Qina masih terus menangisi kepergian seorang Taerivan Ammarzidan. Hingga acara pemakaman selesai, dirinya masih terus bersimpuh di dekat nisan yang masih basah itu.
Semua orang yang mencoba menenangkan Qina, tak ada satupun yang berhasil. Bahkan, hujan deras yang mengguyur pemakaman tak membuat Qina berhenti dan beralih dari posisinya.
Air mata Qina melebur dengan derasnya air hujan yang sejak tadi turun tanpa henti. Yoon sudah berusaha memayungi adiknya yang keras kepala itu, tapi-- semuanya percuma. Qina malah marah dan menyuruh Yoon pergi.
Bagi Qina, ia memang sudah sepantasnya menerima semua kesedihan tanpa ujung ini. Alih-alih sebagai bentuk karmanya, karena tak pernah menghargai kehadiran sosok Tae selama banyak waktu yang dulu mereka habiskan.
Miris, hanya itu yang ada di benak Yoon, Rin, Joon, Jim, Jungso, Jeon dan Christyn memandang Qina yang justru semakin memburuk kondisinya.
Qina, memang biasa tidak memedulikan sekitarnya. Tapi, kali ini berbeda, ia bahkan tidak lagi memedulikan dirinya sendiri. Kesedihannya terlalu dalam membawa raga dan batin Qina jatuh pada kesakitan tak berujung.
Seandainya saja, seorang Taerivan Ammarzidan tahu kondisi Qina saat ini. Pasti ia sudah hadir dan menenangkan Qina tanpa harus banyak bertanya, seperti yang biasa ia lakukan--dulu.
"Gua gak pernah mikir ternyata emang sedalam ini arti hadirnya lo di hidup gua bocah kampret" teriak Qina dalam tangis dan derasnya hujan yang menerpa gadis itu
"Kalau dulu gua sadar lebih awal, seenggaknya gua gaakan semenyesal ini Tae, dan seenggaknya kita bisa bahagia meskipun sedikit" teriak Qina lagi dalam tangisnya
"Maafin gua ya, gua butuh waktu terlalu lama buat sadar sama perasaan gua ke lo, harusnya lo gak pergi secepat ini bocah, gua sayang sama lo!!" Qina histeris sembari memeluk nisan milik Tae
"Hai calon pacar, hari ini udah suka belum sama gua?, Pasti belum ya,😁" tulis Tae dalam sticky notes yang selalu ia berikan pada Qina
Tiap kali Qina menagis selaku muncul kembali dalam ingatannya sebersit ucapan yang terlontar atau bahkan sepucuk kenangan antara dirinya dan Tae.
Jujur saja, hal itu membuat Qina semakin merasa bahwa ia memang tak bisa dan tak akan pernah sanggup untuk kehilangan sosok Tae dalam hidupnya.
Qina, akhirnya menyerah raganya tak lagi mampu menahan dinginnya guyuran air hujan yang turun dengan derasnya. Yaa...pada akhirnya gadis itu pingsan di pemakaman lelaki yang baru-baru ini ia cintai dengan sadar.
Yoon panik bukan kepalang, melihat adik semata wayangnya pingsan tak berdaya. Ia langsung berlari ke arah Qina bersamaan dengan Jeon yang juga berlari ke arah Qina.
Entah refleksnya yang terlalu cepat atau apa, tapi Jeon sudah lebih dulu membawa tubuh Qina yang tak sadarkan diri.
Sedangkan Yoon, ia berlari di samping Jeon, ia begitu khawatir pada Qina, sebab kulit Qina menjadi sangat pucat sekali.
Mereka langsung membawa Qina ke rumah sakit. Kondisi Qina benar-benar parah, seluruh tubuhnya pucat dan dingin, bibirnya juga terdapat bercak biru.
Yoon dan Rin terus menerus mengusap tangan Qina saat diperjalanan menuju rumah sakit. Berharap usaha mereka akan sedikit menghangatkan tubuh Qina yang sudah sedingin es saat ini.
Lagi-lagi, Jeon yang membawa Qina turun dari mobil dan menuju ruang IGD sesaat setelah sampai di rumah sakit terdekat. Sedangkan Yoon dan yang lainnya berlarian mencari dokter untuk menangani Qina.
Untunglah, mereka segera mendapatkan dokter untuk menangani Qina dengan segera. Jeon dan yang lainnya menunggu di luar ruangan selama Qina diperiksa oleh dokter.
Butuh waktu lama bagi dokter memeriksa kondisi Qina, para suster bahkan keluar masuk ruangan membawa alat AED (Automated External Defibrillator). Dokter langsung menggunakan alat itu untuk merangsang jantung Qina untuk kembali berdetak.
Karena, kondisi Qina yang memiliki suhu yang jauh di bawah normal, detak jantungnya terhenti. Dan dokter terus menggunakan alat kejut jantung itu untuk berusaha menyelamatkan Qina.
Semua orang yang menunggu di luar semakin dibuat panik dengan di bawanya alat itu masuk ke ruangan Qina. Mereka hanya berharap, semua akan baik-baik saja bagi Qina.
Namun, kembali lagi harapan hanyalah harapan yang selalu diucapkan oleh manusia. Tapi, takdir adalah ketentuan Tuhan yang tak bisa diubah oleh manusia, dan takdir Qina memang berhenti sampai di sini.
"Gua dimana ini, itu--itukan Tae, bocah kampret itu gua ketemu dia" ucap Qina dengan senyum ceria menghampiri sosok yang ia percayai sebagai Taerivan Ammarzidan
"Eeh cantik, apa kabar?" Sapa lelaki itu
"Gua gak baik-baik aja, karena Lo pergi dari gua Tae. Kenapa, baru sekarang kita ketemu..lo kemana aja?!" ucap Qina penuh tanya
"Gua gak pernah kemana-mana, sekarang kita udah ketemu di tempat yang indah ini. Tapi mungkin, tidak akan indah bagi orang lain" ucap Tae menciptakan persepsi ambigu bagi Qina yang mendengarnya
"Aku mau kita bersama Tae, aku sudah sadar bahwa aku mencintaimu" ucap Qina mengakui
"Aku juga mencintaimu, tapi maafkan aku cantik.." ucap Tae yang sosoknya perlahan kembali menghilang
"Aaaaa Tae jangan pergi, gua ikut gua gak tau tempat ini" teriak Qina
"Qinazia Coolisty mari ikut dengan saya" ucap sosok yang tiba-tiba datang dari arah belakang Qina berdiri
Qina berusaha menjawab dan menolaknya, tapi ia tak mampu, ia berteriak tapi tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya. Sedangkan, kakinya amat patuh mengikuti arah yang ditunjuk sosok misterius itu tanpa perlawanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAEVA PUELLA (End☑️)
Random"Yeaay, jadi apa yang lo lakuin sebelum tidur?" ucap Cesil antusias sembari mengarahkan HP nya ke arah bibir Qina untuk merekam "Memejamkan mata" ucap Qina datar dan berlalu pergi kemudian Sekiranya begitulah interaksi antara gadis savage Qinazia Co...