12|| Miris

95 19 1
                                    


Hari Sabtu, hari libur bagi keempat manusia bernama Sunoo, Sunghoon, Jaehyuk dan Jake.

Hari ini mereka tengah berkumpul atau bahasa non bakunya nongkrong di warung kopi, yang kebetulan ada di samping rumah Sunoo.

Mereka sedang sibuk berdiskusi. Iya, berdiskusi tentang masalah Sunghoon pastinya.

"Eh, gue kemaren udah nyuruh orang buat cari informasi persis kayak yang lo ceritain kemarin," ujar Sunoo.

"Terus?"

"Orang nya bilang kemungkinan emang motifnya balas dendam, karena kemarin waktu dia lagi ngebuntutin si Jay, dia ngeliat Jay kayak ke sebuah toko gitu." Jelas Sunoo.

"Toko apaan?" Tanya Jaehyuk.

"Kalo gak salah sih kayak toko perlengkapan senjata gitu. Soalnya tempatnya terpencil banget, bangunan nya juga kumuh. Kemungkinan itu toko perlengkapan senjata ilegal." Sunghoon pun mengangguk mengerti.

"Ngapain dia kesana?" Sunoo hanya bergidik tak tahu.

"Sekarang gue jadi bingung," gumam Jake.

"Gue juga, ini terlalu rumit. Kalo Jay belum mulai ngejalanin rencananya otomatis kita juga gak bakal bisa dapet informasi apapun selain yang udah kita dapetin sekarang ini." Sahut Jaehyuk

Ting!

Suara pesan masuk dari ponsel Sunghoon, lalu saat ia lihat ternyata itu pesan dari Wonyoung.

Wonyoung

|Sunghoon ke kafe MistyNa sekarang. Gue mau ngomong sesuatu

"Guys, thanks banget. Gue kudu pergi, si Wonyoung minta ketemuan," ucap Sunghoon lalu diangguki oleh teman-temannya.

÷×÷

Dan sekarang disinilah Wonyoung dan Sunghoon bertemu di kafe MistyNa, tampak dari raut wajah Wonyoung yang serius membuat Ian kebingungan. Tak biasanya Wonyoung menampakkan raut wajah seperti itu.

"To the point aja, mau ngomong apa?" Ucap Sunghoon, Wonyoung mengambil nafas panjang.

Gadis itu gugup, sekali.

Ini pertama kalinya dia bicara serius seperti ini dengan Sunghoon.

"Rumor lo keluar dari ekskul basket itu, bener?" Sunghoon tampak termenung sebentar.

"Iya."

Singkat, padat, dan jelas.

"Kenapa lo keluar?" Sunghoon pun menopang dagunya diatas meja kemudian mengalihkan pandangannya ke arah luar kafe.

"It's secret."

"Ck, please lah, Hoon. Jangan main rahasia-rahasiaan gitu, kan lo udah pernah janji ke gu—

"Janji? Ke lo? Bukannya gue bilang nya ke kalian ya?" Wonyoung pun langsung mendecih tak suka.

"Gue gak bisa—ah ralat, gak mau ngasih tau ke lo apa alasan gue keluar dari ekskul basket. Because it's my privacy," jelas Sunghoon.

"Lagian lo ngapain nanyain hal itu? Urusan gue keluar dari ekskul basket gak ada kaitan apapun sama lo, tapi kenapa lo penasaran?"

"Ck, emang nya salah ya penasaran sama sahabat sendiri?" Sunghoon pun menganga tak percaya mendengar pertanyaan Wonyoung

"Sahabat? Emang nya kita masih sahabatan? Setelah Jay bilang kalau dia suka sama lo dan lo dengan seenaknya bilang kalo lo gak suka sama dia tapi sukanya sama gue, hah?"

Bagai petir kilat menyambar hati Wonyoung setelah mendengar penuturan Sunghoon. Sakit sekali hati nya setelah mendengar fakta itu.

"Dan setelah itu persahabatan kita hancur, Won, cuma gara-gara cinta sialan itu!" Wonyoung pun menghela nafas panjang.

"Bisa gak, gak usah bawa-bawa masa lalu? Gue muak dengernya!" Protes Wonyoung, sementara Sunghoon hanya terdiam sambil menampilkan senyum miringnya.

"Kenapa? Lo takut? Lo takut buat ngenang kejadian miris itu?" Tanya Sunghoon, di nada bicaranya tersirat sebuah kesenangan.

"Oh atau lo takut nginget kejadian di saat Jay hampir ngebunuh lo setelah lo bilang itu?"

÷×÷

Jay, lelaki itu kini tengah berjalan santai menyusuri taman kota yang sepi. Iya, kan sudah sore yasudah pasti sepi dong.

Lelaki itu terus berjalan tapi kali ini dia membelokkan arah jalan nya ke arah barat, kemudian kembali berjalan lurus seperti yang di lakukan nya tadi.

Jay pun berhenti tepat di depan sebuah danau, mata nya menatap ke bawah dan memperhatikan pantulan diri nya di air.

Tak lama kemudian Jay pun langsung tertawa kecil. Bukan, Jay tertawa bukan karena dia melihat pantulan dirinya melainkan karena dia teringat akan sesuatu yang lucu di hidupnya.

Tempat ini, Jay ingat sekali bahwa tempat ini punya kenangan yang sangat kejam.

Dulu, dulu sekali disaat diri nya masih berusia kisaran 10 tahun, dia sering melihat sepasang kekasih yang selalu bertengkar di danau ini.

Bukan hanya sekali tapi berkali-kali, anehnya setiap Jay ingin berjalan mendekat ke arah pasangan itu guna memberi tahu bahwa tempat ini merupakan tempat umum dan tidak baik untuk bertengkar apalagi saling memukul seperti itu.

Iya, sepasang kekasih itu juga saling memukul dan menyakiti satu sama lain. Sepasang kekasih itu akan langsung berpisah, kemudian berjalan ke arah yang berlawanan.

Kejadian itu terus berangsur sampai diri nya menginjak usia 16 tahun.

Setelah itu dia tak pernah lagi melihat sepasang kekasih itu, dia lega sekaligus merasa aneh.

Dia menyadari bahwa selama dia melihat sepasang kekasih itu bertengkar, dia tak pernah sekalipun melihat wajah salah satu dari mereka.

Wajah mereka berdua selalu tertutup oleh sinar matahari yang akan terbenam, menyisakan cahaya berwarna oranye kejinggaan yang terpatri di wajah mereka.

Misteri sekali, pikir Jay.

"Kira-kira gimana ya kabar sepasang kekasih itu? Mereka udah putus belum ya? Atau mungkin mereka masih bersama dan tetap ngelanjutin urusan bertengkar mereka di tempat lain?"

Berbagai pertanyaan mengisi kepala Jay, dia pun mendongak menatap lurus tepat pada matahari yang sebentar lagi akan terbenam.

"Cih, tapi siapa juga yang tahan sama hubungan toxic kayak gitu? Udah pasti mereka berdua bakal putus karena udah nggak sanggup lagi buat pertahanin hubungan konyol itu," ucap Jay.

COMPLETION [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang