"Jabatan bukanlah hal penting dalam bertindak, tapi tindakan adalah hal yang penting dalam mengemban jabatan."***
Pagi yang seharusnya berjalan dengan lancar, harus Za habiskan diruang kepala sekolah. Baru saja ia sampai, namun panggilan untuk dirinya mengharuskan ia untuk segera memenuhi panggilan itu.
Tak ada yang terlalu istimewa dari ruangan yang ia tempati sekarang ini. Sama seperti ruang kepala sekolah pada umumnya, terdapat beberapa ornamen ornamen yang membuat ruang ini terasa lebih aesthetic dan kekinian.
"Za! Dua minggu kamu libur tanpa kabar. Mau sekolah atau mau ngapain kamu hah?" ucap Bu Feli jengah. Sedari tadi ia sudah meluapkan semua kata-kata yang ia punya, namun Za hanya menampilkan reaksi seperti biasanya. Bahkan tak ada raut bersalah ataupun ketakutan terpancar dari wajahnya.
"Habisin uang." jawab Za asal.
"Kamu!!" ucap Bu Feli kehabisan kata-kata.
"Rasional dong buk, saya sekolah ya buat belajar lah."
"Kamu saya hukum, gabung sama kelompok yang udah Winda atur." ucap Bu Feli tersenyum manis, namun mengandung maksud lain.
"Itu untung diibuk."
"Atau kamu mau saya ikutin lagi diolimpiade IPS, saya kasih tawaran bagus untuk kamu, dengan ngajarin junior-junior kamu." ucap Bu Feli berganti senyum dengan senyum pasta giginya.
"Ibuk ngancam saya?" tanya Za.
"Terserah kamu mau anggap apa."
"Selesai kan? Saya permisi." ucap Za segera keluar dari ruangan itu.
"Anak kamu Nad.." desis Bu Feli menatap kepergian Za.
Za melangkahkan kakinya menuju kelas olimpiade IPS. Dari jadwal pelajaran kelas olimpiade, nampaknya beberapa hari kedepan anak anak olimpiade akan difokuskan pada bidangnya. Karena tak lama lagi akan ada seleksi pemilihan wakil sekolah yang akan dikirim sebagai perwakilan di lomba yang akan mereka ikuti.
Bukan kelas olimpiade IPA yang ia kunjungi, melainkan kelas olimpiade IPS yang ia datangi. Ia mendorong pintu kaca itu agar bisa memasuki ruangan yang hendak ia hampiri.
"Pagi." sapa Za sambil berjalan menuju tempat dimana Winda sedang berdiri. Tak ada Pak Budi didalam ruangan itu, mungkin beliau sedang memiliki urusan yang tak bisa beliau tinggalkan.
"Pagi." balas mereka semua yang ada disana, ada pula yang menjawabnya dengan anggukan kepala.
"Nyasar?" tanya Winda seperti mencemooh Za.
"Tersesat." balas Za
"Ooh, silahkan disana pintu keluarnya." ucap Winda sambil menunjuk pintu.
"Gue mau jemput tagihan dulu, baru bisa keluar." ucap Za yang membuat sebagian dari mereka tertawa. Ternyata Za tak sekaku seperti yang terekam dalam penglihatan mereka selama ini.
"Siapa yang punya utang, silahkan dibayar dulu." ucap Winda pada anak anak olimpiade IPS. Ia meladani candaan yang dilontarkan Za.
"Dua menit dari sekarang." ucap Za.
"Junior lo Vala sama Kevin." ucap Winda seolah tahu maksud kedatangan Za.
"Gue gak bahas hal itu." ucap Za.
"Sok gak pula lo." cibir Winda.
"Ini semua gara-gara lo." ucap Za pada Winda.
"Bagus deh kalo lo tahu."ucap Winda bangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
My (Bad) Life-END
Teen FictionIni tentang Za. Gadis yang terkesan tidak peduli dan bodoamat dengan lingkungan sekitar tempat ia berada. Sengaja menarik diri agar kehadirannya tak disadari oleh banyak pasang mata. "Gue benci manusia. Tapi gue lebih benci fakta bahwa gue juga manu...