"I'm letting you go now."
🌻
Barangkali Gian memang sudah kehilangan kesempatan untuk menjelaskan, akan tetapi dia masih diberikan kesempatan untuk melihat sosok itu. Sosok yang entah kenapa sukses membuat detak jantungnya berdegup tak karuan seperti sekarang. Kedua matanya tak berhenti menatap ke arah sosok yang sudah duduk bersisian di sebelahnya dengan senyum kecil yang terpatri pada wajahnya.
Kemarin malam setelah menerima panggilan telepon dari cewek ini, mereka akhirnya kembali bertemu. Duduk bersisian di tepi pantai sembari menikmati semilir angin yang berhembus pelan bersamaan dengan debur ombak yang bernyanyi keras, sesekali memperdengarkan helaan napas yang cukup panjang, dan kedua manik mata yang beberapa kali saling bertabrakan dengan perasaan canggung yang tidak bisa hilang di antara mereka berdua.
Mereka sudah di sana nyaris setengah jam menghabiskan waktu dalam diam dan isi kepala yang terus berkeliaran tentang hal apa yang akan mereka mulai sebagai konversasi pembuka setelah kurang lebih seminggu tidak berjumpa. Namun setelah mengumpulkan cukup banyak keberanian, entah kenapa Gian kembali menutup mulut dan mengurungkan niat untuk memulai obrolan antara mereka.
Lantas satu helaan napas, Gian memberanikan diri untuk mencabik hening. "Kisahnya terlalu terburu-buru," katanya dengan kedua manik mata yang terpaku pada Nara.
Menoleh ke arah Gian, cewek itu kemudian bertanya. "Maksudnya?"
"Kemaren gue bilang nggak suka sama lo, 'kan?" tanya Gian lagi, yang langsung dijawab berupa anggukan oleh cewek itu. "Itu bohong, Ra."
Rasanya ingin terbahak dengan apa yang dia dengar, sebab setelah menangis berhari-hari kemarin dan berakhir dibuang seperti sampah oleh orang-orang, Nara berusaha untuk tidak gampang luluh akan ucapan orang lain. Semuanya omong kosong dan dia harus lebih berhati-hati lagi. Walaupun dari apa yang dia lihat, Gian mengatakan kalimat itu dengan tulus.
Mendengus, perempuan itu kembali menatap ke depan. "Tapi Safira masih ada di dalam hati lo itu beneran, 'kan?" tanyanya retorik.
Gian kembali kalah dalam konversasi itu. Dia berakhir tidak bisa melakukan apa-apa selain menunduk memperhatikan pasir di bawah tubuhnya. Sementara debur ombak masih menemani dengan matahari yang perlahan tenggelam. Sebab Nara mempertanyakan hal yang keduanya sudah tahu apa yang akan menjadi jawaban.
"Katanya lo bakalan pergi," kata cowok itu lagi.
Nara seketika menoleh, lantas bertanya. "Kata siapa?"
Seketika Gian tersenyum lebar, ekspektasinya kembali berkeliaran. "Jadi lo nggak bakalan pergi, ya?" tanyanya girang.
Melihat air muka dengan kedua manik berbinar itu, Nara terkekeh lantas membalas. "Kebiasaan, orang nanya malah balik nanya."
Seketika air muka itu berubah jadi murung. Kedua manik yang berbinar terlihat sendu dan berakhir menatap ke bawah lagi. Nara menghela napas. Pada kenyataannya, dia bertemu dengan cowok ini bukan untuk memulai semuanya lagi seperti kebanyakan cerita roman picisan yang memaksa si pemeran utama merelakan semua hal untuk berjuang bersama si pasangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua
Romance[M] Nara dan Gian bertemu dalam keadaan sedang sama-sama patah hati. Inginnya saling menyembuhkan, lalu membuat perjanjian untuk saling memanfaatkan sebagai pelarian. Namun pada akhirnya, mereka menyadari bahwa mereka seharusnya sembuh dengan semest...