20. Hiburan

832 119 5
                                    

Natha mulai tenang setelah menumpahkan tangisnya selama satu jam lebih. Cewek itu menyandar pada kaki sofa seraya mengatur napasnya agar kembali normal.

Shaka yang ada di sampingnya bergerak untuk mengusap sisa air mata di pipi Natha. Tak lupa sambil menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajah cewek itu. "Udah tenang?" tanya Shaka lembut.

Natha menganggukkan kepalanya. Ia meraih lengan Shaka untuk dipeluk, lalu menyandarkan kepalanya pada pundak cowok itu. "Gini ya rasanya patah hati? Rasanya sakit banget."

Shaka tak menjawab. Ia memilih mengusap bahu cewek itu selagi menenangkan.

Keduanya terdiam selama beberapa saat, sampai kemudian Shaka memberanikan bertanya. "Lo ... beneran gak diapa-apain kan sama cowok itu?"

Pertanyaan Shaka berhasil membuat Natha menoleh. Ia tersenyum, lantas menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Enggak kok, kenapa emangnya sampe nanya begitu?"

"Soalnya tadi ekspresi lo keliatan kaya takut gitu. Gue khawatir lo kenapa-kenapa," ucap Shaka.

Natha menggigit bibir bawahnya. Rupanya ekspresi takutnya sangat terlihat sampai membuat Shaka menyadarinya. "Lo tenang aja, gue baik-baik aja kok, gak kenapa-kenapa."

Shaka meraih wajah Natha untuk ditatap. Tampak raut meneliti dari wajahnya yang sontak membuat Natha mati-matian mempertahankan ekspresi normalnya. "Beneran? Dia gak ada main tangan kan selama kalian pacaran?"

Pertanyaan itu. Natha tak bisa untuk tetap terlihat baik-baik saja. Pupil matanya membesar, jantungnya bedegup kencang, kilas balik tentang pertengkarannya dengan Arga waktu itu menyerang ingatannya. Natha berusaha tersenyum, namun yang muncul justru senyum kaku yang terkesan dipaksakan. "K-kenapa nanya gitu?"

Mata Shaka menyipit. Ia sedikit menaruh kecurigaan pada reaksi Natha setelah ia menanyakan hal tersebut. Apakah ... Natha benar baik-baik saja atau sedang berpura-pura untuk terlihat baik-baik saja?

"Nanya aja, siapa tau dia beneran ada main tangan sama lo."

Natha mempertahankan senyumnya. "Emang lo mau ngapain kalau seandainya dia main tangan sama gue?" tanya Natha, pelan.

Shaka menoleh cepat. Ucapan Natha seakan mengatakan bahwa cewek itu memang pernah mendapatkan perlakuan kasar dari Arga. "Cowok itu kasarin lo?"

Natha melototkan matanya, ia reflek menggelengkan kepalanya. "Enggak kok, kan gue bilang tadi 'seandainya', kenapa lo jadi panik gini?"

Natha berbohong, tentu saja. Ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya pada Shaka tentang apa saja yang telah Arga lakukan padanya.

"Jelas lah gue panik. Lo tanggung jawab gue di sini, kalau lo kenapa-kenapa, gimana? Gue gak bakal ikhlas kalau lo diapa-apain sama orang lain."

Mendengar itu, entah kenapa Natha jadi merasa sedikit bersalah. Selama ini, ia selalu menutup-nutupi apapun yang terjadi dari Shaka semata-mata agar cowok itu tak khawatir. Namun jika dipikirkan lebih dalam, apakah tindakannya sudah benar? Apakah mungkin seharusnya Natha tak perlu menutup-nutupi semua yang terjadi padanya sejak awal?

Ah, tidak-tidak. Hubungannya dengan Arga telah selesai. Semuanya telah berlalu. Natha tak perlu mengatakan semuanya. Cukup sampai di sini. Shaka tidak perlu tahu.

"Jadi itu alasan kenapa lo selalu pengen tahu setiap kali gue punya masalah? Karna lo gak pengen gue kenapa-kenapa?" tanya Natha seraya menatap Shaka yang juga menatapnya.

Shaka mengangguk. "Gue tahu kalau gue terlalu banyak tanya. Mungkin juga bikin lo ngerasa terganggu dengan semua pertanyaan gue. Tapi, cuman itu satu-satunya cara."

Mistake✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang