32. мααƒ

37 6 3
                                    

Rei bangun dari mimpi yang hilang sekejap mata dari kepalanya. Ia heran melihat sekeliling kamarnya yang berbeda dari biasanya.

"Oh iya. Ini bukan rumahku." Ia menutup mata dengan lengannya. Lalu bangkit dan merapikan tempat tidur, keluar mencari keberadaan Aika yang sudah tidak ada disebelah entah sejak kapan. 

Kaki kanannya masih terasa sakit, namun ia abaikan. Ia melewati ruang tv, dimana sedang Mikey tidur lelap memeluk handuk putih kumal.

"Tidur kok bawa handuk?" Rei tertawa.

Dapur sedikit ricuh, sebab Emma dan Aika sedang memasak bersama di ruang itu.

"Wow... Ada dua chef disini." Rei mendekati Aika yang sedang memotong sayuran.

"Wah.. Kau sudah bangun ya Rei!" Emma tersenyum lebar pada sahabatnya. Ia sedang mengaduk-aduk masakan di dalam panci.

"Kakak siuman jam berapa semalam?" Aika berhenti memotong sayur.
"Kalau tidak salah jam 9."

"Tinjuan itu kuat sekali ya? sampai-sampai kau pingsan selama itu?" Emma mematikan kompor, tampaknya masakannya sudah matang. Kemudian ia mendekati Rei.

"Lumayan. Kira-kira 4 kali lebih kuat dari tinjuan Hana—anak kepsek. Dan... Luka tusukan di kaki serta cekikan Izana juga mempercepat hilangnya kesadaranku."

Aika memeluk kakaknya erat-erat. "Maaf kak. Karena aku, kakak harus mendapatkan itu semua."

Rei tertegun, perlahan ia membalas pelukan adiknya yang bertubuh sedikit mungil darinya. "Seharusnya aku yang minta maaf padamu, Aika. Karena aku, Izana menculikmu."

"Makanan?" Mikey datang dengan penampilan kusut. Tangan kirinya masih memegang handuk.

"Hei Mikey! Apa kau tidak malu berpenampilan seperti itu didepan mereka? Hah??" Emma mendaratkan kedua tangannya di pinggang. Sedikit malu dengan perlakuan kakak tirinya.

Otak Mikey sedang merespon perkataan Emma. Dia masih setengah sadar sekarang. Karena mencium sesuatu yang lezat, ia langsung bangun. "Aku lapar."

Emma mendorong Mikey agar menjauh dari dapur. "Siapkan dirimu terlebih dahulu, baru kau boleh makan." Emma benar-benar berbeda saat ia sedang bersama teman-temannya. Ia dewasa, penyayang dan tentu saja punya hati yang peduli. Saat bersama Draken, ia justru bersikap manja dan menggemaskan seperti bocil.

Emma menyiapkan tujuh buah piring diatas meja. Rei hendak bertanya, tapi seseorang malah menelfon Emma.

"Halo?" Sapa Emma pada seseorang.

"Oh, kau urus saja tugas yang belum diselesaikan kemarin. Setelah itu antar kepada ketua.. Ya, benar... Baiklah. Sampai jumpa." Emma mematikan telfon.

"Siapa?" Rei penasaran.

"Biasalah, teman satu organisasi." Jawab Emma. Gadis itu memang agak sibuk dengan organisasi disekolahnya, makanya ia agak jarang berkumpul dengan Rei, Senju dan Hinata. Tapi, bukan berarti ia lupa dengan ketiga sahabatnya itu.

"Oh." Rei mengangguk.

Mereka semua bersiap untuk sarapan, mereka bertiga menunggu orang yang belum datang kesitu.

"Selamat pagi para gadis." Sapa kakek Emma kepada mereka tiga.
"Selamat pagi." Balas ketiganya serentak.

"Wah, kakaknya Aika sudah datang ya? Jam berapa sampai dirumah ini?" Tanya sang kakek.
"Kira-kira jam setengah 10." Rei tersenyum ramah.

"Selamat pagi semua!" Seorang pria bertubuh jangkung dan berambut hitam datang, Sinichiro.

"Selamat pagi." Balas Emma dan Aika. Rei pernah dengar dari Mikey kalau ia punya Abang kandung.

"Halo.. Kau Rei, kan? Akhirnya kita bertemu." Sinichiro duduk disebelah sang kakek. Lalu ia mengajak Rei bersalaman.

"Aku Sinichiro. Kau pernah dengar tentang aku dari Mikey?"

"Ya. Aku pernah dengar tentangmu, bang Sinichiro. Senang bertemu denganmu."
"Mikey sering menceritakan tentangmu padaku lho."

"Hah? Masa?" Mikey yang mendengar perkataan Sinichiro langsung nimbrung. Kini ia sudah wangi bersih berkilau. Ia mengambil bangku yang ada disebelah Sinichiro, memindahkannya tepat disebelah Rei.

"Masa kau tak ingat sih, Mikey?" Sinichiro masih ingin mengganggu.

"Sudah lah. Jangan ribut dimeja makan. Ayo makan!" Tegur kakek. Sinichiro menunduk maaf sambil menahan tawa.

"Rasain!" Mikey terkekeh.

"Masih kurang satu personil lagi." Emma menunjuk satu kursi kosong tepat didepan Rei.

'Satu orang lagi? Jangan-jangan...'

Terdengar sebuah langkah kaki yang mendekat kearah ruang makan. Mata Rei dan Aika terbelalak. Aika heran mengapa Mikey tidak mencegah orang itu masuk.

Dibalik meja, tangan Aika menepuk cepat lengan Rei. Ia tahu anak itu sedang ketakutan melihat Izana.

"Aika, orang itu adalah abang tirinya Mikey. Mereka sudah menyelesaikan masalah kemarin, kau tak perlu takut." Bisik Rei ke telinga Aika.

Izana melihat Aika sedang bernafas tidak tenang di bangkunya. Maka, ia pun memilih untuk mengambil piring yang disediakan untuknya, berbalik—hendak memakan sarapan dikamar.

"Izana, bergabunglah. Kami menerimamu makan disini." Sinichiro sudah tahu permasalah mereka.

"Itu benar. Duduklah Izana." Mikey masih dengan wajah datarnya. Tapi hatinya memang mengizinkan abang tiri nya itu untuk gabung bersama mereka berenam.

"Setelah apa yang dia lakukan pada kita?" Aika menggeleng tak percaya.

Rei tersenyum, "Tidak perlu khawatir Aika. Ia tidak akan pernah menyakiti kita lagi. Aku bisa berjanji padamu akan hal itu." Rei menenangkan adiknya.

Aika berusaha menyesuaikan kondisi. Hanya saja, trauma yang ia rasakan kemarin belum sembuh.

"Aika." Izana memanggilnya. Gadis itu menoleh takut.

"Aku menyesal atas perbuatanku kemarin. Aku tidak akan pernah melakukannya lagi. Aku harap kau mau memaafkan ku." Izana membungkuk maaf.

Aika menunduk, lalu mengangguk. Ia memaafkan Izana atas penculikan yang telah ia perbuat pada Aika.

"Aika. Kalau Izana sudah meminta maaf, kau tidak perlu khawatir kalau ia akan mengulangi kesalahannya. Karena Izana selalu menepati apa yang ia ucapkan." Hebat, senyuman tulus Emma berhasil membuat Aika merasa lebih tenang sekarang.

"Rei." Gadis itu menoleh.

"Aku sungguh minta maaf kepada mu soal kemarin. Aku harap kau memaafkan ku." Izana kembali membungkuk.

"Baiklah. Aku memaafkanmu." Rei tersenyum tipis. Walaupun ia tahu bahwa sulit untuk melupakan hal buruk, tapi ia tetap ingin memaafkan Izana.

"Ayo semuanya. Kita sarapan sebelum makanannya dingin." Ajak Sinichiro.

Dipertengahan, Izana melirik kearah Rei yang terus fokus makan.

"Rei." Panggil Izana. Gadis itu menoleh.

"Ngomong-ngomong... Ciuman mu kemarin itu hebat lho. Aku bergairah dibuatnya—"

PLAKKKK!!!!!

"Aduh!!!" Izana menjerit kesakitan. Ia mendapatkan dua pukulan serentak dari Mikey dan Sinichiro.

"Jangan membicarakan itu disini bodoh!" - Sinichiro.
"Itu balasan karena kau mencium Miya." Wajah Mikey terlihat sedikit menyeramkan.

Rei, Aika, Emma dan kakek tertawa kecil melihat Izana yang baru saja dipukul dua saudaranya.

Izana mengambek. Ia kembali melanjutkan makannya. Lalu menoleh lagi kearah Rei.

"Rei... Kapan-kapan kita ciuman lagi ya—"

PLAKKKK!!!!!

"Aduh!!!!"

IMPOSTOR (END) - Another Story From Tokyo ManjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang