"Ma?"
"Gar, kamu sama Shena?"
"Iya. Oma gimana?" tanyanya tenang.
"Udah sedikit lebih baik, tapi masih perlu pantauan dokter."
Tak mau memperlama waktu, Edgar pun mendorong sebuah pintu di hadapannya. Seperti yang sebelumnya dia duga, kalau ruangan ini tidak akan kosong. Sorot matanya memancarkan sebuah arti lain ketika melihat seseorang yang sudah terlebih dahulu duduk pada sebuah kursi di dekat seorang wanita tua yang berbaring.
Edgar tidak sepenuhnya membenci keluarga ini, tapi hanya kepada seseorang. Sekeras apa pun usahanya menghindari pertemuan dengan keluarga ini, justru akan membuatnya menyesal suatu saat jika tidak bertemu dengan Omanya. Bagaimanapun juga Omanya adalah orang setelah Mamanya yang amat menyayanginya dengan begitu tulus.
"Ikut masuk aja, gak papa." Kata Tamara menyuruh Shena.
"Makasih, Tante."
Shena berjalan di belakang Edgar setelah menutup pintu dengan amat pelan. Ia merekahkan senyum merespon tatapan dari tiga manusia dalam ruangan ini. Shena bukan kali pertama melihat mereka. Kecuali dengan seorang pria berpakaian rapi yang baru saja berdiri dari kursi.
Tubuh tinggi itu sama seperti Edgar bahkan ketika Shena membalas tatapannya. Manik mata cokelat itu begitu tajam seperti setiap kali Edgar menatapnya. Shena mengobservasi gelagat keduanya yang seperti orang asing, meski Shena seribu persen tidak yakin jika keduanya tidak memiliki hubungan darah. Ada sebuah dinding pembatas yang sengaja Edgar bangun di antara mereka.
Pria itu kemudian keluar dengan arah mata Shena yang masih mengikutinya. Tak banyak kata yang terdengar sebelum akhirnya ruangan ini menyisakan Shena dan Edgar.
"Oma, ini Edgar." Ucapnya lalu membuka tangan memeluk tubuh wanita tua yang terbaring di atas ranjang rumah sakit itu. Ia tersenyum bersamaan dengan tangan keriput yang menyapu wajahnya.
Shena menerima uluran tangan dan mendekat. "Ini Shena, Oma."
Ia mencium punggung tangan itu. Rambutnya dibelai dan disingkap ke belakang. Shena baru bisa merasakan hangatnya keluarga yang tidak pernah ia rasakan sejak kecil. Tapi, Shena menyadari kalau bukan dari Edgar seharusnya ia bisa merasakan itu.
"Oma senang kamu sudah bisa berkomitmen dengan wanita."
Detik itu juga senyumnya menghilang bersamaan dengan mata yang menatap Edgar tanpa balasan. Laki-laki itu terlihat santai dengan kalimat yang baru saja diterimanya.
Ini bukan komitmen dan Oma salah menganggap itu benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
STALEMATE
Romance⚠️Harsh words, physical and psychological violence, verbal abuse, and some parts have adult scenes. Only recommended for readers 17 years and up⚠️ Apakah sebuah pengkhianatan masih bisa dimaafkan? Pertanyaan yang selalu menjadi bumerang ketika Edgar...