17. Male antagonist

56.3K 7.8K 265
                                    

Ah, suasana malam. Bukankah itu menenangkan? Disaat kita melihat kearah bulan dengan angin yang menerpa wajah kita.

Ataupun ada yang menikmati suasana malam dengan berkeliling kota dengan menggunakan kendaraan, melihat jalanan yang tetap ramai meskipun hari sudah gelap, melihat banyak pedangan yang masih menjajakan dagangannya meskipun sudah gelap, mereka tak pantang menyerah untuk mendapatkan uang demi menghidupi dirinya dan keluarganya.

Mata Daiva fokus menatap kearah jendela yang menampakkan jalanan. Dirinya merasa tak tenang karena teringat Hazel yang menangis dalam tidur, memanggilnya agar tak pergi. Untungnya ada Rossa, kepala pelayan baik yang mau menjaga Hazel.

“Apa yang kau pikirkan?” Daiva tersentak kala tangan kanannya di genggam, menoleh ke kanan dan bertatapan dengan mata Gideon yang tengah menatapnya, sebelum kembali fokus ke depan untuk melajukan mobilnya.

Daiva memang duduk di sebelah kursi kemudi, dengan Gideon yang mengendarai mobilnya dan si kembar dibelakang yang tengah bermain handphone.

“Aku rindu Hazel,” Ia bergumam, namun masih terdengar oleh indera pendengaran Gideon.

“Kamu bukan Daiva yang asli namun rasa kasih sayangmu pada Hazel begitu mendalam ya, berbeda dengan Daiva yang asli yang mengacuhkan Hazel.” ucap Gideon yang tangan kirinya masih menggenggam tangan kanan Daiva.

“Hazel memiliki akhir yang tragis. Aku tak ingin Hazel bernasib sama seperti Daiva yang asli di dalam novel,” Jawab Daiva pelan, yang hanya terdengar oleh Gideon.

Daiva memang sudah menjelaskan semuanya kepada Gideon. Mulai dari siapa dirinya, bagaimana dirinya bisa masuk ke dalam tubuh Daiva, ia juga menjelaskan bahwa semua yang ada di dunia ini adalah dunia novel. Kalau tentang hubungan Gideon dan Kanaya, tak perlu Daiva jelaskan karena Gideon telah membaca semuanya.

“Hazel pasti baik-baik saja.” Melihat tatapan yakin dari Gideon, Daiva mengangguk pasrah.

Perjalanan mereka menempuh waktu selama hampir 30 menit, karena memang mansion Edward cukup jauh.

Dan pada akhirnya, mereka sampai di suatu mansion megah yang terlihat ramai. Daiva tak henti-hentinya menggumamkan kata 'wow'.

“Ayo masuk,” Daiva menoleh kearah Gideon lalu menatap tangan kanannya yang digenggam erat oleh pria itu. Jujur, rasanya hangat dan nyaman.

Tapi Daiva tidak boleh jatuh kedalam pesona Gideon begitu saja, ia tidak ingin sakit hati nantinya. Masa depan tidak ada yang tau, bisa saja sekarang Kanaya dan Gideon tidak dekat, namun siapa sangka dimasa depan mungkin mereka akan begitu dekat dan alurnya kembali berjalan seperti apa yang ada di novel.

“Kak Daiva, ayo masuk!” Kirana menegur Daiva yang terlihat melamun, membuat Daiva kembali sadar dari lamunannya.

“Ah maaf, baik, ayo masuk.”

Walaupun Daiva terlihat santai, dalam hatinya ia merasa begitu gugup, buktinya ia mencengkram kuat tangan Gideon yang mengait pada tangannya. Dan membuat Gideon menoleh kearah dirinya.

“Kamu gugup?” Ia bertanya dengan pelan.

Yang ditanya mengangguk. “Ini mungkin bukan pertama kalinya untuk Daiva yang asli, namun ini pertama kalinya untuk diriku,”

“Tenanglah, ada aku, Candra dan Kirana.”

Beberapa saat mencoba menenangkan diri, kini Daiva sudah tidak begitu gugup lagi. Namun bukan berarti rasa gugupnya bisa hilang begitu saja.

ANTAGONIST WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang