بسم الله الرحمن الرحيم
__________________________
Masalah datang sebagai langkah penguat untuk tujuanmu selanjutnya. Jika kau lari. Maka kau tidak akan bisa melangkah. Tidak perlu khawatir, Tuhanmu mendatangkan masalah sudah sepaket dengan solusinya.
_____________________
"Beneran Niniq ( Nenek) ndak papa Ananda pergi ini?"
Ini pernyataan kesekian yang diajukan Nanza Anuradha pada neneknya. Membuat Rahma gemas mendengarnya.
"Iya ndak papa toh. Niniq seneng liat Ananda mulai berani. Tapi sekarang Ananda pikirin tuh gimana ngatasin Burung itu," gurau Rahma.
Setelah banyak pertimbangan. Nanza akhirnya memutuskan untuk ikut ke Jakarta bertemu Hajar. Niat ibu laki-laki itu yang ingin bertemu dengannya membuatnya tak tega untuk menolak. Toh, juga hanya sebentar bukan, setelah itu ia akan kembali lagi ke Lombok.
Ini pula ini kali pertamanya setelah bertahun-tahun tidak keluar dari Lombok. Seolah rasanya begitu gugup sekali, mengingat akankah ia akan baik-baik saja.
Nanza sudah siap dengan kopernya. Ia akan pergi tidak hanya dengan Albirru tentu saja. Pria itu memaksakan keponakannya untuk ikut. Membuat Dania harus merelakan anak gadisnya untuk tidak sekolah sementara waktu.
Tapi Nanza masih harus melewati ujian untuk bisa pergi keluar dari Lombok. Yakni bagaimana menenangkan Seorang Elang Langit Satria, saat mengetahui kepergiannya yang tiba-tiba.
Suara deru mobil terdengar dipekarangan rumah. Sudah dipastikan itu adalah Dokter Jiwa itu.
Nanza sudah menunggu diteras rumah. Duduk di kursi kayu menyambut pria itu.
"Apaan-apaan ini Anura--"
"Kenapa mesti manggil kayak gitu!" protes Nanza benar-benar tidak suka dengan panggilannya.
"Kamu yang apa-apaan. Keluar Lombok? Dengan seorang pria? Yang benar saja!" Geram pria itu. Membuka kancing kemeja atasnya yang terasa mencekik.
"Duduk dulu Bird yuk, tenang dulu." tahu api tidak bisa dilawan dengan api. Nanza lebih memilih mengalah. Pria itu marah sebab mengkhawatirkannya.
"Gue bukan sembarangan burung ya." Sempat-sempatnya pria itu mengoreksi Nanza.
"Iya... iya tenang dulu ya," bujuk Nanza.
Pria itu menghela nafas meneguk minuman yang disuguhkan dan duduk dikursi kayu berdampingan dengan Nanza.
"Kamu suka pria itu?" Tembak Elang. Pasalnya Nanza tidak bisa langsung menerima seseorang bahkan walau hanya sekedar teman. Dan sekarang ada seorang pria. Ia merasa cukup tersaingi.
"Kamu cemburu?" Nanza malah menggoda pria itu.
"Apa masih dipertanyakan heem? Please Anura-- mm Nanza. Kamu yakin kamu bisa keluar?"
Pertanyaan Elang malah membuat Nanza terdiam. Ia juga merasa ragu akan hal itu, akankah ia bisa?
"Tapi gak mungkinkan Aku stuck ditempat. Aku juga akan pernah tau sejauh mana aku bisa sebelum aku mencobanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru Anuradha | END
RomanceBukan untuk mengeluh atas apa yang menimpa hidup. Bukan hukuman atas apa yang telah terjadi. Nanza hanya tidak tahu bagaimana merajut kembali benang putus bernama percaya. Disaat begitu banyak rasa dan kasih yang ditawa...