"Kehilangan adalah hal yang paling ditakuti beberapa manusia. Apalagi bagi mereka yang pernah merasakan kehilangan sebelumnya."
***
Za kembali lagi ketempat dimana ia meninggalkan mobilnya kemarin malam. Ia sendiri, dan jalanan ini sepi.
Za tadinya menaiki bisa sampai kehalte, lalu ia berjalan kaki sejauh 2 km demi menuju tempat dimana mobilnya ia tinggalkan.
Tapi perjuangannya sia-sia.
Tak ada apapun disana.
Kosong.
Hanya jalanan sepi dan rimbunnya pepohonan serta beberapa bangunan yang terlantar.
Za merotasikan matanya memperhatikan sekeliling. Tanpa diminta kaki jenjang itu melangkah menuju bangunan terlantar disebrang jalan.
Tangannya meraih handle pintu yang sudah macet dan berkarat. Jaring laba-laba juga sudah merambat disekitaran dinding. Bahkan tak urung beberapa tanaman liar hampir menutupi bagian depan bangunan.
Dengan langkah pasti kakinya memasuki bangunan tua yang sudah lama tidak digunakan itu.
Gelap, sunyi dan hampa.
Tangan Za mengambil handphone di saku bajunya, lalu menghidupkan flash.
Lantai yang kotor langsung menyambut telapak sepatu yang Za kenakan. Debu dari benda-benda yang diterbangkan angin menerpanya.
Beberapa alat olahraga nampak berserakan dimana-mana, jaring laba-laba memenuhi langit-langit ruangan.
Semakin masuk kedalam, Za tahu satu hal. Bangunan ini dulunya adalah gedung olahraga umum yang biasa dikunjungi siapa saja.
Melihat sekilas dengan tangan yang masih memegang handphone yang menggunakan flash, dibagian samping bangunan ada sebuah lapangan futsal yang sudah terbengkalai.
Kaki Za melangkah menaiki tangga. Tak ada ketakutan yang ia rasakan sama sekali.
Rooftop.
Tempat itu menjadi pemberhentian terakhir langkah Za. Setelah melewati lantai 2, ia langsung disuguhkan dengan pemandangan dari tempat ia berpijak sekarang ini.
Za mendekati pembatas rooftop, ia bisa melihat lapangan futsal yang sudah terbengkalai itu dengan jelas.
"Gue lelah," Za meletakkan tangannya pada pembatas rooftop.
Pikirannya mulai bercabang. Banyak spekulasi yang bermunculan di otaknya.
Za menatap kebawah sana, apa jika dia melompat lalu mati rasa lelah ini akan hilang?
Atau ia akan lumpuh permanen seumur hidupnya?
Atau kemungkinan paling buruknya ia harus menerima kekecewaan dari Nada.
"Ara," gumam Za lirih sebelum badannya merosot dan bersandar pada dinding pembatas rooftop yang memiliki tinggi sepinggang orang dewasa tersebut.
❄❄
Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Namun belum ada tanda-tanda Za akan pulang.
Tia yang duduk disofa dapat melihat Nada yang berjalan mondar-mandir menunggu kepulangan Za.
Saat ini hanya ada mereka berdua dirumah besar ini. Tala sedang berada dirumah kakak sulungnya, lebih tepatnya juga kakak sulungnya dari Tia.
"Kak Nada jangan khawatir, Za pasti pulang. Dia gadis kuat." Tia menghampiri Nada dan membawa perempuan itu untuk duduk disofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My (Bad) Life-END
Teen FictionIni tentang Za. Gadis yang terkesan tidak peduli dan bodoamat dengan lingkungan sekitar tempat ia berada. Sengaja menarik diri agar kehadirannya tak disadari oleh banyak pasang mata. "Gue benci manusia. Tapi gue lebih benci fakta bahwa gue juga manu...