jiyeon tidak mengerti definisi orang aneh itu seperti apa.
"Iya. Aku melihat sepertinya seorang perempuan, dia berdiri di sekitar restoran tadi, dan beberapa kali bolak balik."
"Mungkin dia memikirkan menu makan malam." Sahut Yeojun.
"Tapi akhirnya dia tidak masuk. Bukankah aneh?"
"Mungkin dia sudah mengganti pilihan makan malamnya."
Soohyun menghela napas. "Terserah kau saja."
Percakapan malah berubah jadi perdebatan yang tidak penting. Tetapi Jiyeon tersenyum karena ia kembali merasakan kehangatan di antara idola sekaligus kawan lama.
"Soal tadi, terima kasih sudah menolongku, Yeojun-ssi." Ucap Jiyeon.
Yeojun menoleh sepersekian detik lalu kembali fokus pada jalanan dan GPS. Ia pun berkata, "Ah iya... aku hanya melakukan apa yang sebaiknya kulakukan."
Suasana antara Yeojun dan Jiyeon semakin membaik. Terlebih ketika Jiyeon mau kembali bertemu dengan Yeojun.
"Ngomong-ngomong, kenapa kau tidak mau pulang bersama pacarmu?" Tanya Yeojun. Pertanyaan yang sebaiknya tidak ditanyakan tapi dia sangat penasaran.
"Pacar?" Jiyeon mengernyitkan dahinya. Ia pun menyadari sesuatu. "Ah, orang yang kupanggil oppa tadi?"
"I-iya. Bukankah dia pacarmu?"
Jiyeon menggeleng. "Bukan. Dia putra ahjumma, aku memanggilnya oppa karena dia beberapa tahun lebih tua dan dia memintaku memanggilnya begitu."
Jika boleh jujur, Yeojun merasa sangat senang mendengarnya. Tapi sayangnya dia memilih untuk membohongi perasaannya sendiri. Dia berusaha biasa saja saat mendengar hal itu dan jika memang laki-laki itu adalah pacar Jiyeon ya tidak masalah.
"Ah begitu ya... ku kira dia pacarmu makanya aku tanya kenapa kau tidak mau diantar." Yeojun menyengir. "Maaf sudah sok tahu."
"Tidak apa."
Soohyun berusaha mencegah agar suasana tidak menjadi canggung dan segera bertanya. "Lalu kau pulang naik apa, Jiyeon-ssi?"
"Bus. Atau kadang ahjumma membiarkanku membawa motor sekalian mengantar pesanan yang terakhir. Aku merasa tidak enak kalau pulang bersama ahjumma, pasti merepotkan. Dan aku saat ini juga merepotkan kalian."
"Tidak kok. Lagipula kami pelanggan terakhir hari ini, anggap saja kau mengantarkan pesanan." Sahut Yeojun.
Seperti Yeojun yang dikenal Jiyeon tahun lalu, laki-laki itu masih sama. Melakukan hal manis tanpa berusaha menunjukkannya sama sekali. Seorang yang hangat dan bisa membuat hati Jiyeon terasa tenang.
"Baiklah. Meskipun alamat yang dituju adalah rumahku, aku mengantarkan pesanan kalian."
Perjalanan menuju ke rumah Jiyeon terasa lebih santai. Tidak lagi dipenuhi rasa canggung atau tidak enak
Rumah Jiyeon tidak terlalu jauh dari restoran. Kini mobil yang mereka telah berhenti tepat di depan rumah Jiyeon. Rumah sederhana dengan sebuah halaman kecil yang diisi beberapa tanaman dan kursi yang sekaligus bisa menjadi meja dari kayu.
"Terima kasih sudah mengantarku." Ucap Jiyeon sebelum turun dari mobil.
Setelah itu barulah Jiyeon turun dan berdiri di depan pagar. Ia menunggu Yeojun dan Soohyun untuk pergi lebih dahulu tetapi nampaknya memang Jiyeon harus masuk ke dalam rumah terlebih dulu. Mereka tentu tidak mau meninggalkan Jiyeon berdiri di halaman rumah sendirian, maka Jiyeon harus masuk terlebih dulu baru mereka pergi.
Di dalam rumah, Suhyeong langsung melempar pertanyaan pada Jiyeon yang baru saja masuk.
"Kau pulang bersama siapa? Pertama kalinya ibu melihatmu pulang dengan mobil itu."
Jiyeon tersenyum. "Teman lama, teman lama yang hangat."

KAMU SEDANG MEMBACA
shineling | yoongi jieun
Fanfictiondarkling; yang mulai gelap Pertemuan antara calon idola dan calon penggemar yang secara tidak sengaja, mengawali kisah antara Hong Yeojun dan Ryu Jiyeon. Berbagai kesamaan seperti kota tempat mereka dilahirkan, atau bagaimana impian mereka dipandang...