Tawaran Menikah dan Obrolan Di balkon

152 11 9
                                    

"Maybe my soulmate die, I don't know."

🌻

Kalau boleh jujur, cewek itu sebenarnya ingin menangis tersedu-sedu karena haru dengan apa yang sedang dia alami sekarang. Perihal dirinya yang duduk berhadapan dengan sosok yang dia sukai, perihal sosok ibu yang tersenyum sembari menyajikan masakannya yang masih berasap, perihal seorang nenek yang sedang menunggu piringnya diisi oleh nasi dan lauk, atau perihal seorang cewek berpipi bulat yang duduk dengan kedua tangan tersilang dan bibir mengerucut sebal.

Nara tidak pernah merasakan hal ini setelah kepergian Gara. Dia kehilangan semua hal dalam sekejap mata. Pikiran dan keegoisan yang membuatnya merasa bahwa dirinya akan menjadi satu-satunya yang disayangi dan diharapkan harus hilang setelah sebuah realita menamparnya begitu keras.

Lalu seorang manusia asing yang membawanya pada sebuah surga dunia dan menawarkannya obat atas lukanya, kini menyuguhkan dirinya sebuah kebahagiaan semu lain yang tidak ingin dia lepaskan. Rasanya ingin di tempat ini lebih lama dan merasakan sebuah kebahagiaan di atas meja makan setelah sekian lama dirinya hanya dibayang-bayangi oleh sebuah perasaan cemburu.

Namun saat sedang asik berkhayal, tiba-tiba suara dari neneknya Gian terdengar. Perempuan paruh baya yang tadi terlihat menikmati makan malamnya malah melempar sebuah pertanyaan yang sukses membuat Nara tersedak ludahnya sendiri. Bahkan Gian yang tadi diam langsung terbatuk-batuk.

"Kamu mau 'kan, nikah sama Gian nanti?"

Sang Mama terlihat membelalakan matanya, begitu pula dengan Fenny yang sejak tadi hanya mengaduk-aduk makanannya dengan sendok yang ada di dalam genggaman. Jujur, neneknya ini semenjak bertambah usia malah semakin bersikap blak-blakan. Bahkan beliau ini tidak tahu tempat dan juga kondisi.

Yang ditanya hanya diam. Giginya terlihat akibat cengiran canggung di atas meja makan itu. Sedangka Gian masih sibuk mengobati batuknya yang diakibatkan oleh tersedak atas apa yang neneknya itu katakan. Hingga pada akhirnya Nara menggeleng tatkala dia teringat sebuah ife gila yang mungkin saja dapat membantu menyelamatkan harga dirinya.

Nenek nggak mungkin bisa baca pikiran dan tahu kalau gue suka sama Gian, 'kan? Tanyanya di dalam hati.

Memejamkan matanya, Nara memulai aksinya. "Nara nggak bisa masak, Nek."

Kalimat yang cewek itu gunakan sukses membuat Gian terbahak-bahak. Bagaimana tidak, Nara berbohong atas apa yang bisa dia lakukan. Bahkan teman-temannya di kosan tahu bagaimana enaknya masakan Nara. Namun sekarang, dia malah berusaha mengatakan sebuah kalimat dengan niatan membuat perempuan itu tidak menyukainya. Tanpa tahu bagaimana modernnya nenek mereka itu.

Menggeleng, perempuan itu kemudian meletakkan sendok yang ada di dalam genggam ke atas meja seolah memberikan bahasa tubuh bahwa dia sudah siap dengan konversasi yang lebih serius dan intens. Hal itu sukses membuat keempat orang yang ada di meja makan terdiam sembari menelan ludah.

"Nggak apa-apa, nanti pakai pembantu. Biar pembantu yang masak," katanya membalas ucapan Nara barusan.

Gian nyaris terbahak, sedangkan sang mama mendelik menatap anaknya yang terlihat menikmati konversasi itu. Sementara Nara yang baru saja mendengar ucapan dari sang nenek berusaha sekuat tenaga untuk tidak berteriak atau mungkin menangis di tempat saat itu juga.

"Nara nggak bisa beres-beres rumah, Nek. Pokoknya pemales banget," kata Nara masih berusaha sekuat tenaga memberitahu sisi negatif dirinya.

DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang