'Kepekaanku masih ku latih, ——dan sekarang aku merasa bahwa ada yang membuntuti ku.'
Ia berhenti berkabung, bangkit berdiri dan meninggalkan tempat itu dengan tenang tanpa menoleh sekali pun pada 'orang' tadi. Setiap langkah kakinya, ia mencoba menyiapkan mental serta tenaga bilamana orang asing itu tiba-tiba menyerangnya.
'Kenapa akhir-akhir ini banyak orang yang membuntuti ku? Apakah mereka adalah bawahan dari Hanma lagi? Permainan macam apa ini?' Rider menyembunyikan kepalan tangan dibalik kantong Hoodie nya.
Melewati persimpangan, Rider berbelok ke arah kiri dan segera mempercepat langkahnya. Orang yang mengintainya tadi perlahan mengikuti apa yang Rider lakukan.
Supaya bisa melakukan penyerangan tanpa dilihat oleh orang-orang yang melewati jalan raya, Rider memilih untuk pergi ke gang sempit. Segera ia bersembunyi dibalik sebuah tong sampah sambil menunggu orang yang membuntutinya tadi masuk kedalam gang.
Yang benar saja, si pengintai datang dengan mengendap-endap sebab ia kehilangan Rider. Saat pengintai itu mulai dekat, Rider melakukan serangan mendadak dan tentu saja itu membuat sang pengintai terkena serangan Rider.
Rider memberi tinjuan pada serangan awal, lalu menendang area dada pengintai itu.
BUFFFF...
Tendangan Rider berhasil ditahan oleh si pengintai.
"Hah?!!!" Rider terkejut.
"Tak perlu repot-repot menyerangku, Rider." Ucap orang yang wajahnya masih ditutupi masker beserta jaket hitam polos. Tubuh jangkung orang itu membuat otak Rider memproses kembali memori tentang orang-orang yang pernah ia lihat.
'Suara ini...?' Rider betul mengenal suara laki-laki dihadapannya.
Rider menjauhkan kakinya dan mundur tiga langkah. Orang itu pun membuka penutup kepala beserta maskernya. Shuji Hanma — ia tersenyum licik.
"Akhirnya setelah sekian lama kita bertemu lagi, ya♡." Sapaan Hanma tidak direspon oleh Rider. Untuk sesaat mereka berdua hanya beradu tatapan.
"Kenapa?" Tanya Rider.
"Apanya?"
"Kenapa kau membuntuti ku terus menerus?"Hanma diam. "Kemarin bawahanmu, sekarang kau?"
Hanma cekikikan sambil menggosok belakang lehernya. Lalu ia maju beberapa langkah ke arah bocah itu.
"Sebab aku terobsesi padamu," Dengan santainya ia berkata jujur. Rider tak memberi respon apapun, kembali ia menunjukkan wajah minim ekspresi padahal otaknya selalu berputar bagai roda gigi.
"Kisaki..." Hanma menggantungkan ucapannya. 'Kisaki?'
"... Anak itu cemburuan padaku. Kenapa kau masih mau bekerja sama dengannya? Hah? Kau hanya sebuah alat, bukan manusia baginya." Hanma semakin mendekatkan wajahnya dengan wajah bocah itu.
Tubuh Rider semakin merinding saat cowok kurus berbadan tinggi itu terus mendekatinya, ia memilih untuk mundur satu langkah lagi.
Melihat Rider yang mundur, Hanma bergerak cepat untuk mengunci badan Rider ke tembok.
"Mau aku hajar?" Ancam Rider yang menyiku dada Hanma. Untuk sesaat laki-laki itu hanya membisu.
"Kenapa?... Kenapa kau masih dipihak Kisaki?" Suara serak Hanma begitu sayu, tak pernah sama sekali telinga Rider mendengar frekuensi Hanma yang selembut itu.
"Kau hanya dimanfaatkan, bodoh." Ucapan Hanma sungkan di jawab. "Kisaki itu... Seperti seorang pemain catur yang memainkan lima papan catur sekaligus. Kau tak takut?"
Rider tenggelam dalam overthinking, juga otaknya yang baru menerima sinyal bahwa nafas Hanma yang berbau nikotin telah masuk dalam hidungnya.
Perlahan Hanma menarik masker Rider, tampaklah wajah asli dari bocah itu. Ia sedikit terkejut melihat wajah Rider mirip wajah seseorang yang ia kenal, namun sayangnya sudut mata Rider sedikit lebih sipit dan memiliki warna iris yang jauh berbeda.
"Oh, ini wajahmu, ya?" Hanma tersenyum. Rider masih memberi respon apapun, sebab ia melamun.
'Apa yang kau mainkan didalam kepalamu, wahai bocah?'
Perlahan Hanma mengelus pipi Rider, dan hendak membuka penutup kepala bocah itu. Tapi kali ini, Rider yang masih dengan tatapan kosong nya mencegah pergerakan tangan Hanma.
Hanma tertawa pelan, "Baik aku hargai itu."
Untuk beberapa saat Hanma membiarkan matanya menatap dalam-dalam manik tuscan sun yang terus diam tak bergerak didepan sana.
Diam-diam tangan Hanma menyelinap ke tengkuk leher Rider, mendaratkan telapak tangannya disana dan menarik Rider lebih dekat.
Ia membuka mulutnya dan memasukkan lidahnya dengan santai kedalam mulut bocah itu. Menjilat setiap sudut, menikmati tarian lidahnya walaupun tak kunjung dibalas.
Didalam hati, Hanma tertawa akan Rider yang ternyata masih sibuk bermain dengan pikirannya, tatapan kosong itu masih terlihat jelas. Seakan-akan ia sedang memperkosa mulut sebuah manekin kecil.
Tangannya yang satu menyelinap ke dalam hoodie serta kaos yang dikenakan Rider. Kembali ia rasakan sensasi menyentuh perut sixpack bocah itu, dan tak lupa memberi sedikit gelitikan penuh sensual.
Ia semakin memasukkan tangannya lebih jauh, bibirnya menyungging ketika ia nyaris mendapatkan apa yang ia mau. Nyaris...
BUGGG!!!!!
Tinjuan keras Rider mendarat didada Hanma dengan kerasnya. Laki-laki jangkung itu terdorong jauh sampai menabrak tembok pembatas jalan. Hanma enggan meringis.
Rider berlari sekencang mungkin untuk menjauhi Hanma. Menoleh sekali kearah belakang yang ternyata Hanma tidak mengejarnya.
'BODOH!! BODOH!!!! ADA APA DENGAN DIRIKU? KENAPA AKU TERLALU SIBUK BERPIKIR SAMPAI MEMBIARKAN LIDAH ORANG ITU MASUK KE MULUT KU??!!!'
Ia membuang ludah, merasa jijik dengan perlakuan Hanma barusan. Air matanya mengalir.
'Bahkan... Hiks... Tangannya... Hiks...'
Kakinya terus berlari, dan mulutnya tak berhenti memaki.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMPOSTOR (END) - Another Story From Tokyo Manji
أدب الهواةSeorang gadis jenius bernama Miya Rei yang di cintai seorang pemimpin geng motor bernama Mikey alias Sano Manjiro. Namun geng tersebut menjadi sasaran permainan seorang manipulator. Begitu banyak kejanggalan yang bermain dibawah pijakan tanah kebaha...