6. Hidden Memories

72.7K 9.2K 446
                                    

Mungkin chap ini agak.. garing.

“Wah ada apa nih? Kenapa suasananya tegang sekali?”

Daiva menoleh, ia menemukan dua orang pria dengan wajah tampannya tengah berjalan kearah mereka.

Apa mereka ya kakak-kakaknya Daiva? Abis di aplikasi chat ia tidak menemukan wajah mereka, bahkan setelah cek galeri pun tak ada. Hanya ada satu lelaki dengan seragam sekolah yang asing di galerinya.

“Oh Daiva, kamu kesini sama anakmu?” Adrian, kakak kedua Daiva membuka pembicaraan, kala melihat Daiva memandang dirinya dan kakak pertamanya dengan raut wajah bingung.

Daiva hanya mengangguk singkat tanpa membalas ucapannya. Dari muka Adrian, terlihat jelas kilatan benci juga wajahnya yang seperti orang jahil membuat daiva tak yakin ia bisa berbicara dengan pria ini.

Daiva memakan cookies milik Hazel yang masih berada digenggaman nya, toh lagipula Hazel sudah kembali memakan cookiesnya yang baru.

“Ah, syukurlah kalian semua sudah berkumpul. Kita sudah lama bukan tidak mengumpul seperti ini?” Sanjaya membuka suara, menatap ketiga anaknya lalu beralih pada cucunya.

Acara perkumpulan keluarga ini dimulai, mulai dari berbincang-bincang sampai makan bersama di meja makan.

Di meja makan, terlihat Hazel yang begitu antusias karena banyak makanan manis.

“Mama! El mau coklat!” Teriak Hazel, berusaha menggapai coklat yang lumayan jauh darinya.

Daiva terlihat bingung, Hazel sudah banyak makan makanan manis akhir-akhir ini, bagaimana kalau nanti ia sakit gigi dan giginya berlubang?

“El sudah banyak makan makanan manis loh akhir-akhir ini, gimana kalau nanti gigi Hazel ada lubangnya?” Ucap Daiva, berusaha mencegah Hazel memakan makanan manis lagi.

Hazel malah terlihat sedih, ia menatap kakek neneknya, memohon pertolongan.

Rina yang ditatap seperti itu hanya bisa tersenyum dan mengusap kepala Hazel. “Bener kata mama mu, El. Kalau kamu banyak makan makanan manis, gigi mu bisa berlubang.”

“Mending makan sayur, lebih enak juga sehat!” Sanjaya menimpali.

Hazel langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya, menatap ngeri kearah kakeknya lalu beralih pada sayur dan menggeleng lucu.

“El nda mau! Cayul nda enak!” Tolak Hazel.

“Ayo makan sayur, El. Nanti kalau makan sayur, kakek akan mengabulkan permintaan El.” Kakek dari Hazel ini berusaha membujuk cucunya, Hazel ini memang sangat membenci sayur.

Mata Hazel langsung berbinar. “Kakek nda boong kan! Kakek mau beliin El mainan?”

“Ya.”

“Oke! Mama, El mau cayul!” Hazel menyodorkan piringnya kearah Daiva, Daiva menyambutnya dengan sepenuh hati, menuangkan sayur kedalam piring sang anak yang terlihat excited, mungkin karena akan dibelikan mainan oleh kakeknya.

Kedua kakak dari Daiva terlihat bingung setelah melihat interaksi antara Daiva dan Hazel, tidak seperti yang terakhir kali mereka lihat.

Memang, orang tua Daiva tidak mengetahui bahwa Daiva melakukan kekerasan pada anaknya. Itu karena Daiva yang mengancam kedua kakaknya untuk tidak memberi tahukan hal tersebut kepada orang tuanya.

Tidak ada tatapan benci yang Daiva layangkan untuk Hazel. Hanya ada tatapan penuh kasih sayang, seperti kasih sayang seorang ibu pada anaknya.

“Mama! El mau dibeliin mainan sama kakek!” Hazel berucap dengan nada riangnya, setelah ia menjadi dekat dengan Daiva, Hazel terlihat lebih riang dan aktif.

ANTAGONIST WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang