"Semua mungkin, jika Allah ingin. Bahkan yang terasa mustahil bisa menjadi nyata jika ia berkehendak."***
Za kembali lagi ketempat yang sama dengan kemarin. Kolam renang Antariksa. Padahal baru kemarin ia membersihkannya, tapi sekarang kolam itu nampak kembali seperti kemarin. Tentu saja, karena setiap hari kolam itu selalu digunakan. Entah untuk latihan, pengambilan nilai, ataupun beberapa olahraga yang memang bisa dilakukan di kolam renang.Za mengeluarkan air kolam, smabip menunggu air tersebut habis ia menuju ruang peralatan untuk mengambil vakum dan peralatan lain yang ia butuhkan.
Dia sekarang hanya sendiri, entah kapan kolam ini akan selesai ia bersihkan. Tapi Za tak pernah menyerah sebelum mencoba, apapun hasilnya dan berapa lama waktu yang ia butuhkan itu urusan belakangan.
Gavlen datang, ia akui kali ini ia sedikit terlambat. Tapi bukan berarti ia akan lari dari tanggung jawabnya.
Pandangannya langsung tertuju pada Za yang nampak fokus dengan tugasnya, bahkan ia sama sekali tak menyadari kehadiran Gavlen disana.
Gavlen menghela nafas, meletakkan tasnya disalah satu kursi kemudian mendekat kearah Za. Ya, ia akui kemarin ia cukup keterlaluan. Apalagi ia hanya mengeluarkan air kolam yang sama sekali tak membutuhkan banyak tenaga.
"Biar gue yang sikat". Za mengalihkan pandangannya ke asal suara.
Disana, tepat dibibir kolam renang Gavlen berdiri tegak dengan mengenakan seragam olahraga yang lengannya sudah ia gulung hingga siku. Karena matahari yang sudah mulai berada di arah barat, dan posisi Gavlen yang membelakangi cahayanya, membuat Za tak dapat melihat jelas wajah Gavlen.
Za mengabaikannya, ia lebih memilih melanjutkan pekerjaannya.
"Lo gak denger?" Gavlen mulai kesal. Ada apa dengan gadis didepannya ini? Seharusnya ia senang karena pekerjaannya akan berkurang bukan?
"Gue gak butuh." sahut Za.
"Sombong banget sih lo!"
"Ngatain diri sendiri?" Za tersenyum sinis menatap Gavlen.
"Gak tuh." Gavlen tak memperdulikan Za, ia mulai menuruni tangga kolam secara perlahan. Ia tak menyadari, jika ada tumpahan pembersih kolam diarea tangga tersebut. Sehingga,,,
Bruk
Ia jatuh kelantai kolam. Namun ia tidak sendiri, melainkan Za juga sudah tergeletak disampingnya.
Tadinya Za hendak menarik tangan Gavlen, namun ia lupa bahwa lantai yang ia injak belum dibilas sehingga mau tak mau niat baiknya tak berguna sama sekali.
"Lo gapapa?" tanya Gavlen berusaha duduk. Setelah terduduk ia juga membantu Za untuk bangkit dari posisi terlentangnya.
Za menggeleng, tapi berbeda dengan kakinya yang seakan menjawab ‘ya’ jika bisa berbicara.
"Beneran?" Za menatap Gavlen, ternyata anak sepertinya juga memiliki sisi lain.
"Ya." jawab Za singkat.
"Biar gue yang bersihin, lo duduk aja. Itung-itung setimpal sama yang kemarin." Za mengangkat sedikit alisnya, ia bukan orang yang akan mengabaikan tugasnya begitu saja.
"Gue gak punya hutang lagi, kemarin lo yang bersihin sekarang gue." Gavlen seolah memahami bagaimana sifat orang seperti Za.
Za setuju, ia mulai berdiri. Namun, kakinya tidak bisa diajak kompromi.
"Sial." umpat Za pelan. Tak ada ringisan yang keluar dari mulutnya, namun kakinya seperti akan patah jika diinjakkan kelantai.
"Kaki lo.."
KAMU SEDANG MEMBACA
My (Bad) Life-END
Fiksi RemajaIni tentang Za. Gadis yang terkesan tidak peduli dan bodoamat dengan lingkungan sekitar tempat ia berada. Sengaja menarik diri agar kehadirannya tak disadari oleh banyak pasang mata. "Gue benci manusia. Tapi gue lebih benci fakta bahwa gue juga manu...