بسم الله الرحمن الرحيم
__________________________
Meski tidak ingin. Semesta akan menuntun pada takdir yang harus dijalani. Meski itu pahit dan tidak menyenangkan.
_________________________
Suasana Villa yang dingin membuat Albirru betah bergelung dalam selimut tebalnya. Meski diseberang Villa sana terdapat pantai. Namun di utara merupakan pegunungan. Senggigi memang berada di antara pegunungan dan pantai. Terutama Villa milik Biru yang bernuansa kayu nan aestetik itu. Menjadi favorit orang untuk menginap. Karna mengingat ia akan berada di sini dalam beberapa waktu. Maka ia mengosongkan Villa.
Bunyi gawainya yang di atas nakas membuatnya berdecak. Bersungut pada entah siapa yang menggangu tidurnya kali ini.
"Assalamu'alaikum Albirru!" Pekikan diseberang sana membuat lelaki itu menjauhkan sedikit menjauhkan ponselnya.
'Waktunya siraman rohani pagi'. batinnya.
"Wa'alaikumsalam Ummiku yang cantik sedunia," Albirru bangkit dan memilih bersandar pada ranjang dan terfokus pada perkataan ibunya.
"Gitu ya kamu. Kabur terus. Kita belum selesai ya.," ujar Hajar centil.
Albirru kadang heran dengan ibunya. Meski sudah berumur tapi masih terlihat centil dan manja. Bahkan ibunya itu sudah memiliki cucu yang sudah SMA.
"Ummi, Biru ada kerjaan disini. Melihat pembangunan perumahan dan penginapan disini. Gak kabur dari Ummik kok," belanya untuk diri sendiri.
"Alah Ummik gak percaya. Gini deh kalau sampai Biru balik dari Lombok gak bawa calon menantu untuk Ummik. Kamu harus terima dengan Ayara titik!"
Biru memijit keningnya. Kenapa bahasan nikah itu tidak berakhir Tuhan. Gerutunya.
"Biru gak usah balik Jakarta kalau gitu."
"Albirru! Kamu ya. Ummik sayang banget loh sama kamu. Kamu udah mapan. CEO perusahaan properti terkemuka di Asia. Insya Allah sholeh. Apalagi sih sayang," gemas Hajar diseberang sana.
"Ummikku, ingat! gimana kita tidak bisa mendahulukan kehendak kita. Kalau Allah saja bilang ini belum waktunya. Ya tidak akan terjadi Mik," ujarnya.
"Ya, tapi ada namanya ikhtiar putraku sayang. Pokoknya kesepakatan kita gitu ya. Titip ciumkan untuk cucu kesayangan Ummik ya. Ummik tutup dulu mau ke pesantren. Jangan lupa muroja'ah. Assalamu'alaikum."
Biru menghela nafas saat panggilan itu berakhir. Ia bangkit dan berjalan ke arah jendela kaca. Membukanya dan menghirup udara pagi Lombok yang bebas dari polusi atau bisingnya kendaraan.
*****
"Bunda! Ada kak Nan nih," teriak Khanza dengan tangannya yang menggandeng seorang perempuan dengan wajah teduh itu.
"Hush! Jangan biasakan teriak gitu Sayang," tegur Dania.
Perempuan disebelah Khanza tersenyum, " Assalamu'alikum Tante!" Sapanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru Anuradha | END
RomanceBukan untuk mengeluh atas apa yang menimpa hidup. Bukan hukuman atas apa yang telah terjadi. Nanza hanya tidak tahu bagaimana merajut kembali benang putus bernama percaya. Disaat begitu banyak rasa dan kasih yang ditawa...