Choice

474 25 0
                                    

"Milih aja masih suka dapet yang bajingan, apalagi nggak milih."

🌻

Hal paling Gian sukai di dunia ini adalah masakan buatan sang bunda dan juga masakan buatan mamang angkringan yang menempati posisi kedua. Entahlah, terkadang sedikit aneh saat melihat teman-temannya menghabiskan banyak uang untuk makan di restaurant mewah hanya untuk update status di sosial media. Benar, hidup itu tidak mahal, yang mahal itu gengsi.

Sebenarnya yang membuat Gian tidak menyukai makanan di restaurant mewah itu bukan cuma karena harganya, tapi rasanya yang memang kurang nendang. Wajar, sih, di restaurant itu tidak menggunakan micin dan mereka jiga menggunakan barang-barang berkualitas. Jadi, harga yang dipatok sesuai dengan hasilnya. Tidak aneh memang. Tapi tetap saja, Gian tak suka.

Nasi goreng Mang Agung yang ada di ujung gang kosan mereka menjadi pilihan nomor satu kalau lapar sedang melanda bersama dengan ke-mageran. Rasanya yang gurih, harganya yang murah, dan jangan lupakan dengan porsinya yang banyak. Angkringan ini juga selalu ramai dikunjungi pembeli, jadi kalau mau makan nasi goreng harus benar-benar sabar menunggu.

Tapi sayangnya, entah kenapa nasi goreng level terpedas yang dia pesan dengan telur ceplok di atasnya itu terlihat tak menarik sama sekali. Sementara cewek yang kini diam menikmati makanannya menoleh pada Gian yang langsung mengalihkan pandangannya, meneguk teh manis yang dia pesan, lalu berdehem. Sumpah demi apa pun, rasanya benar-benar canggung dan dia bingung ingin mengatakan apa sebagai pembuka dari konversasi itu.

Hingga akhirnya cowok itu menghela napas, pun mengulas senyum, dan menolehkan kepalanya pada Nara. "Gue sama Agus cuma temenan doang, kok. Nggak lebih,"

Yang menjadi lawan bicara malah menatapnya tajam, lalu kedua mata bulat itu langsung menyipit dengan bibir mencebik. "Serius, lo kayak gitu keliatan kayak pacar yang lagi ngejelasin sama doinya yang kepergok jalan sama orang lain," balasnya.

Bukannya merasa kaget atau kesal, Gian malah menyengir lebar memperlihatkan deretan giginya, dan menceletuk. "Kalau gitu kita pacaran aja,"

Nara yang baru saja mengunyah sesuap nasi goreng lagi-lagi tersedak, membuat Gian kaget dan buru-buru menyerahkan minum pada cewek itu. Setelah dirasa baik-baik saja, Nara yang melotot langsung berdecih sembari membersihkan bibirnya yang kotor.

"What are you talking about, dude? Do you lose your brain?" Tanyanya dengan penekanan pada setiap kata yang dia ucapkan, pun melirik ke sekitar sebentar sebelum akhirnya melanjutkan. "Or has something shit ate your brain?"

"Gue seriusan," ujar Gian menimpali pertanyaan dari cewek itu.

Nara lantas terdiam, kedua matanya tak lagi melotot. Satu helaan napas lalu terdengar dari ceruk bibirnya, kemudian menepuk bahu Gian yang masih enggan mengalihkan pandangannya walaupun tadi sempat membuat cewek itu nyaris kehilangan nyawa. Kedua manik senada dengan karamel itu kemudian menatap lembut pada Gian yang masih bergeming di tempatnya, sebelum akhirnya sebuah senyum terukir pada wajah cantik milik Nara.

"Gian, kita baru ketemu beberapa kali. Sekarang aja bisa dibilang pertemuan kedua," jelasnya pelan dengan suara halusnya.

"Sebenarnya udah beberapa kali, cuma lo-nya aja yang terlalu cuek. Kerjaannya cuma di kamar doang kalau nggak ke kantor," koreksi Gian.

Mendengar perkataan yang langsung keluar dari belah bibir sang tetangga kosan yang bahkan dia sendiri tidak kenal, Nara lantas menghela napas, dan menutup mulut cowok itu dengan jari telunjuknya. Menganggukkan kepala sebagai jawaban setuju, Nara lantas kembali berkata.

"Okey, anggap aja udah beberapa kali. However, we've ever met as personal twice and we don't know each other,"

Menyugar rambutnya yang digerai bebas, Nara lagi-lagi menghela napas. Kedua mata yang tadi menatap pada Gian kini teralihkan pada gelas berisi air minum, pun menenggak air itu sampai habis. Demi apa pun, dia benar-benar merasa frustasi sekarang. Tentu saja. Siapa yang tidak frustasi menghadapi cowok setengah tidak waras seperti Gian yang mendadak mengajaknya berpacaran. Tidak. Lukanya bahkan belum kering.

DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang