بسم الله الرحمن الرحيم
__________________________
Tidak pernah rugi menjadi pemaaf dan orang yang ikhlas. Meski sulit tapi balasannya adalah ketenangan. Teruslah belajar tentang ikhlas.
___________________
Pradana membujuk Nanza untuk sekedar makan, terlepas seharian anak gadisnya itu terus mengurung diri. Syukurnya Pradana karna Nanza tidak melakukan hal aneh-aneh dalam kemarahannya dan tetap memilih dirumah membuat Pradana bisa menjaganya.
Ayara yang kembali dari rumah Albirru malam itu menatap Ayahnya yang tengah membujuk Nanza. Kekesalan masih menyelimuti hatinya dan membuatnya merasakan iri terhadap kakaknya sendiri.
"Ayara kamu udah pulang. Tolong temani dan bujuk kakak makan ya," pinta Pradana menatap harap pada anak keduanya itu.
"Baik Yah. Ayah istirahat aja. Biar Aya yang bujuk Kak Nan."
Pradana sangat bersyukur bagaimana Ayara terlihat begitu perduli dengan Nanza terlepas mereka dari ibu yang berbeda dan tak tumbuh bersama.
Lalu lelaki itu memilih beristirahat dan membiarkan Ayara mengambil tugas membujuk Nanza.
Ayara mengetuk pintu kamar yang dulunya tak pernah sekalipun Ayara di izinkan untuk masuk. Meski tidak tinggal dirumah ini. Sewaktu-waktu jika ada kerjaan di Jakarta, Pradana dan keluarganya akan berada dirumah ini. Namun semua bisa di akses kecuali dua kamar yang tak boleh di masuki oleh siapapun. Yakni kamar Eleah dan kamar Nanza.
Ayara sadar dari dulu memang perlakuan kepada Nanza sangat berbeda meski ia pun sangat di kasihi oleh Pradana dan ibunya. Mungkin perasaan sensitif ini akibat rasa cemburunya belakang ini dan seharusnya Ayara tidak membiarkan rasa kesal itu berkembang, takutnya akan menimbulkan sebuah kebencian.
"Kak Nan. Ini Aya. Boleh masuk gak?"
"Masuk aja," sahut Nanza.
Kalau Nanza tidak mengunci pintu dan memberi kemudahan akses seperti ini. Kenapa pada Pradana tidak bisa. Pikir Ayara.
"Loh tadi Ayah terus-terusan bujuk kakak. Katanya belum makan dan ngurung seharian loh," ujar Ayara dengan kebingungannya dan sedikit berdecak saat melihat isi kamar Nanza yang pertama kali dilihatnya.
"Kalau sama beliau saya hanya tidak ingin bertemu saja," ungkap Nanza jujur.
Apaan-apaan itu. Pikir Ayara.
Di saat dia yang mati-matian selalu menjaga perasaan Pradana. Selalu menuruti perkataan Pradana dan takut mengecewakan Pradana sehingga ia selalu menuntut diri untuk terlihat sempurna di mata Pradana. Setidaknya itu membuatnya akan di sayangi terlepas dari upaya menahan diri dari stress mendengar cemooh orang sejak dulu tentang ibunya dan dia yang cap sebagai perusak rumah tangga orang.
Tapi Nanza dengan santai mengacuhkan Pradana membuat Ayara jelas tak terima.
"Jangan begitulah sama Ayah, Kak," ujar Ayara mencoba menasehati.
"Maaf saya masih belum bisa berdamai dengan beliau. Saya usahakan. Hanya saja hari ini sudah cukup membuat pikiran saya kacau. Jadi jika tidak ada keperluan lagi silahkan keluar." Nanza berujar dengan nada rendah namun datar.
"Setidaknya makanlah. Biar ayah gak khawatir terus."
"Baik saya akan makan," putus Nanza.
Bolehkah kali ini Ayara egois dengan kehadiran kakaknya yang dirasa membuat kekacauan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru Anuradha | END
RomanceBukan untuk mengeluh atas apa yang menimpa hidup. Bukan hukuman atas apa yang telah terjadi. Nanza hanya tidak tahu bagaimana merajut kembali benang putus bernama percaya. Disaat begitu banyak rasa dan kasih yang ditawa...