"Bukan tentang uang dan kekuasaan, namun tentang kasih sayang."
***
"Bodoh! Kalo lo gak tahu jalan jangan lewat!" bentak Tia menatap Za tajam. Ia tetap fokus mengendarai mobilnya, sedangkan Za menatap lurus kedepan kearah jalan yang mereka lalui.
"Urusannya sama lo apa?"
"Bangsat! Gue bantuin lo karena lo anak kak Nada. Kalo nggak gue juga ogah bantuin lo!"
"Besok-besok mikir dulu! Jangan bego!"
Za tak menjawab. Tia juga diam tak lagi bersuara.
Dengan kasar Tia melepas masker yang melekat diwajahnya. Gadis disampingnya ini benar-benar keras kepala.
Keheningan menyelimuti mobil itu. Jalan yang datar tanpa hambatan membuat kantuk mulai melanda. Tapi tidak dengan mereka.
Dua pasang mata yang sama-sama tajam itu masih setia untuk terjaga.
.
.
Pagi ini Za belum berangkat. Ia masih duduk enteng disofa ruang tamu. Mobil yang biasa ia pakai sekarang tidak berada ditangannya, mobil itu kemarin ia tinggalkan dijalan itu.
Tia sudah berangkat lebih dulu, yaa dia tidur dirumah Za. Tadinya Tala meminta mereka untuk berangkat bersama, tapi tentu saja mereka berdua menolak.
"Gak berangkat Ka?" tanya Nada duduk disamping Za.
"Pake mobil yang lain aja Ka. Lagian mobil kamu kemana siih?" Tala ikut menimpali.
"Ka buang."
Tala mendelik menerima jawaban Za.
"Anak lo nih Nad, mentang-mentang banyak uang main buang mobil sembarangan."
Nada melepaskan tawanya mendengar ucapan Tala. Ia tentunya tahu bahwa Za tak mungkin membuang mobilnya begitu saja. Za itu bukan anak dengan tipe yang suka foya-foya.
"Yaudah, mending Ka berangkat. Nanti telat." saran Nada.
Za mengangguk, setelah menyalami Nada dan Tala ia segera keluar dari rumah besar milik Nada.
Za membuka pintu, bertepatan dengan seorang perempuan paruh baya yang masih awet muda tengah berdiri didepan pintu tersebut.
"Loh Ka, belum berangkat?"
"Bunda." sapa Za, tak lupa ia juga mempersilahkan Dania untuk masuk kerumahnya.
"El! Sini!" Dania sedikit berteriak sambil menoleh kebelakang.
Pemuda yang dipanggil El itupun mendekat.
"Berangkat bareng El aja Ka." ucap Dania antusias.
"El bareng sama Ka yaa," tanpa menunggu jawaban anak bungsunya Dania langsung meninggalkan mereka memasuki rumah besar tersebut.
Za beralih menatap pemuda didepannya. Dengan balutan seragam sekolah dan juga jaket hitam yang melekat ditubuhnya.
"Hai.. Ka," pemuda itu memberikan senyum singkat kepada Za.
Za tak membalas, namun ia meneliti pemuda didepannya ini. Za sadar, selama sekolah di Antariksa selalu ada yang mengawasinya. Dan dia adalah pemuda didepannya ini.
Elderren.
"Lo yang selalu ngawasin gue." itu bukan pertanyaan, melainkan sebuah pernyataan yang diberikan Za.
Pernyataan itu telak. Derren atau yang kerap disapa El oleh keluarganya tersenyum tipis. Ia tak berniat untuk memberikan klarifikasi apapun.
"Ayo berangkat." Derren berjalan lebih dulu dari Za. Meninggalkan Za yang masih menatap Derren dengan semua spekulasi yang memenuhi kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My (Bad) Life-END
Teen FictionIni tentang Za. Gadis yang terkesan tidak peduli dan bodoamat dengan lingkungan sekitar tempat ia berada. Sengaja menarik diri agar kehadirannya tak disadari oleh banyak pasang mata. "Gue benci manusia. Tapi gue lebih benci fakta bahwa gue juga manu...