Epiphany

241 12 0
                                    

"Apa yang membuatku sangat takut, sehingga aku menyembunyikan diriku yang sebenarnya?"

🌻

Untuk kesekian kalinya, yang Billa sendiri saja bingung yang keberapa kalinya, cewek itu menghembuskan napas panjang. Rasanya muak ketika harus mondar-mandir seperti orang bodoh di depan cermin, dengan banyak sekali baju di atas lantai. Taruhan, mamanya pasti akan marah dan berteriak padanya. Akan tetapi tidak bisa, Billa tidak bisa seperti orang lain yang dengan percaya dirinya memakai apa pun pada tubuhnya. Ini memuakkan, rasanya dia ingin membatalkan janji saja kalau begini terus.

Berdecak lantas berkacak pinggang, Billa lagi-lagi menghela napas saat melemparkan satu set pakaian ke lantai. Hingga pada akhirnya suara ketukan pintu terdengar, itu pasti mamanya dengan jutaan kalimat menyebalkan yang sudah berada di ujung lidah. Kapan, ya, Billa bisa pergi dari rumah ini? Cewek itu benar-benar tidak sabar mau kuliah, kalau bisa jauh dari kota ini dan juga mamanya serta papa dan jangan lupa satu setan kecil menyebalkan; adik laki-lakinya.

"Sarapan dulu, Sayang!"

Tuh, 'kan. Padahal mamanya terus mengatakan padanya kalau dia jangan terlalu banyak makan, tetapi dia sendiri yang terus menyodorkan Billa banyak sekali makanan. Dari pagi, sampai malam. Kalau Billa mogok makan, akan banyak sekali alasan yang beliau lontarkan.

Seperti; kamu itu bersyunyar dong masih bisa makan enak tiga kali sehari, di luaran sana banyak yang kenyarangan makan. Bahkan di belahan dunia lain, banyak anak-anak yang kenyarangan gizi. Ini malah mau sok-sokan diet, mogok makan apalah itu. Kalau sudah begitu, Billa tidak bisa lagi melBillakan program diet atau mungkin mogok makan karena ngambek pada mamanya.

"Diet, Ma." Billa tidak berteriak, tidak pula berbicara pelan seperti orang ketakutan. Biasa, tetapi entahlah. Kedengarannya seperti anak kelinci yang tersudut di padang rumput, sementara di depannya ada mama singa yang siap menerkamnya.

Pintu yang memang tidak Billa kunci, karena kalau dikunci mamanya akan ngamuk dan mencak-mencak sendiri, langsung terbuka begitu saja. Di sana, mamanya menatap dengan mata menyalak menyeramkannya. Kalau begini, nyalinya langsung menciut. Melepaskan baju yang ada di tangan, lantas menunduk dan berjalan keluar kamar.

Kalau membangkang, masalahnya akan panjang. Billa malas kalau mamanya sudah marah, semuanya diungkit lagi. Semua abjad dari huruf A sampai Z akan disebut dan jangan lupa dengan setan kecil itu, dia pasti akan tertawa terbahak-bahak melihatnya dimarahi.

Billa dan adiknya cuma berbeda dua tahun, tetapi tingkahnya saat berhadapan dengannya seperti berhadapan dengan anak kecil yang berusia jauh darinya. Okey, ini salahnya. Billa akui. Karena Billa terlalu menuntut senioritas, harus dihormati dan semacamnya. Namun dia bukan hanya mengabaikan fakta bahwa Billa adalah kakaknya, tetapi dia sering kali mengejeknya.

Banyak sekali ejekan yang dia katakan pada cewek itu, yang sumpah demi Tuhan membuatnya ingin merebusnya dan menjadikannya sup untuk makan malam nanti. Billa tidak mengerti kenapa orang-orang di dunia ini beranggapan bahwa body shaming itu hal biasa, yang tidak perlu dianggap serius dan kalau bisa inyat tertawa bersama dengan diri sendiri yang jadi bahan leluconnya.

Seriously dude, tidak ada satu pun orang yang mau inyat tertawa sementara dia yang jadi bahan lelucon itu.

Billa sudah ada di kursi meja makan seperti biasa, di depan sudah tersaji nasi goreng satu piring. Billa tentu saja mengernyit, apalagi saat melihat minyak yang ada di tepian piring. Ini sudah melewati kalori yang Billa butuhkan dalam sehari, untuk menurunkan berat badannya tentu saja. Billa mendorong piring yang ada di atas meja sedikit menjauh darinya, yang tentu saja membuat mamanya, papanya, serta adiknya menoleh serempak ke arahnya.

DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang