"If you kiss with somebody, it will burn about two until twenty five calories per minute."
🌻
Malam semakin larut, festival sudah sepi--hanya tersisa beberapa stand makanan yang tengah bersiap-siap untuk pulang dan anggota kepolisian yang masih berjaga-jaga di tempat mereka. Tempat yang masih ramai hanyalah area panggung karena masih ada acara yang belum selesai. Kalau sedang dalam festival begitu, area Pintu Batu memang terus ramai. Biasanya beberapa akses jalan ditutup. Banyak stand makanan, dagangan khas Bengkulu, bahkan rumah hantu dibangun untuk memeriahkan acara Festival Tabut.
Tadi setelah turun dari bianglala, Gian dan Nara berjalan-jalan santai mencari makanan untuk mengisi perut mereka. Sudah dua jam lebih mereka di festival, mengobrol ringan, bercanda tentang banyak hal, dan mencoba hal-hal lucu seperti bando bertelinga kelinci atau kucing. Keduanya bahkan tidak ingat waktu, benar-benar menikmati kebersamaan tanpa mereka sadari.
Hingga akhirnya Gian melirik pada jam yang melingkar pada pergelangan tangan dan melirik pada Nara yang tengah menunggu sosis bakar pesanannya dengan kedua manik berbinar. Gian tersenyum, sempat berpikir tentang kesukaan Nara terhadap sosis. Perasaan di dalam kosannya saja ada begitu banyak sosis kemasan yang sengaja di stok oleh cewek ini. Padahal bagi Gian sosis itu tidak terlalu enak.
Setelah pesanannya selesai, Gian melempar tanya pada sosok itu. "Sekarang ke mana?"
Cewek itu tak langsung menjawab, sebab tengah sibuk meniup sosis bakar miliknya itu. "Udah malem, mending pulang. Mau tidur juga soalnya kecapean," jawabnya kemudian sembari meniup sosis bakar itu.
Pada akhirnya Gian mengangguk guna menyetujui. "Ya udah, kita pulang. Tapi sebelumnya kita pergi cari makan dulu," katanya yang sukses membuat Nara menoleh.
Cari makan dulu? Serius? Nara bahkan masih ingat beberapa makanan ringan yang mereka pesan tadi. Ada siomay, gula-gula kapas, es capuccino, bahkan bakso, dan sekarang dia bahkan sedang menyantap sosis. Namun alih-alih protes karena sudah kebanyakan makan, Nara hanya diam tanpa menimpali kalimat yang barudan Gian ucapkan.
Keduanya kemudian berjalan kembali, kali ini tidak berkeliling untuk melihat-lihat melainkan pergi menuju tempat parkir. Berjalan bersisian begini entah kenapa malah menghadirkan desir aneh pada relung dadanya yang kosong. Gian terpaku, lantas menoleh dan menangkap sosok yang tengah mendesis kenikmatan saat sosis bakar itu masuk ke dalam mulutnya.
Semua orang tahu kejadian dua tahun yang lalu sudah cukup lama berlalu dan membawa pergi sosok itu. Semua orang juga tahu bagaimana Gian yang berubah menjadi sosok menyedihkan yang kehilangan jati diri dan semangat hidupnya. Lantas setelah dia bertemu dengan cewek ini, Gian malah nyaris terbahak pada alam semesta dan Tuhan yang mempermainkan hidupnya. Sosok ini bukanlah Kayla yang selama ini dia rindukan.
"Lo suka nasi Padang, nggak?" tanya Gian pada akhirnya sekaligus memecah hening di antara mereka.
Menoleh, cewek itu kemudian mengangguk. "Suka, sih. Tapi lagi nggak mau makan nasi," jawabnya.
"Terus mau makan apa?" tanya Gian, lagi. Kali ini satu tarikan napas dia lakukan.
Mengedikkan bahu, cewek itu kembali menggigit sosis bakarnya. "Nggak tahu, terserah lo aja. Gue nurut," jawabnya.
Gian pasrah, satu-satunya hal yang bisa dia lakukan sekarang hanya menghela napas karena kelelahan. Tidak, tidak. Ini bahkan lebih melelahkan ketimbang berjalan guna mendaki bukit untuk melihat kawah gunung dan kedinginan karena suhu yang rendah seperti yang biasa dia lakukan bersama Agus kalau sedang gabut. Menghadapi cewek yang mengatakan terserah seolah tak punya stok kalimat lain itu persis seperti sedang bicara pada robot yang sudah disetel otomatis untuk mengatakan kalimat yang sama dan itu melelahkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dua
Romansa[M] Nara dan Gian bertemu dalam keadaan sedang sama-sama patah hati. Inginnya saling menyembuhkan, lalu membuat perjanjian untuk saling memanfaatkan sebagai pelarian. Namun pada akhirnya, mereka menyadari bahwa mereka seharusnya sembuh dengan semest...