"Sederhananya, dia cuma takut kesepian."
🌻
Cewek itu terengah-engah, keringat bercucuran. Tubuhnya terus bergerak tanpa mau berhenti, sedangkan Gian hanya diam memperhatikan dengan ekspresi takut dan siaga kalau-kalau cewek ini malah jatuh pingsan kemudian membuat kehebohan. Kedua matanya merotasi jengah, sesekali menarik napas cukup panjang dan berdoa bahwa semua akan baik-baik saja. Benar, semuanya akan baik-baik saja--walaupun sebenarnya dia juga ragu pada keyakinan yang datang entah darimana itu.
"Seriusan, Na. Lo nggak apa-apa?" tanya Gian, ekspresinya semakin khawatir memperhatikan sosok itu. "Kenapa nggak gue aja yang mimpin?" lagi, Gian melempar pertanyaan tatkala menemukan bahwa Nara tak kunjung menjawab dan terus menggerakkan tubuhnya. "Lo kayak yang cape banget gitu," lanjutnya.
Nara lantas berdecak, kedua manik matanya melirik sebentar ke arah cowok itu sebelum akhirnya kembali melanjutkan. "Gue nggak kenapa-napa, lo diem aja. Nggak apa-apa," katanya yang tentu saja tidak sesuai dengan apa yang Gian lihat.
Gian kemudian berdecak kesal. "Masalahnya bukan cuma karna gue takut lo pingsan, tapi gue udah cape kayak gini terus. Cepetin gitu misal," katanya.
Nara kembali melirik ke arah cowok itu, sebelum akhirnya balas berdecak. "Ini udah cepet, kok. Udah pake tenaga ekstra," ujarnya.
"Gue aja, ya?" pinta Gian, "Mending diem aja menikmati keindahan," lanjutnya memberi penawaran.
Berdecak, Nara masih menggerakkan tubuhnya. "Gue itu udah lama nggak main...." ucapannya terhenti tatkala dia nyaris terjatuh dari tempatnya, sebelum akhirnya melanjutkan. "Jadi, lo harusnya biarin gue. Kenapa malah ribut di belakang?"
Namun sayangnya, keyakinan yang Nara miliki tidak cukup untuk mempertahankan keselamatan jiwa dan raga seorang Gian yang sudah setengah mampus menahan teriakan. Pada akhirnya, mereka terjatuh. Sepeda gandeng yang mereka tumpangi oleng dan terjatuh di antara semak-semak.
Gian melotot, kemudian berteriak. "NARA!"
Alih-alih merasa bersalah atau khawatir kalau-kalau si penumpang yang berada di kursi belakang tadi terluka, Nara malah terbahak-bahak begitu keras. Gian yang sudah tersungkur sejak tadi berusaha untuk berdiri dan memperhatikan seluruh bagian tubuhnya--takut kalau nanti malah ada luka besar yang membuatnya harus melihat darah, karena sumpah demi apa pun Gian itu benci sekali dengan darah.
Nara masih sibuk terbahak, sedangkan Gian kini menarik sepeda yang tadi mereka sewa, dan berakhir melotot. Sepedanya patah, lebih tepatnya kepala bagian depan benda itu copot dari tempatnya. Gian tercengang, jantungnya berdetak begitu kencang. Ini sepeda punya orang, cuma disewa lima puluh ribu perjam, sekarang mereka akan mengganti kerugian yang tentu saja akan membuat kehebohan saat tiba di tempat penyewaan nanti.
Setelah dari pernikahan Safira barusan, Gian mengajak Nara untuk pergi ke Pantai Panjang menikmati matahari terbenam berdua. Setelahnya, mereka pergi ke kosan untuk mengganti pakaian dan langsung melajukan motor milik Nara ke area pantai--sebab Nara tidak mau naik sepeda motor Gian yang tentu saja membuat kaki pegal. Pun kemudian mereka menyewa sebuah sepeda untuk dikendarai menyusuri jalanan sembari menikamti sore di Pantai Panjang.
Hanya saja, sekarang mereka malah mendapatkan kesialan.
"Sekarang sepedanya patah, 'kan!" geram Gian dengan ekspresi masamnya, sedangkan Nara yang tadi sibuk tertawa langsung menatap sosok itu. "Kenapa harus pakai acara jatuh segala, sih?"
"Lah, kok tanya Saya?"
Mendengar hal itu, Gian seketika terdiam. Cewek ini lama-kelamaan terlihat menyebalkan juga ternyata. Padahal awalnya seperti seorang cewek pendiam yang tidak banyak ulah. Sedangkan Nara yang melihat ekspresi kesal Gian, kembali tertawa terbahak-bahak untuk kedua kalinya. Melihat hal itu, Gian langsung membawa sepeda yang kepalanya patah untuk pergi kembali ke tempat mereka menyewa sepeda tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua
Romance[M] Nara dan Gian bertemu dalam keadaan sedang sama-sama patah hati. Inginnya saling menyembuhkan, lalu membuat perjanjian untuk saling memanfaatkan sebagai pelarian. Namun pada akhirnya, mereka menyadari bahwa mereka seharusnya sembuh dengan semest...