39|| Darah

75 10 5
                                    

TW ⚠️⚠️

Mengandung adegan kekerasan dan pembunuhan. Harap pembaca bisa bijak dalam membaca cerita ini.


Winter menatap lurus ke arah rumah yang sudah seminggu tak lama ia kunjungi, padahal rumahnya tak jauh dari rumah yang sekarang ia lihat ini. Mata Winter pun mendapati seorang gadis yang juga tengah berdiri di depan pintu pagar rumah itu.

"Karina!"

Yang merasa namanya di panggil pun menengok ke arah belakang, mendapati rekan kerjanya yang sedang berjalan cepat ke arahnya.

"Kok gak masuk duluan?" Tanya Winter.

Karina hanya menggeleng, "gak sopan, Win. Gue kan kagak ada hubungan apa-apa sama yang punya rumah."

Winter hanya terkekeh, temannya ini ternyata masih punya akhlak dan sopan santun terhadap orang yang tak ia kenal. Padahal biasanya kebalikan banget dari ini.

"Yaudah ayo masuk," ajak Winter sambil menyiapkan pistol yang ia bawa.

Mereka berdua berjalan ke arah pintu utama rumah. Jika dilihat-lihat rumah ini tampak sepi seperti tak ada penghuninya.

"Rumahnya sepi, keliatan gelap juga kalo dari luar. Orang-orang komplek mungkin bakal ngira kalo penghuni rumahnya lagi pergi tapi-

"Tapi beda lagi sama kita, kita malah curiga kalo di rumah ini terjadi sesuatu," lanjut Winter.

"Betul," imbuh Karina.

Winter pun kembali memimpin jalan, tangan sebelahnya ia gunakan untuk mengecek apakah pintunya terkunci atau tidak.

Gadis itu mengernyit bingung, "gak kekunci?"

"Mungkin ada yang habis kesini," ucap Karina lalu membuka pintu tersebut.

Satu kata untuk mendeskripsikan keadaan di dalam rumah, gelap.

"Gelap banget, kayak gak mampu bayar listrik aja dah yang punya rumah." Ucap Karina.

Winter hanya menatap datar Karina yang sudah berjalan masuk ke dalam rumah mendahuluinya. Winter pun ikut masuk lalu berjalan mencari saklar rumah yang kebetulan tak terlalu jauh letaknya dari pintu rumah.

Saat ingin menyalakan saklar itu, Winter jadi berpikir ulang tentang ucapan Karina tadi.

"Kan gue bilang juga apa, yang punya rumah tuh gak ada modal buat bayar listrik," celetuk Karina lalu menyalakan senter ponselnya.

Walau cahaya dari ponsel Karina tak bisa menerangi isi rumah dengan jelas setidaknya itu agak membantu jika dia salah menginjak sesuatu di lantai.

"Hm, setau gue Jay itu rajin bayar listrik deh, gak mungkin banget tiba-tiba nih lampu rumah mati gara-gara lupa bayar. Pasti ada yang mutusin saklarnya," ucap Winter.

"Logisnya kan emang gitu, Win," balas Karina.

Ketika sedang asyik melihat isi rumah, kaki Karina tak sengaja menginjak sesuatu yang menurut sang empu aneh. Gadis itupun menyenter ke arah benda yang ia injak tadi.

"Ini.. jari?"

Gadis itu mengerutkan keningnya ketika dirinya menyenter lurus ke arah meja makan. "Winter, sini deh."

Winter yang sedari tadi ikut melihat-lihat isi rumah, berjalan menghampiri Karina lalu menepuk pundak temannya itu. "Kenapa?"

"Tuh, liat."

Winter melihat ke arah yang di senteri oleh Karina, mulutnya membentuk huruf O ketika melihatnya.

Sebuah mayat dengan keadaan menggantung di atas meja makan, jari-jari tangannya sudah tidak ada dan beberapa luka tusukan di leher, dada dan kepalanya.

COMPLETION [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang