Ulang Tahun

241 12 0
                                    

"Nggak semua orang menyukai hari ulang tahunnya."

🌻

Kenapa ya, orang-orang pada ngerayain ulang tahun? Padahal di hari ulang tahun kita tu paham kalau kita semakin tua dan makin mendekati realita kehidupan yang harus dihadapi sama semua orang dewasa.

Harusnya mereka nangis, bukannya malah haha hihi sambil tiup lilin dan potong kue.

Adalah kalimat yang pernah Nara dengar dari teman sekelasnya waktu SMA dulu, Edho namanya. Edho adalah sosok yang begitu ceria untuk teman-temannya, sosok yang begitu penyayang bagi adik-adiknya, serta sosok yang begitu romantis di hadapan pacarnya. Yang bisa dibilang satu-satunya orang yang punya kepribadian beda-beda dari apa yang Nara lihat biasanya.

Edho itu konyol, pakai banget malahan. Suka membuat kesal, tetapi membuat rindu. Namun di balik semua sifat yang membuatnya disukai oleh semua orang, Nara tahu bahwa cowok itu adalah seorang anak yang tidak menyukai rumah. Sama sepertinya. Tiga tahun satu kelas dan berteman dengan Edho membuat cewek itu paham bahwa orang-orang sepertinya adalah mereka yang berusaha membuang semua luka yang ada di dalam kepala. Setidaknya untuk beberapa jam, sebelum akhirnya kembali menghadapi sebuah rumah yang mirip neraka.

Di kelas Edho itu terkesan pendiam, padahal Nara tahu bahwa dia punya pola pikir yang luar biasa keren dan menakjubkan. Sayangnya, Nara tidak menyukai cowok itu sebagai cowok. Edho adalah teman yang baik. Barangkali itulah kenapa Edho nyaman bersama dengannya dan sang pacar juga tidak mempermasalahkan hal itu seperti kebanyakan cewek lainnya yang terlampau posesif terhadap pacarnya yang dekat dengan Nara.

Saat itu, mereka baru masuk kelas sebelas. Masih culun dan belum glow up, kalau kata anak-anak zaman sekarang. Masih suka main dan bersikap konyol selayaknya anak berusia enam belas tahun. Waktu itu mereka tidak belajar, baru selesai bersih-bersih kelas setelah dua minggu ditinggalkan kosong untuk libur semester ceritanya. Jadi orang-orang di kelas itu sedang asyik bersenda gurau dan jadi kakak kelas genit yang suka melirik adik kelas yang lewat untuk pergi ke kantin.

Tepat saat mereka sedang asyik tertawa dengan kekonyolan dari teman-teman mereka, Edho tiba-tiba mengatakan sebuah kalimat yang membuat Nara terdiam. Kedua matanya terpaku pada segerombolan orang yang tengah menyanyikan lagu ulang tahun sambil tertawa. Ada kue dengan lilin angka enam belas yang menyala di atasnya. Hari itu dunia seolah memberikan jutaan kebahagiaan pada sosok itu.

Dan Nara, menyetujui kalimat yang Edho katakan.

Sebab baginya, hari ulang tahun adalah hari di mana semuanya berubah terlalu mengerikan untuk dipahami sebagai hari menyenangkan setahun sekali yang harus dirayakan.

Nara tidak tahu apa yang terjadi pada Edho, begitupula sebaliknya. Namun hari itu, mereka menunjukkan ketidaksukaan mereka pada hari ulang tahun dengan diam.

Ulang tahun ke dua belas, tepat di mana Nara baru saja lulus sekolah dasar adalah hari ulang tahun terakhir yang dia rayakan sebagai seorang anak kecil dengan senyum lebar menatap kue ulang tahun di atas meja bersama sang ayah, ibu, dan adiknya. Hari di mana dia mengatakan pada diri sendiri untuk tidak menganggap bahwa hari ulang tahunnya itu ada.

Dulu, dia punya saudara kembar. Namanya Gara. Dia seorang bocah cerdas, tidak sepertinya. Gara selalu dibanggakan, selalu menjadi prioritas, dan apa-apa saja yang dia mau akan diusahakan sekalipun orang tuanya bukanlah orangtua yang punya pekerjaan tetap untuk mengabulkan keinginan sang anak. Sementara Nara, dia hanyalah ampas yang selalu dibuang.

"Nanti Gara mau hadiah apa pas ultah?" tanya sang ayah tatkala mereka tengah makan malam di atas meja makan kala itu.

Namun alih-alih menjawab seperti biasanya, Gara malah menoleh ke arah Nara yang tertunduk dan nyaris menangis karena sakit hati. "Nara mau apa?" tanyanya kemudian.

DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang