0. Prolog

154K 10.6K 402
                                    

Matahari mulai terbit, cahayanya mengintip dari balik jendela kamar Asha.

Membuat sang empu pemilik kamar melenguh pelan dengan mata yang perlahan terbuka. Pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah jendela kamarnya yang terlihat terang karena jendelanya yang sedikit terbuka.

Asha mendudukkan tubuhnya, menguap sembari meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku lalu mengecek handphonenya, terdapat pesan dari dosennya bahwa jadwal hari ini adalah jam pukul setengah sembilan pagi.

Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju kamar mandi yang berada di kamarnya. Dan lima belas menit kemudian, ia keluar dengan handuk yang melilit tubuhnya.

Beberapa tetesan air jatuh dari ujung rambut coklat milik Asha yang hanya sebahu. Segera ia mengelap rambutnya menggunakan handuk, agar air yang menetes tak kembali membasahi lantai.

Kemudian ia memakai bajunya, hanya kemeja putih dengan celana jeans, lalu ia memakai sepatunya yang ia simpan di rak khusus sepatu yang berada di kamarnya.

Mengambil bedak dan memoleskannya pada wajah, lalu sesudahnya ia menggunakan lip balm, agar bibirnya tidak terlalu pucat.

"Kita sebagai wanita harus terlihat cantik dimanapun dan kapanpun itu."

Asha tersenyum kecil, menatap bayangan dirinya yang berada di cermin. Lalu ia membalikkan badannya kearah kucing anggora miliknya, memeluk erat sembari mencium wajah sang kucing beberapa kali dan berbisik. "Semoga hari ini adalah hari yang baik, bagiku, bagimu, dan bagi kita,"

Segera ia merapihkan kasurnya, mengambil tasnya lalu keluar dari kamar kost-an.

Iya, Asha sebenarnya memiliki keluarga yang bisa dibilang lebih dari cukup jadi ia tak perlu repot untuk tinggal di kost-an. Namun inilah keinginannya, hidup mandiri dan jauh dari keluarganya, mengatur keuangan dan ekonomi agar ia tahu bagaimana kerasnya kehidupan.

Turun dari tangga, ia langsung menuju dapur dimana terdapat Rena, teman satu kostnya yang sedang membuat sandwich untuk dibagikan ke beberapa anak kost.

Asha mengambil satu sandwich yang sudah tersedia, lalu berucap, "Thanks buat sandwichnya, Ren. Gue duluan ya~"

Setelahnya, Asha langsung berlalu menuju pintu, meninggalkan Rena yang menggelengkan kepalanya. Sudah tahu bagaimana introver-nya Asha. Bahkan ia baru bisa berteman dengan Asha karena hobby mereka yang sama, membaca buku novel.

Di perjalanan, Asha asik merenung. Memikirkan apa yang akan ia makan hari ini, walaupun uang yang di transfer orang tuanya lumayan banyak, namun ia tak ingin boros, sedia payung sebelum hujan. Siapa tahu suatu saat ia akan benar-benar membutuhkan uang itu.

Asha ingin bekerja sebenarnya, agar ia bisa merasakan bagaimana hidup seperti karakter utama wanita yang sering ditemuinya di novel, hidup dengan serba kekurangan dan bekerja menjadi pelayan demi menghidupi dirinya. Namun sayang sekali, hal itu ditentang keras oleh orang tuanya.

Beberapa menit berjalan menuju halte, akhirnya sampai. Dan bertepatan pula dengan bus yang datang, jadi Asha tak perlu lagi repot-repot menunggu.

Bangku paling belakang adalah tempat favorit Asha. Ia memegang tasnya yang ia simpan di depan. Menyenderkan kepalanya ke jendela sambil merenung, entah memikirkan apa.

Lamunannya langsung buyar, begitu mendengar beberapa pekikan heboh dari seisi bus. Kemudian ia menoleh dan memandang ke sekitar bus.

Ternyata, bus yang ditumpanginya sedang oleng karena sang supir yang bilang bahwa rem busnya blong.

Asha ikut panik, ia menatap keluar jendela dimana pinggiran jalanan adalah jurang, ia lantas berdiri dan berteriak. "PAK BE PROFESSIONAL DONG PAK, JANGAN PANIK! KALAU KITA PANIK BISA AJA MASUK KE DALAM JURANG"

Terlambat. Sialnya bus mereka sudah terjatuh ke dalam jurang.

Telinga Asha berdengung, ia merasa tubuhnya begitu remuk juga ia merasakan kepalanya berbau anyir darah. Perlahan air mata meluncur bebas dipipinya.

"Kucing gue.." Hanya itu yang dapat Asha ucapkan, sebelum matanya tertutup rapat.

TBC.

Koreksi kalau ada yang salah, thanks!

ANTAGONIST WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang