Perbedaan

3.1K 227 3
                                    

"Cinta itu ada. Namun, aku perlu bantuan untuk menemukan maaf didalamnya."

***

"Woi girls! Besok ke mall yuk.." ajak Cantika sambil menyeret kursi mendekati meja Stella.

Dimeja tersebut tidak hanya Stella, namun juga ada Za dan juga Tia. Entah kenapa sampai Tia juga bisa bergabung disana.

Stella menyimak dengan baik, ia mengangguk-anggukan kepalanya pertanda setuju.

"Boleh." jawab Stella.

"Oke juga. Bosan kalo dirumah."

"Lo Za?" tanya Cantika. Cantika sedikit ragu dengan Za, ia tahu betul tabiat gadis itu.

"Lihat nanti." jawab Za singkat.

"Lo mah, lagian bisa sekalian beli peralatan buat camping kan?"

Za menoleh sekilas kearah Cantika.

"Gue gak ikut camping."

"Kenapa gak ikut? Alasan lo?" tanya Stella.

"Buang-buang waktu."

Tia yang mendengar jawaban Za mendelik sinis.

"Serah lo deh Za. Tapi kalo ke mall ikut yaa," bujuk Cantika tak mempermasalahkan jawaban Za.

Za tak menjawab. Bukannya tadi ia sudah memberikan jawaban?

"Yaudah jam tiga nanti ngumpul yaa. Langsung di mall aja, ketemu disana." Cantika bersuara.

Stella dan Tia mengangguk.

"Sheren, Dena sama Zela gak lo ajak?" Stella bersuara.

"Sheren mah pasti sibuk sama pacarnya. Kalo Dena tahu sendiri, pati dia bakalan ngumpul sama anak organisasinya." Cantika menjeda ucapannya.

"Kalo Zela mah, agak ragu gue. Gue denger-denger, dia tinggal dikediaman Akalanka sekarang."

"Beneran?" tanya Tia penasaran, dia sama sekali tak tahu dengan hal ini.

"Iya, udah lumayan lama."

Hening, tak ada percakapan diantara mereka. Bel pulang yang menggema dengan keras memecah keheningan tersebut.

Mereka mulai mengambil tas masing-masing, bersiap untuk segera pulang menuju rumah.

"Jangan lupa, gue tunggu ya." peringat Cantika.

"Iya iya, bawel lo." jengkel Tia.

.

.

.

Sidra menatap Zola yang terbaring diatas brankar rumah sakit. Sedari kemarin ia sama sekali tak pulang ke rumah nya. Ia tetap berada dirumah sakit untuk menemani gadis tersebut.

Zola, gadis yang selalu mengejarnya seminggu belakangan. Namun Sidra tak pernah menanggapinya sama sekali.

Kemarin, fakta baru harus ia terima. Gadis yang sedang menatapnya ini ternyata sedang tidak baik-baik saja.

"Sidra.." lirih Zola.

"Ssstt, jangan bahas itu dulu. Lo lagi sakit."

"Sakit aku gak seberapa, dibanding rasa bersalah aku sama kamu Dra.."

Sidra menatap lekat mata Zola. Mata yang masih menjadi candunya sampai sekarang. Suara gadis itu juga masih menjadi obat untuk dirinya. Tapi Sidra ingat, mata dan suara itu juga sumber duka yang diterimanya.

My (Bad) Life-ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang