28. Anna

28.3K 4K 660
                                    

Di suatu rumah sakit, terdapat dua orang wanita, dimana salah satunya terbaring tak sadarkan diri di atas brankar, sedangkan salah satunya asik memakan salad.

Anna, tersenyum kecut disela-sela ia memakan salad nya, memandang kearah tubuh sang kakak yang sampai saat ini masih terbaring tak sadarkan diri.

“Kalau kakak sekarang sadar, pasti kita udah ributin salad ini,” Gumamnya dengan mata yang berkaca-kaca, tangisnya kembali pecah.

Anna merasakan hatinya begitu sakit saat ini, kakaknya adalah superhero bagi dirinya, satu satunya orang yang mempedulikannya dari dulu hingga ia beranjak dewasa. Apa Tuhan akan mengambil kakaknya sebelum ia sukses?

“Dua bulan lebih kakak koma, apa kakak ga cape tidur terus? Seindah apa sih mimpi kakak?”

Pintu ruangan terbuka, membuat Anna segera menghapus sisa air matanya dan menoleh, air wajahnya berubah menjadi datar saat tahu siapa orang yang datang.

“Mama..”

“Hm, bagaimana kondisi kakakmu?”

“Ga ada perubahan,” Anna menjawab dengan singkat.

Ibunya berjalan mendekati brankar, menatap wajah anaknya seraya bergumam. “Aku gak yakin Asha bisa selamat.” sayangnya, walaupun sudah bersuara sekecil mungkin, Anna masih bisa mendengarnya.

Anna berdiri, menatap ibunya dengan tajam, ia merasa bahwa perkataan ibunya ini seakan meragukan apakah kakaknya masih bisa hidup atau tidak. “Ibu bicara apa sih?! Udah pasti kak Asha masih bisa selamat, jangan ngomong yang aneh-aneh!” ia membentak ibunya tanpa rasa takut sekalipun, karna ia lebih takut kakaknya pergi terlebih dahulu.

Wanita yang hendak berumur kepala lima itu hanya bisa menghela nafasnya pasrah. Menyimpan kantong kresek berisi makanan diatas meja, dan berpamitan dengan anaknya.

Anna menatap kepergian ibunya, lalu menatap kearah sang kakak dengan sendu.

“Kakak pasti selamat kan?”

–[]–

M

ansion vector terasa tenang hari ini, dikarenakan Hazel yang sering membuat keributan di mansion tengah pergi bersekolah, dan Daiva asik berkebun dengan pembantunya.

Setelah kejadian dimana Daiva dan Hazel pergi keluar kota tanpa bilang-bilang, Gideon langsung menyusul mereka dan membawa mereka pulang ke mansion dengan wajah menyeramkannya, setelah sampai di mansion, Daiva diomeli panjang lebar, sedangkan Hazel dibiarkan pergi begitu saja.

Daiva juga yang saat itu sedang dalam mood yang buruk, menjadi kesal dan hingga saat ini belum mau berbicara pada Gideon sama sekali.

“Huft, akhirnya selesai!” Daiva hendak mengelap keringat didahinya, namun ia kalah cepat dengan Sava yang sudah duluan mengelap dahinya.

Sava adalah perempuan muda yang baru saja bekerja di mansion Vector, ia bekerja sebagai pelayan pribadi milik Daiva yang bahkan menurut Daiva itu terlalu berlebihan. Jadinya, terkadang ia lebih suka memerintah Sava untuk mengurus Hazel, lagipula Sava adalah wanita muda terpercaya Gideon, wanita itu memiliki bakat bela diri yang patut diapresiasi, walaupun tingkahnya sangat kekanakan dan ceroboh. Sifatnya ini sangat cocok dengan sifat Hazel yang sama-sama jahil dan tidak bisa diam.

“Nyonya ini, padahal sudah ada tukang kebun, kenapa ikut-ikutan berkebun, sih? Kan jadi capek,” Sava asik mengomel sembari memberikan air minum kepada Daiva.

“Aku bosan di dalam mansion, ingin pergi keluar pun hukuman Gideon masih berlaku.” Keluh Daiva, ia mengingat bahwa Gideon memberinya hukuman tidak boleh pergi keluar dari mansion Vector selama dua Minggu penuh. Untung saja lusa masa hukuman tersebut sudah habis.

“Tuan Gideon memang menyebalkan, dulu saya pernah diberi tugas berat hingga tidak tidur selama dua hari penuh! Bayangkan betapa tersiksanya saya,” Sava melakukan aksi dramanya, berpura-pura menangis seakan ia adalah wanita yang paling tersakiti, membuat Daiva terbahak-bahak.

“MAMAAA!”

Teriakan itu membuat Sava serta Daiva menoleh, terdapat bocah laki-laki yang sedang berlari kearah mereka berdua dengan seragam sekolah nya.

“Mama, tadi El senam di sekolah! Mama mau liat El senam?”

Daiva mengangguk, lalu Hazel dengan semangat menunjukkan gerakan senam nya, Sava yang awalnya hanya menonton pun akhirnya ikut bergabung dan mereka berdua senam bersama.

“Tuan muda Hazel, kenapa bekalnya masih ada?” Rossa yang baru bergabung, mengambil tas milik Hazel sekaligus hendak mengambil wadah bekal Hazel, namun ia mengernyit ketika melihat isi bekalnya masih banyak, bahkan sepertinya belum dimakan sama sekali.

Daiva menghampiri Rossa, memeriksa bekal tersebut dan memang benar bekal buatannya masih ada, ia merasa sedih.

Mungkin saja Hazel tidak menyukai makananku karena tidak enak, Batin Daiva.

“Makanan buatan mama tidak enak ya?”

Hazel panik melihat wajah murung Daiva, ia segera memeluk ibunya dan berkata. “Tidak! Makanan mama enak, makanya El tidak ingin makan di sekolah, nanti teman-teman El malah minta!”

Mendengar ucapan Hazel membuat Daiva tidak bisa untuk tidak gemas, ia mencubit hidung Hazel sampai sedikit kemerahan dan segera memeluknya.

“So sweet, darimana kamu belajar kata-kata seperti itu? Ah! Jangan sampai saat kamu besar nanti, kamu malah menjadi playboy, El harus jadi anak baik, paham?”

“Mm!!”

–[]–

D

i kantor, Gideon terlihat sangat murung dan aura menyeramkannya kembali muncul, membuat satu kantor ketakutan.

Mereka tidak tahu apa yang telah terjadi dan siapa yang menjadi penyebab sang bos menjadi kembali menyeramkan, ralat, sangat menyeramkan.

Gideon sendiri tidak bisa fokus pada kerjaannya, pikirannya terus tertuju pada Daiva yang marah padanya. Pulang nanti, ia harus berbicara pada Daiva.

Sekeras apapun Gideon mencoba, ia tetap tidak bisa berfokus pada kerjaannya, sehingga ia menjadi kesal dan memukul meja kerjanya begitu keras.

“Sial, apakah aku harus pulang sekarang dan langsung meminta maaf padanya?” Ia bermonolog, tekadnya untuk pulang sangat kuat, namun ia masih waras, pekerjaan ini lebih membutuhkan dirinya, ia bisa meminta maaf pada Daiva nanti malam. Mau makan apa anak dan istrinya kalau ia tidak bekerja?

Jadi dengan susah payah, ia berfokus pada kerjaannya serta mengikuti beberapa meeting penting.

“Bos, nampaknya anda kelelahan, silahkan minum ini,” Salah satu karyawannya memberikan kopi kepadanya, lalu pergi.

Sedangkan Gideon hanya memandang datar kopi tersebut, lalu pergi tanpa meminum kopi tersebut. Karena ia tahu karyawan tersebut merencanakan sesuatu.

Akhirnya ia sampai di mansion, begitu masuk, ia langsung mendengar suara tawa Hazel yang menggelegar.

“PAPA!” Hazel berteriak menyambut Gideon dengan riang, segera berlari dan meminta untuk digendong.

Daiva yang melihat kelakuan Hazel pun mencibirnya. “Manja,”

Ketika Gideon bersitatap dengan Daiva, wanita itu selalu mengalihkan pandangannya, seakan enggan menatap Gideon.

Dan Gideon hanya bisa menghela nafasnya pasrah.

Gideon menggendong Hazel, sekaligus menemani Hazel untuk mengerjakan tugas sekolahnya ditemani Daiva, Hazel juga selalu bercerita tentang dia dan teman-temannya di sekolah.

“Ma, pa, temen El tadi cerita ke El, kalau dia punya adek. El kapan punya adek?”

TBC

Besok aku mau triple up niatnya, sekalian memberikan kalian para pembaca momen uwu Gideon Daiva. Tapi spam komennn, sampe 100 komen lebih aku up

ANTAGONIST WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang