Lean On Me

274 13 2
                                    

"Sebenarnya nggak ada satupun tempat bersandar yang nyaman di dunia ini, sebab pada kenyataannya lo harus berdiri tegak pada kaki sendiri."

🌻

Satu hari berat lainnya yang berhasil dilewati.

Bengkulu diakhir tahun selalu mendapatkan banyak sekali berita tidak menyenangkan berseliweran di media massa. Terkadang jadi tidak suka membuka koran atau sosial media yang berkaitan dengan kota ini. Rasanya terlalu menakutkan, seolah semesta tengah marah pada semua yang ada di dunia ini. Dan jangan lupakan dengan badai beserta hujan deras yang selalu mengguyur kota, hingga membuat para pelaut tidak bisa melaut untuk beberapa saat.

Harga ikan melonjak naik, minyak jadi langka hingga membuat antrean panjang memenuhi bahu jalan dan membuat jalanan macet panjang, dan juga kebutuhan pokok yang harganya terus naik secara bertahap. Hidup di kota kecil seperti Bengkulu ini harus bisa memperkuat mental. Kalau tidak, bisa saja mati di tengah jalan atau bahkan sekarat.

Nara sudah kembali ke kosan, motor sudah diparkir rapi di tempatnya, dan helm yang melindungi kepala dia simpan di bawah jok supaya tidak kesulitan besok paginya. Parkiran motor terlihat sepi dan membuat cewek itu yakin kalau beberapa penghuni kosan masih belum pulang. Padahal sudah pukul delapan malam. Pun setelah dia beranjak pergi untuk masuk, Nara malah menemukan sosok Gian sedang bernyanyi di atas kursi di teras kosan.

Cowok itu kemudian mendongak tatkala dia menemukan sosok itu dan terdiam dengan kening berkerut. "Kenapa mukanya ditekuk begitu, hm?" tanyanya.

Nara mendengus, lantas duduk di sebelah Gian sembari tersenyum kecil. "Tetep cantik tapi, 'kan?"

Cowok itu balas mendengus, ekspresinya terlihat benar-benar kesal. "Pen nonjok, tapi nanti dibilang woman abuse!" katanya sarkas.

Nara hanya menanggapi kalimat cowok itu barusan dengan kekehan, sebelum akhirnya dia menelisik ke seluruh ruangan. "Yang lain mana, ya? Kok nggak keliatan?" tanyanya kemudian.

"Hero lagi di sanggar, belum pulang dari pagi tadi. Kalau Kak Ben udah pergi ke Jakarta buat tanda tangan buku, sedangkan Agus di kamar kayak biasanya merenungi nasib. Sisanya tentu aja kerja," jawab cowok itu.

"Lo gimana?"

Menyadari bahwa sosok itu baru saja melempar pertanyaan untuknya, Gian kemudian tersenyum. "Gue abis ngerjain cover, mau denger?" tawarnya sembari mengambil ponsel yang dia letakkan di dalam saku celana yang dia pakai.

Nara mengangguk, lantas meraih earphone yang Gian berikan. "Lo nyanyi lagu apa?" tanyanya, kemudian terdiam tatkala lagu yang Gian putar lewat earphone itu mulai melantun mengisi gendang telinganya. "Falling?" tanya cewek itu kaget.

"Lo suka lagu ini, 'kan?" tiba-tiba saja cowok itu melempar pertanyaan yang sukses membuat Nara tertegun, "Gue dengerin, cari arti liriknya, dan jatuh cinta juga sama lagunya. Jadinya gue mutusin buat coverin lagu ini buat lo," lanjutnya.

Sebenarnya Nara sedang menahan agar tidak memperlihatkan pipinya yang bersemu, pun berakhir memalingkan wajahnya. "Saae lo," ucapnya.

Sedangkan cowok itu hanya terkekeh, sebelum akhirnya membalas. "Seriusan lho, Na."

Setelahnya mereka berdua terdiam menikmati lagu yang baru saja Gian upload di salah satu sosial media. Suara cowok itu terdengar begitu merdua dan lembut. Lagu milik Harry Styles terdengar cocok dia nyanyikan. Bait demi bait dengan bahasa asing yang Nara ketahui arti dan maknanya jadi terdengar lebih menyakitkan. Entahlah, Nara kembali merasakan jantungnya berdegup begitu kencang.

And I get the feeling that u never need me again.

Gian seolah tengah memperlihatkan patah hatinya lewat lagu ini, seolah dia tengah berada dalam keputusasaan dan kekecewaan yang begitu besar. Nara hanya diam dengan jantung dan pipi yang bersemu, sebelum akhirnya dia mendapatkan sebuah perasaan sakit yang tak terkira. Cowok ini bukan hanya sedang bernyanyi, tetapi mengungkapkan perasaannya.

DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang