A New Reason

3.2K 252 1
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

__________________________

Percaya itu ibarat menggenggam satu orang. Jika rusak, maka orang itu akan hilang. Jika pun bisa dirajut kembali. Orang itu kembali dengan menjadi orang baru

____________________

Albirru harus merasakan bagaimana susahnya melakukan kegiatan dengan tangannya yang cedera. Padahal itupun hanya satu jari yang patah. Bayangkan bagaimana orang lain yang diberi anugrah spesial oleh Allah swt. dengan segala keterbatasannya tapi mampu menjalani hidup dan tidak mengeluh.

Itu kenapa rasa syukur harus dibangun. Bagaimana Allah swt. memberikan begitu banyak nikmat. Bahkan hal-hal kecil yang tanpa disadari. Dibandingkan mengeluh akan hal yang tidak menyenangkan. Baiknya melihat dari sisi positif dan mensyukurinya.

Mentari tidak menampakkan diri. Karna sudah memasuki musim penghujan diakhir tahun. Mendung lebih banyak menghiasi langit. Meski sudah hampir jam sepuluh pagi suasana terasa gelap.

Ponselnya berdering ada panggilan vidio dari Hajar. Biru menduga akan kabar kecelakaannya sudah sampai ketelinga ibunya dan dia harus bersiap dipaksa pulang. Itu pasti ulah sang kakak yang mengadukannya.

"Chavash Albirru! Pulang gak!" Sapaan yang cukup mengejutkan sebagai pembukaan.

"Salam dulu atuh Ummik cantik do'akan anaknya dulu," protes Biru mengabaikan kemurkaan Hajar.

"Assalamu'alaikum, kamu itu loh," ulang Hajar mengulangi pembukaannya.

"Wa'alaikumsalam, Biru gak papa Ummi. Kecelakaan kecil doang," bela Biru untuk dirinya.

"Apaan luka kecil. Patah gitu. Ummik gak mau tau pulang sekarang juga. Siapa yang rawat kamu coba udah tau diri jomblo,"

Harusnya Biru mempertanyakan ibunya apa benar sudah memiliki cucu itu tapi kenapa kelakuan masih seperti anak muda yang julid.

"Iya pulangnya nanti dulu ya Mik. Mau nyelesein misi dulu." Biru mengulum senyum mengingat misi apa itu.

"Dih misi apaan. Kerjaan? Gak ada! dalam 24 jam kedepan ummik gak liat kamu di depan mata ummik awas ya," ancam Hajar

Biru bergidik, sebelum obrolannya dijeda oleh pintu yang berdenyit dan tampak di buka seseorang.

Ada Nanza yang terlihat terburu-buru dengan rantang makanannya.

"Mas! Ini sarapan Mas ya. Maaf Nanza ada bimbingan dan ini udah telat banget jadi gak bisa lama. Khanza juga masih sekolah nanti siang Nanza balik ya. Jangan lupa dimakan. Assalamu'alaikum!"

"Hei! Hati-hati kamu ya! Wa'alaikumsalam," teriak Biru saat gadis itu sudah menghilang dibalik pintu.

"Iya Mas. Diganti itu perbannya ya!" Masih terdengar perhatian gadis itu meski samar. Membuat Biru menghangat.

Sampai lupa bahwa pria itu masih terhubung dengan ibunya yang sejak tadi membeku dengan mata melotot. Seperti masih mencerna apa yang terjadi. Karna tanpa sengaja Biru membelakangi pintu yang otomatis kameranya juga mengarah pada pintu menuju dapur.

"Mohammed Chavash Albirru! Siapa itu? Jangan bilang pacar kamu? Kenapa di Villa? Kamu kan belum halal sama dia? Jangan macem-macem! Hafalan inget! Siapa sih itu?"

Biru memijit pelipisnya pening dengan rentetan pertanyaan Hajar.

"Satu-satu tanyanya Ummik!" Seru Biru.

"Oke, siapa dia?"

"Seseorang yang sedang ingin Biru perjuangkan," ucap Biru mantap.

Hajar terdiam sesaat. Membuat Biru bertanya dalam hati. Menebak apa yang akan selanjutnya terjadi dan respon ibunya.

Biru  Anuradha | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang