"Nat, udah belom?" tanya Jia dari luar.
"Belom," jawab Natha yang masih berada di kamar mandi.
"Lama banget, lo sengaja ya dilambat-lambatin mandinya?" tuduh Jia. Pasalnya sudah hampir satu jam berlalu dan Natha masih sibuk mengguyur seluruh badannya dengan air.
"Loh? Enggak kok, gue kan kalau mandi emang suka lama," balas Natha tak terima.
Jia menghela napasnya. Ia bersandar pada tembok di samping pintu kamar mandi seraya bersedekap. "Buang-buang air tau nggak?! Awas aja kalau gue diprotes ibu kost!"
"Nanti gue bayar kok, tenang aja. Gue di sini bukan cuma numpang ya, tapi gue bayar!" Terdengar seruan Natha di dalam sana.
Jia mengelus dadanya sendiri, bersusah payah menyabari dirinya sendiri agar tak kelepasan emosi. "Lo masih mau menghindar dari Shaka ya?"
Tak ada jawaban dari Natha. Hanya terdengar suara guyuran air ke lantai. Jia menganggap apa yang ia tuduhkan memang benar adanya.
5 menit berlalu.
"Cepetan, Natha! Shaka udah nunggu lama tuh di luar, gue gak enak. Mau dibawa masuk juga nanti ibu kost marah." Jia kembali berucap, berusaha menyadarkan Natha agar cewek itu mau menyelesaikan acara mandinya.
Ternyata manjur. Natha keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit tubuh dan kepalanya. "Ya udah kalo gitu suruh pulang aja, gue masih lama, masih harus dandan dulu. Nanti gue bisa pulang sendiri, dianter sama lo." Raut kesal tampak jelas dari wajah Natha saat mengatakan itu.
Jia menatap Natha tak percaya. Semudah itu Natha mengatakannya, sedangkan Shaka sejak tadi sudah menunggu terlalu lama hanya untuk membawa Natha pulang.
Jia memaksakan senyum, "Sayangnya gue gak mau nganter. Lagian lo udah tiga hari di sini, bosen gue liat muka lo mulu," ucap Jia.
Natha seketika mendengkus kasar, "Nyebelin"
"Bodo! Cepetan pake baju!" Jia mendorong Natha menuju lemari pakaian. Ia mengobrak-abrik lemari dengan maksud mencarikan baju untuk dipakai Natha.
Kaos biru dan celana selutut sudah Natha dapatkan. Jia lalu kembali mendorongnya menuju kamar mandi.
"Cepetan pake! Dalemannya pake punya lo dulu!"
Natha tak punya pilihan lain, ia terpaksa menuruti perintah Jia yang sudah mati-matian menahan emosi.
"Udah." Natha keluar dengan rambut basah dan kusut.
Jia mengangguk, "Bagus, kalo gitu cepet keluar, Shaka udah nungguin."
"Tapi gue mau sisiran du—"
"Gak ada sisir-sisiran! Cepetan keluar." Sebelum Natha menyelesaikan ucapannya, Jia telah lebih dulu memotong ucapannya seraya membawanya keluar.
Natha lagi-lagi hanya bisa menurut. Ketika ia sampai di teras kost Jia, matanya bertemu tatap dengan netra hitam milik Shaka. Tampak cowok itu bersandar pada mobilnya sambil bersedekap. Tatapan Shaka tak beralih sedikitpun dari Natha sejak kemunculannya.
Sementara itu, Jia terus membawa badannya sampai Natha berada di depan Shaka sepenuhnya.
"Nah udah, kalau gitu gue masuk ya!" pamit Jia dengan senyum simpul.
"Makasih, Ji," ucap Shaka yang dibalas anggukan oleh Jia. Setelahnya cewek itu bergegas masuk ke dalam kost dan menutup pintunya. Alhasil Natha jadi tak punya cara untuk kabur dari Shaka.
Keduanya kembali saling tatap. Natha menilin jari-jari tangannya dengan gugup yang menyiksa. Tatapan itu, Natha tak tahu itu tatapan marah atau bukan. Ia tak tahu Shaka masih marah atau tidak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake✔️
Novela JuvenilBagi Arshaka, hanya ada dua perempuan yang menjadi prioritas di hidupnya. Pertama adalah ibunya, dan kedua adalah Zeanatha Aileen. Bagi sebagian orang di kampus, Natha adalah cewek paling beruntung. Memangnya siapa yang bisa membuat Shaka luluh se...