بسم الله الرحمن الرحيم
__________________________
Tidak ada yang nama kebetulan. Segala sesuatu sudah dirancang takdir. Apapun yang datang dan pergi itu sudah skenario semesta.
__________________________
Sepasang kaki panjang itu menjejaki lantai Bandara Internasional Lombok dengan tangannya yang menggeret koper silvernya. Tangan satunya sibuk mendial seseorang disebrang sana. Wajahnya yang tertutup masker putih dengan topi senada itu pun masih menjadi pusat perhatian. Siapa yang tidak akan melirik pada tubuh tinggi dengan bahu lebar dengan kulit putih langsat itu.
"Aku baru landing Mbak. Iya! Aku langsung kerumah Mbak. Gak perlu jemput. Aku naik taksi aja," katanya pada seseorang yang ada ditelpon.
Setelah percakapan basa-basi lainnya. Pria bernama Albirru itu menghentikan salah satu taksi untuk mengantarkan ke kediaman sang kakak.
Membelah jalanan kota Praya yang terik karna letak bandara yang berada di dekat pantai menjadikan udara siang menjelang sore ini masih begitu menyengat. Apalagi ini masih bulan kemarau dan cuaca Lombok memang kadang sulit ditebak, kadang sangat panas dan bisa hujan mendadak.
Biru menekuri ponselnya mengecek beberapa jadwal penting yang akan ditekuni. Dia memang ke Lombok untuk urusan pekerjaan tapi itu alasan kesekian karna alasan utama tentu saja kabur dari sang ibu yang begitu gencar menjodohkannya.
Usianya memang sudah matang dan layak membina rumah tangga. Karna itu ibunya terus merecokinya agar segera melepas lajang. Melihat juga ia memiliki kakak perempuan yang sudah lama berumah tangga bahkan memiliki anak yang berusia lima belas tahun. Bagaimana ia tidak akan dituntut perihal itu.
Perjalanan menuju kediaman sang kakak tidak terlalu memakan waktu yang lama. Jarak Praya dan Mataram hanya memakan satu jam lebih. Kakak perempuan Biru memang tinggal di Lombok karna mengikuti sang suami.
Kini taksi yang ia tumpangi sudah berhenti didepan gerbang rumah minimalis yang tampak asri. Ketahuan sang penghuni yang begitu telaten merawat rumah terlihat dari tamannya yang sangat terawat. Setelah membayar bil dan supir taksi yang membantu mengeluarkan koper. Biru menggeret koper itu memasuki rumah.
"Assalamu'alaikum!" Katanya seraya menanamkan ketukan didaun pintu.
Tak butuh waktu lama untuk tuan rumah membukakan pintu. Terlihat perempuan yang tampak begitu teduh dengan wajah perpaduan Arab dan Jawa itu. Wajah yang mirip dengan Biru.
"Wa'alaikumsalam, masuk Dek!" Perintah Dania mempersilahkan adik-adik satu-satunya dan jomblo ini masuk kedalam rumah.
Biru langsung menduduki kursi sofa dan menyandarkan punggung setelah melepas masker dan topinya membiar bibir sedikit tebal dan merah itu menghembuskan nafas.
"Kamu toh ya. Hobinya kabur aja kalau udah debat sama Ummi."
Sungguh kata pembukaan yang Biru amat tidak inginkan sekali. Sepertinya niatnya untuk kerumah sang kakak adalah hal yang salah. Biru lupa bahwa Dania adalah duplikat ibunya yang tidak ada bedanya dalam hal merecokinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru Anuradha | END
RomanceBukan untuk mengeluh atas apa yang menimpa hidup. Bukan hukuman atas apa yang telah terjadi. Nanza hanya tidak tahu bagaimana merajut kembali benang putus bernama percaya. Disaat begitu banyak rasa dan kasih yang ditawa...