بسم الله الرحمن الرحيم
__________________________
Jika masih ada nafas yang terhembus. Masih ada kesempatan untuk bangkit kembali.
______________________
Semua peserta seminar proposal yang hadir diruang Auditoriom bertepuk heboh saat Nanza menyelesaikan presentasinya dengan nilai A+ dari dosen penguji seminarnya.
Perempuan itu menerima buket dan ucapan selamat dari beberapa teman dan kenalannya. Teman-teman komunitasnya ikut hadir memberi selamat.
Tanpa orang tahu sebenarnya dia sedang menyembunyikan emosi sedihnya. Siapa sangka ia akan mendapatkan momen tidak mengenakkan sebelum seminar proposalnya. Acara lamaran mendadak Albirru dan percakapan dengan Ayara benar-benar mengejutkan secara bersamaan sehingga ia linglung dalam mengambil keputusan berakhir menolak Albirru dengan alasan yang tidak jelas.
Pria itu tentu saja tidak akan hadir dalam sempronya. Bukan dengan sengaja atau ngambek karna lamarannya ditolak. Pria itu benar-benar ada pekerjaan penting yang harus diurus dan membuatnya bertolak ke Jakarta lebih cepat. Bahkan dari semalam pria itu terus menspam ponsel Nanza dengan kata maaf karna tak bisa menghadiri. Akhirnya mereka bertukar nomor ponsel masing-masing.
"Kak Nan! Selamat!" Suara cempreng menghiasi lorong audit. Gadis belia itu sedikit berlari dengan buket bunga yang besar yang hampir menutupi tubuhnya.
"Ini dari Kak Biru. Dari Khanza dimobil ah iya sama Bunda juga kesini. Tapi masih ke kamar mandi tadi. Dan ini suratnya."
Khanza memberi Nanza sepucuk surat bersampul pink persis dengan warna mawar yang diberi Albirru.
"Makasih ya udah dateng," ujar Nanza memberi Khanza pelukan sekilas.
"Sama-sama ayok ditraktir makan sama Bunda," ujar Khanza.
Akhirnya Nanza berpamitan pada teman-temannya setelah mengabadikan momen dan berbincang sedikit. Lalu mereka berdua menghampiri Dania yang langsung memeluk Nanza memberikan ucapan selamat dan pergi ke sebuah restoran untuk menyantap makan siang.
****
Malam harinya. Nanza asik menatap bunga-bunga dan beberapa hadiah yang diberikan hari ini. Betapa bersyukurnya Nanza dikelilingi orang yang baik meski ia dikenal perempuan berhati dingin dan bahkan sangat jutek. Nanza tak pernah memiliki teman atau sahabat yang begitu dekat. Karna susahnya ia percaya dengan orang. Tapi untuk selalu berbuat baik ia lakukan untuk semua orang. Dan itu berimbas kepada diri. Karna apa yang dituai itu yang akan didapat.
Tiba-tiba ekspresinya berubah menjadi sendu. Menyadari meski banyak teman yang memberi ucapan selamat. Tapi tetap saja ada yang kurang. Ucapan dari kedua orang tuanya yang absen yang selama delapan tahun sudah hilang dihari-hari penting Nanza.
"Mama...,"
Air matanya luruh sehingga menimbulkan isakan kecil. Mendekap lututnya menenggelamkan kepala dan asik dengan laranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru Anuradha | END
RomanceBukan untuk mengeluh atas apa yang menimpa hidup. Bukan hukuman atas apa yang telah terjadi. Nanza hanya tidak tahu bagaimana merajut kembali benang putus bernama percaya. Disaat begitu banyak rasa dan kasih yang ditawa...