Note; kalau Asha, itu jiwanya Asha. Kalau ada penulisan Daiva, berarti itu pemeran novel yang tubuhnya Asha tempati. Jadi kalau ada penulisan Asha, ya berarti Asha, sedangkan Daiva, ya berarti tentang Daiva. Ngerti gak? [Cry]
Awalnya, pemandangan yang ia lihat hanyalah lorong di mansion megah milik suami Daiva, namun tak lama pemandangan tersebut berubah menjadi pemandangan rumput yang hijau, dengan beberapa pohon, tak jauh dari sana terdapat kebun dengan banyak tanaman.
Asha menganga disaat melihat pemandangan asri tersebut, dunia novel memang indah, ya?
Bahkan, Rossa harus sampai menegur Asha karena Asha menganga begitu lebar sampai-sampai ikan pun bisa terhisap kedalam mulutnya.
"Nyonya, jangan menganga begitu lebar." Tegur Rossa, sembari menepuk pelan bahu Asha. Sebenarnya ia masih takut sih karena Daiva selalu menghukum siapapun yang menyentuhnya, apalagi jikalau itu pelayan. Namun melihat respon Daiva--atau Asha--yang hanya mengangguk tanpa berniat memarahinya membuat Rossa sedikit lega. Bukan berarti ia sudah tidak bingung, sedari Daiva yang mencoba membantunya untuk berdiri ketika ia bersujud, Rossa sudah merasa aneh. Ia merasa asing pada Daiva.
"Dimana Anakku?" Tanya Asha pada Rossa, dalam hati ia meringis, seharusnya ia bertanya dengan menggunakan kalimat 'anak daiva' bukan anaknya, ia kan hanya jiwa tersesat yang mengalami bunga tidur.
"Di dekat air mancur sana, nyonya." Rossa menunjuk ke arah air mancur di tengah taman, dimana terdapat seorang lelaki kecil dengan rambut berwarna abu-abu yang tengah bermain robot, ditemani oleh sang babysitter.
Asha langsung mendorong rodanya menuju tempat Hazel, namun ia berhenti tepat lima meter di depan Hazel.
"Hazel?"
Lelaki kecil bersurai abu-abu yang masih berumur empat tahun itu menoleh, matanya melebar ketika ia melihat sosok yang amat ia takuti.
"N-nyonya Daiva?" Cicit Hazel, kepalanya menunduk dalam, takut akan diberi hukuman oleh sang ibunda yang sayangnya lebih menjurus ke iblis daripada ibunya.
Asha mendengus, ia tak suka panggilan itu! Walaupun memang ia bukan Daiva yang asli, tapi ia ingin mendengar ucapan mama dari Hazel, biarkan ia menjadi ibu yang baik bagi Hazel walaupun hanya sebentar, lelaki kecil ini terlalu imut!!
"Jangan panggil aku dengan sebutan nyonya!"
Hazel tersentak, kepalanya semakin menunduk, ia memegang erat kedua tangannya, bersiap menerima hukuman dari ibunya.
Namun, bukannya merasakan sakit di tubuhnya, ia merasakan sesuatu yang hangat. Tubuhnya menghangat, ia mendongak, mendapati sang ibu yang kini tengah memeluknya.
Pelukan? Itu adalah hal yang Hazel inginkan dari lama, dan sekarang ia mendapatkannya.
Sementara Asha, ia tadi bersusah payah mendorong kursi rodanya tepat tiga langkah didepan Hazel, ia turun dari kursi rodanya dan terduduk di rumput, menarik tubuh Hazel yang mungil ke dalam pelukannya.
Dalam hati, ia ingin menangis, kasihan sekali nasib Hazel, tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya, eh ia malah meninggal karena jatuh sakit pasca Daiva tewas.
Oh, sudah lama Asha tidak merasakan perasaan sedih. Pertama, saat ia kecelakaan karena ia harus terpisah dengan kucingnya, dan yang kedua adalah ini. Tentang Hazel.
"Hazel, jangan panggil aku dengan sebutan nyonya. Panggil aku seperti kamu memanggil seorang ibu, bagaimana dengan mama?" Asha memegang kedua pipi Hazel, mencium nya dengan lembut dan penuh kasih sayang.
Biarkan ia memberikan kasih sayang untuk Hazel, sebagai seorang ibu walaupun hanya sehari. Jiwa keibuan Asha sudah meronta-ronta!!
Dan bertepatan dengan ciuman di dahi, Hazel menangis. Ia memeluk tubuh Daiva yang jiwa nya ialah Asha dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher. Sudah dari lama ia mendambakan pelukan hangat dari ibundanya, namun sayang sekali, ibunya seperti tak sudi bahkan untuk memanggil namanya sekalipun.
"Mama.." Gumam Hazel, sebelum Asha merasakan nafas yang teratur di lehernya. Asha mengusap lembut rambut milik Hazel, menatap kearah babysitter Hazel dan Rossa.
"Hazel tertidur, aku akan membawanya ke kamarku. Tidak apa-apa kan?" Tanya Asha membuat kedua pelayan tersebut tersentak, masih tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
"Apa nyonya baru saja mendapat cahaya ilahi?" Batin Dara, pelayan pribadi Hazel bertanya-tanya.
"Nyonya tidak akan menyakitinya kan?" Dara berucap dengan pelan, namun masih dapat didengar oleh Asha.
"Tidak, tenang saja." Asha berucap dengan tangannya yang masih mengusap lembut rambut Hazel.
"Rossa, aku akan berjalan sendiri. Kau suruh pelayan yang lain untuk menyimpan kursi roda itu dikamarku," Asha mencoba berdiri dengan Hazel digendongnya, walaupun ia harus meringis kesakitan karena kaki Daiva yang masih cidera.
Rossa yang melihatnya pun panik. "Nyonya, lebih baik nyonya membawa tuan muda di kursi roda, kaki nyonya masih sakit!"
Asha berhenti melangkah, ia membalikkan tubuhnya lalu menggeleng. "Sakit di kakiku ini tak sebanding dengan seberapa sakitnya Hazel karena perlakuanku." Ucap Asha lalu kembali melangkah. Dalam hati ia mengumpat,
"Kenapa aku malah merasa bersalah?! Padahal si sialan Daiva yang melakukannya!"
"Nyonya tampak berbeda hari ini," Dara membuka percakapan.
Rossa mengangguk setuju. "Tadi pagi pun nyonya tidak marah-marah padaku, ia bahkan menyuruhku duduk di dekatnya sebagai teman,"
Dara memandang Rossa dengan tatapan terkejut. "Astaga?! Yang benar saja? Nyonya menjadi baik hati. Padahal kakinya yang terluka, tapi otaknya yang terkena efek,"
"Lebih baik kita susul saja nyonya," Rossa langsung menarik lengan Dara, mengikuti langkah sang nyonya besar yang sudah jauh didepan.
Sedangkan Asha, ia sedang berusaha menidurkan Hazel di kasurnya. Sedikit kesusahan sih, ia kan tidak jago dalam merawat anak.
Setelah selesai, Asha merebahkan tubuhnya di samping Hazel, kepalanya ia tahan dengan tumpuan tangannya. Lalu tangannya yang lain mengusap pipi Hazel.
Hazel imut! Itulah kalimat yang sedari tadi ada di kepala Asha. Sungguh, demi apapun, wajah Hazel terlalu imut untuk diabaikan, sayang sekali Daiva harus menyiksa lelaki kecil semanis ini.
Bibir kecil berwarna merah ceri, pipinya yang gembul serta sedikit berona merah akibat menangis, dan mata dengan warna merah pekat yang saat ini tertutup.
Tidak bisakah ia menculik Hazel saja lalu ia bawa ke dunianya? Asha siap kok mengurus Hazel!
"Huft, sayang sekali ini dunia mimpi. Hazel, sampai jumpa. Aku harap kita bertemu lagi, kalau kamu diganggu oleh ibumu lagi, lempar saja dengan sapu ya!" Bisik Asha, mencium pipi Hazel dengan lembut, sesudahnya ia langsung terlelap, dengan Hazel dipelukannya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIST WIFE
FantasyFOLLOW SEBELUM MEMBACA UNTUK INFO TTG CERITAKU^^! [Hyewonwibu Fantasy stories series #1] Asha harus kehilangan nyawanya pada saat tepat sehari setelah ulang tahunnya yang ke-22 tahun. Ia harus meninggalkan keluarganya, teman-temannya, bahkan kucing...